Konten dari Pengguna

Mari Mengenal Puisi Karya Remy Sylado yang Anti-Mainstream

Ninda Syafa Ainun Nadya
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
5 Desember 2020 6:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ninda Syafa Ainun Nadya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Remy Sylado. Sumber: lifepal.co.id
zoom-in-whitePerbesar
Remy Sylado. Sumber: lifepal.co.id
ADVERTISEMENT
Yapi Panda Abdiel Tambayong atau lebih dikenal dengan nama panggung Remy Sylado merupakan seseorang yang multi-talent dalam bidang seni dan sastra. Beliau adalah salah satu sastrawan, wartawan, dramawan, dan penulis terkenal dari Indonesia yang lahir pada 12 Juli 1945 di Makassar, Sulawesi Selatan. Nama panggung Remy Sylado berasal dari not angka, 23761. Nama yang begitu unik begitu pula dengan karya-karyanya yang bisa dikatakan anti-mainstream.
ADVERTISEMENT
Puisi Mbeling. Sumber: www.wattpad.com
Remy Sylado dan Karyanya yang Anti-mainstream namun Estetik
Remy Sylado banyak menciptakan karya seni maupun sastra yang berbeda pada umumnya. Berani melakukan perubahan adalah gaya khas seniman mahsyur ini. Salah satu gerakan perubahan yang beliau tuangkan dalam bentuk karya sastra adalah puisi Mbeling. Kata mbeling berasal dari Bahasa Jawa yang artinya; nakal, tidak patuh aturan. Terlepas dari itu semua, terdapat filosofi dari kata mbeling, yaitu digunakan untuk menggambarkan keadaan Indonesia pada zaman orde baru yang terkesan feodal. Kebebasan seakan hilang dari jiwa masyarakat dan terlebih lagi untuk generasi muda penerus bangsa.
Pemuda-pemudi bangsa kurang bisa mengungkapkan aspirasi mereka karena rasa takut yang tertanam di dalam dirinya akibat pemerintahan yang dirasa membatasi pergerakan kaum muda dan masyarakat. Puisi Mbeling hadir sebagai sarana untuk membangkitkan semangat kaum muda agar berani beraspirasi melalui karya sastra. Hal unik lainnya dari puisi Mbeling, yaitu puisi ini tidak mengikuti aturan penggunaan stilistika baku. Menurut Remy, keterikatan aturan yang rumit pada puisi bisa membuat generasi muda takut untuk berkreasi. Maka dari itu, puisi Mbeling adalah salah satu pelopor gerakan kebebasan yang memandang bahwa puisi adalah karya yang apa adanya karena ia adalah ungkapan perasaan, pikiran, dan harapan penciptanya yang memiliki makna isitimewa.
ADVERTISEMENT
Bagian terpenting dari sebuah puisi bukanlah penggunaan stilistika baku, tetapi bagaimana seorang penulis memiliki keinginan untuk terus menciptakan gagasan-gagasan baru sehingga dapat menginspirasi orang lain. Puisi Mbeling memberi pandangan bahwa kehidupan akan terus berjalan meskipun kita, sebagai manusia, memilih untuk berhenti atau terus berkarya. Puisi Mbeling diharapkan mampu memberikan gagasan baru kepada masyarakat tentang karya sastra yang dapat membebaskan jiwa dan menjadi healing bagi pembacanya.
Puisi Remy Sylado. Sumber: http://kepadapuisi.blogspot.com/2014/11/kerygma-martyria.html
Pentingnya Penerapan Nilai-Nilai pada Puisi Mbeling untuk Zaman Sekarang
Terkesan dengan labelnya sebagai karya sastra lama tidak sedikitpun mengurangi nilai moral di dalamnya. Sesuai dengan nilai dari puisi Mbeling, setiap jiwa manusia itu bebas dan tidak ada seorangpun yang dapat menghalanginya untuk terus berkembang. Tidak peduli akan usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan agama, setiap manusia memiliki hak yang sama untuk terus berkarya.
ADVERTISEMENT
Masalah Menara Babil
Karya: Remy Sylado
ayam
di Tanjungpinang, berkokok
ayam
di Magelang, kluruk
ayam
di Sumedang, kongkorongok
ayam
di Amurang, bakuku
ayam
di Nankin, kukuyu
ayam
di Oxford, crow
ayam
di Nijmegen, kraaien
ayam
di Bonn, krahen
ayam
di Cordoba, cacareo
ayam
di Montpellier, chant du cuq
ayamnya sama
kuping manusia yang salah urus
Bandung, 1974
Puisi diatas mencoba untuk memahami suara kokok ayam dari berbagai bahasa di dunia. Kata “masalah” pada puisi diatas melambangkan sesuatu yang harus diselesaikan, sedangkan kata “menara” berarti bangunan yang lebih tinggi dari bangunan pada umumnya. Kata “babil” mengandung makna suka membantah atau keras kepala. Dapat dipahami bahwa suatu masalah yang bahkan terlihat sederhana ternyata perlu untuk diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Puisi Masalah Menara Babil mengindikasikan kenyataan bahwa semua bunyi kokok ayam adalah sama karena berasal dari binatang yang sama, yaitu ayam. Bunyi ini diibaratkan sebagai manusia yang berasal dari berbagai suku bangsa dan budaya yang berbeda satu sama lain. Persamaan budaya tidak bisa menjamin bahwa setiap orang akan memiliki sifat dan ego yang sama. Begitu juga dengan keanekaragaman budaya tentu akan menciptakan berbagai macam watak manusia. Itulah keunikan yang diberikan Tuhan kepada makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia.
Seperti yang telah diketahui, Indonesia adalah negara multikultural, oleh karena itu, tidak mengherankan jika kadangkala terjadi konflik antar suku yang berkepanjangan. Namun, akankah masyarakatnya akan terus hidup dalam belenggu permusuhan? Tentu saja tidak. Sebagai masyarakat yang cinta damai, kita dapat menerapkan nilai moral yang ada pada puisi ini dengan saling menghargai perbedaan yang ada. Cobalah untuk selalu berpikiran terbuka tanpa membedakan manusia berdasarkan SARA karena setiap manusia unik dengan karakter masing-masing. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna sehingga mereka layak untuk dihormati dan dihargai. Maka dari itu, dengan membaca karya sastra akan sangat membantu manusia menjadi lebih manusia.
ADVERTISEMENT