Konten dari Pengguna

Boneka Arini : Jelangkung, Datang Tak Dijemput Pulang Tak Diantar

Nina Hadiyanti Nurchasanah
MomPreneur yang merangkap menjadi freelance writer
15 Oktober 2022 13:45 WIB
comment
21
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nina Hadiyanti Nurchasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Wikipedia
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Wikipedia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Awalnya saya hanya mengira Jelangkung hanyalah cerita legenda dan mitos permainan mistis untuk mengundang makhluk halus masuk ke dalam tubuh boneka yang sudah dipersiapkan. Sampai akhirnya almarhum Bapak saya menceritakan pernah bermain jelangkung bersama teman-temannya sewaktu remaja dan kisah seram dibaliknya sampai diluar nalar hingga menumbalkan satu korban.
ADVERTISEMENT
*****
Purworejo, 1971
17.00 WIB
Dug!
Terdengar suara benda jatuh di sebuah ruangan. Terdapat lima orang remaja tengah memegang boneka jelangkung, dengan satu kertas dan lilin dibawahnya. Rini, Ika, Hadi (Bapakku), Bayu dan Sinta, itulah mereka remaja empat belas tahun yang selalu kompak.
"Sluku-sluku bathok, bathok’e ela-elo Si romo menyang solo, oleh-oleh’e payung muntho Mak jenthit lo-lo lobah, wong mati ora obah Yen obah medheni bocah Jaelangkung jaelangkung di sini ada pesta, pesta kecil-kecilan datang tak dijemput, pulang tak diantar,"
"Ka, luwih apik kulo lan panjenengan mendel mawon, nggih? (Ka, lebih baik kita berhenti saja, ya?)" suara seorang gadis berambut ikal dengan lirih.
Suasana begitu tegang, aura dingin menyelimuti ruangan itu. Tiba-tiba angin berhembus kencang dari arah pintu. Sontak, semua mata melihat ke arah pintu yang menghadap ke arah taman. Mata mereka, terkunci ke satu arah, pohon beringin di belakang pagar taman rumah Bayu.
ADVERTISEMENT
"Akhhhh!" pekik Rini yang langsung menyita perhatian ke empat sahabatnya. "Wau bonekanipun gerak! (Tadi bonekanya gerak!)" lanjut Rini histeris.
Ika langsung melihat ke arah boneka jelangkung yang berada ditengah-tengah mereka, "Mboten gerak, pangraosan sampeyan mawon iku! (Tidak gerak, perasaan kamu saja itu!)", sanggah Ika menenangkan yang lain.
"Tenan Ka, meniko gerak. Kan kulo lan sampeyan cepenganipun sareng, moso sampeyan mboten ngroso sih? (Beneran Ka, tadi itu gerak. Kan kita pegangannya bareng-bareng, masa kalian gak ngerasa sih?)"
Mata mereka berlima saling pandang. Apa yang dikatakan Rini ada benarnya, dan tidak mungkin Ika menggerakkan boneka itu karena posisi tangan Rini berada di tengah.
Tiba-tiba boneka itu bergerak, menuliskan rangkain huruf di atas kertas putih.
ADVERTISEMENT
"Arini." lirih mereka berlima membaca tulisan di kertas itu. Secara serentak mereka melempar bokena itu ke sembarang arah. Lilin yang menyinari ruangan itu tiba-tiba bergerak tak tentu arah, hingga berakhir tertiup dari arah pintu dimana boneka itu berada.
Bergegas Hadi meniup lilin dan mengajak teman-temannya untuk segera meninggalkan rumah Bayu.
"Malih ing opo? Maghrib, wangsul! (Lagi pada ngapain? Magrib, pulang!)". Suara itu membuat kelima orang itu terkejut bukan main. "Mbah, ndamel kaget! (Nek, bikin kaget!)" pekik Bayu. 'Mbah uti' atau yang biasa disapa 'Mbah' adalah nenek dari Bayu.
Rumah mereka berlima masih dalam satu gang disebuah kampung pedalaman Purworejo, Jawa Tengah. Rumah Rini berada di antara rumah Bayu dan Ika, sedangkan rumah Hadi dan Sinta berada di depan rumah Rini dan Ika.
ADVERTISEMENT
"Dudu wangsul malah podo diem! enggal mlebet, waktune magrib pitik yo mlebet kandang! (Bukannya pulang malah pada diem! Cepat masuk, waktunya magrib ayam juga pada masuk kandang!)" teriak Mbah lagi. "Rini, Menawi ibu bapakipun sampeyan dereng wangsul, saged mriki kalih Mbah (Rini, kalo ibu bapakmu belum pulang bisa kesini sama Mak!)"
"Iyo, Mbah!" sahut mereka berlima. "Rini badhe omah Hadi mawon, Mbah. (Rini mau ke rumah Hadi saja Mbah!)"
Akhirnya mereka berlima masuk ke rumah masing-masing. Kebiasaan di desa ini adalah ketika magrib tidak ada orang yang keluar. Mitosnya saat magrib adalah waktunya mahluk halus untuk berkeliling di jalanan.
"Hadi, kados pundi menawi hantunipun isih wonten ing omah Bayu? (Hadi, gimana kalo hantunya masih di rumah Bayu?)" lirih Rini saat Hadi akan membuka pintu. "Tenang mawon, Rin! Yuk mlebet! (Tenang saja, Rin! Yuk masuk!)"
ADVERTISEMENT
Setelah mengucap salam, mereka masuk dan segera disambut oleh Bu Asih, ibu dari Hadi.
"Bapak ibu dereng wangsul, Rin? (Bapak ibu belum pulang, Rin?)" tanya Bu Asih. Rini menggeleng, "Dereng, Bu Asih (Belum, Bu Asih)", jawab Rini.
Bu Asih mengangguk faham, "Rini sama Hadi mriko adus, kebeneran klambi Rini dereng Ibu balikin. (Rini sama Hadi sana mandi, kebetulan baju Rini belum Ibu balikin)".
Ayah Rini seorang pengusaha rotan, sedangkan ibu Rini memiliki toko kue yang cukup ramai, mereka biasa pulang jam lima sore, namun jika ada beberapa pekerjaan yang belum selesai mereka bisa pulang larut sehingga Rini biasanya singgah di rumah Hadi.
ADVERTISEMENT
"Bayu! Tulung! (Bayu! Tolong!)", teriak Mbah uti histeris. Beberapa warga segera berdatangan. Bayu hanya tinggal bersama sang nenek yang berusia enam puluh tahunan.
Bu Asih yang mendengar suara itu pun ikut penasaran, " Rini, Hadi menawi pun adus, tetep wonten dalem omah yo! Rini klambine Ibu taroh wonten kasur. Hadi wonten ing meja dhahar. (Rini, Hadi kalau sudah mandi tetap di dalem rumah yah! Rini bajunya Ibu taruh di kasur. Hadi bajunya ada di meja makan!)" seru Bu Asih, setelahnya dia bergegas keluar menunju rumah Bayu.
"Tulung Bayu! Mboten wonten ing omah!" (Tolong Bayu! Gak ada di rumah) Mbah uti begitu histeris.
"Mbah, kulo wau tingal lare putro kados Bayu, nanging pucat sanget kulo kinten dudu Bayu. (Mbah, tadi saya lihat anak seperti Bayu, tapi sangat pucat saya kira bukan Bayu," salah seorang warga memberikan informasi yang membuat Mbah uti semakin panik. "Ning ndi (Dimana?)" tanya Mbah uti.
ADVERTISEMENT
"Bayu ke arah kuburan"
****
Sumber : https://www.kaskus.co.id/thread/528f46a320cb17cd67000003/jelangkung-dan-asal-mulanya-agan-berani-masuk-thread-ini/
Bayu berada di kuburan, ditemukan tak lagi bernyawa sambil memegang boneka jelangkung yang tadi mereka mainkan, boneka jelangkung yang mereka buat seadanya dari batok kelapa, beberapa ranting pohon, tali dan dibuat menyerupai orang-orangan ternyata telah membawa petaka. Meski saat ini boneka jelangkung yang pernah mereka buat, sudah dikubur, namun semenjak kejadian Bayu yang meninggal secara misterius, keempat remaja yang juga ikut bermain jelangkung itu menjadi tak tenang, merasa dihantui.
Sampai ketika beberapa bulan setelah kejadian tersebut, teror menghantui salah satu dari mereka. Dimulai dari Sinta yang tiba-tiba di kamarnya muncul boneka jelangkung yang pernah mereka buat. Padahal dia tahu betul, boneka itu telah dikubur sehari setelah Bayu meninggal. Sinta yang terperanjat, langsung teriak memanggil sang Ibu
ADVERTISEMENT
"Buk, buk. Iki wonten boneka jelangkung ing kamaripun kula mboten ngertos darimana. (Buk, buk. Ini ada boneka jelangkung di kamarku tidak tahu darimana)."
"Ya Allah Gusti darimana iki? Sanesipun meniko wis dikubur? (Ya Allah, Tuhan darimana ini? bukannya waktu itu sudah dikubur?)." Tambah Ibunya Sinta tak kalah heran.
Tiba-tiba Sinta merasa sangat mual merasa ada yang ingin keluar dari perutnya, langsung dia menuju kamar mandi. Tak disangka dia muntah darah yang cukup banyak, dan beberapa benda tak lazim, seperti rambut dan karet gelang. Sang Ibu yang panik segera meminta pertolongan tetangga untuk membawa ke mantri di desa, karena pada saat itu Rumah Sakit masih jarang dan hanya ada di kota. Sesampainya di sana, tak ada sesuatu yang mengkhawatirkan akan kesehatan Sinta, sehingga mantri hanya meresepkan daun-daun herbal yang sudah tumbuk untuk meningkatkan imunitasnya.
ADVERTISEMENT
Ketika ibunya Sinta sedang panik tadi, dia lupa mengamankan boneka jelangkung yang ditemukan Sinta di kamarnya, namun ketika sampai di rumah, jelangkung teraebut sudah tidak ada.
Teror berlanjut menghantui salah satu dari keempat remaja tersebut kembali. Kali ini menghantui Ika, dia kembali menemukan boneka jelangkung di kandang kambing milik bapaknya ketika ia sedang ingin memberi makan kambing-kambingnya. Ika yang kaget kemudian mengambil jelangkung tersebut lalu lari sekencang-kencangnya menuju hutan yang tak jauh dari tempat tinggalnya kemudian membuangnya. Sambil membuang, dia berteriak
"LUNGO ADOH SEKO URIP KITA , OJO TAU BALI MANEH! (PERGI JAUH DARI HIDUP KAMI, JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI!)"
Tak lama Sinta kembali ke rumahnya setelah membuang boneka jelangkung tersebut, kejadian aneh diluar nalar terjadi. Semua kambing-kambing, ayam dan kucing peliharaan keluarga Sinta mati semua secara mendadak. Mereka mati dengan mengeluarkan bau busuk. Tak ada satupun yang tersisa.
ADVERTISEMENT
Setelah kejadian-kejadian aneh misterius menimpa dua remaja yang sebelumnya bermain jelangkung, makan ketua adat, kepala desa dan sesepuh di sana mengadakan pertemuan untuk membahas masalah ini dan mencari jalan keluarnya. Ada seorang kakek, sesepuh di sana, sebut saja Mbah Darmo mengatakan dulu sekali ketika ia masih kecil pernah ada dukun wanita bernama Arini di desa mereka yang sempat dikucilkan warga karena dianggap menganut ilmu hitam dan mengajarkan aliran-aliran sesat kepada para pengikutnya. Agar tidak membuat ulah, Arini dipasung hingga akhir hayatnya. Baru setelahnya para warga mencari tahu keberadaan kekuarga atau keturunan Arini yang masih hidup di desa tersebut. Sampai akhirnya, cicit Arini ditemukan warga masih hidup dan tinggal di daerah atas (bukit) desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Perwakilan warga mendatangi kediaman cicit Arini, yaitu Mbah Yani. Sesampainya di sana Mbah Yani bercerita dulu uyut (Arini) memang sangat menderita ketika dipasung. Semua warga, tak terkecuali keluarga Arini meninggalkannya. Dia dibiarkan kelaparan, tak terusus hingga akhir hayatnya di tempat pemasungan tersebut. Jasad Arini juga ditemukan warga beberapa hari setelah perkiraan kematiannya karena bau busuk yang tercium oleh warga.
Mbah Yani bercerita waktu itu tak ada satu orang pun yang mau menguburkan jasad Arini, tak terkecuali suami Arini sendiri. Sampai akhirnya ada seorang ustad, pemuka agama setempat yang tidak tega melihat jasad Arini ditelantarkan begitu saja. Akhirnya dia menggali kuburan dan menguburkan jasad Arini seorang diri. Selesai Mba Yani bercerita, warga berbobdong-bondong mendatangi kuburan Arini, mendoakan bersama, membuatkan nisan dan mengadakan ritual selametan sambil membaca doa-doa agar arwah Arini tenang.
ADVERTISEMENT
Selepas acara doa bersama di kuburan Arini, keempat remaja tersebut tak jarang mendatangi kuburan Arini untuk mengirimkan doa agar Arini diterima di sisi Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Teror keempat remaja itupun berakhir, dan mereka dapat melanjutkan kehidupannya seperti sedia kala.
*TAMAT*