Konten dari Pengguna

Vaksin Nano dalam Pengendalian Penyakit di Abad 21

nirmaveterinary2020
Sebagai Dokter Hewan di Laboratorium Pengembangan Metode dan Sterilisasi Balai Veteriner Bukittinggi,konsentrasi dalam hal pengujian Rabies dengan metoda PCR. Mulai tahun 2020 sedang menempuh pendidikan di Program Pasca Unand Prodi Bioteknologi
25 Desember 2020 7:08 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nirmaveterinary2020 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi. pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi. pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Vaksinasi adalah cara yang sederhana, aman, dan efektif untuk melindungi orang dari penyakit berbahaya. Vaksin melatih sistem kekebalan tubuh untuk menciptakan antibodi, seperti halnya ketika terkena penyakit. Namun, karena vaksin hanya mengandung bentuk kuman yang terbunuh atau melemah seperti virus atau bakteri, mereka tidak menyebabkan penyakit atau membuat berisiko mengalami komplikasi. Sebagian besar vaksin diberikan dengan suntikan, tetapi beberapa diberikan melalui mulut atau disemprotkan ke hidung.
ADVERTISEMENT
Saat ini vaksin yang tersedia untuk melindungi setidaknya ada 20 penyakit, seperti difteri, tetanus, pertusis, influenza dan campak. Vaksin-vaksin ini telah menyelamatkan nyawa hingga 3 juta orang setiap tahun. Ketika kita mendapatkan vaksinasi, kita tidak hanya melindungi diri kita sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitar kita. Menariknya rantai penularan dari manusia ke manusia dapat terputus, bahkan jika tidak ada kekebalan 100%, hal ini disebut sebagai herd immunity atau community protection.
Teknologi pembuatan vaksin yang telah dikembangkan antara lain vaksin inaktif, vaksin yang dilemahkan, vaksin subunit, vaksin berbasis vektor virus, vaksin berbasis DNA dan yang terakhir adalah vaksin berbasis RNA. Vaksin subunit dan vaksin DNA memiliki keamanan tinggi daripada vaksin tradisional, tetapi vaksin ini menghasilkan respons imun yang lebih rendah. Hal ini disebabkan faktor pengiriman DNA yang tidak efisien ke dalam sel kekebalan tubuh manusia. Respons imun berpotensi ditingkatkan dengan memodifikasi formulasi vaksin menggunakan nanoteknologi.
ADVERTISEMENT
Nanoteknologi yang dikembangkan untuk digunakan di bidang vaksin mencakup nanocarrier yang memiliki berbagai komposisi, ukuran, dan sifat permukaan. Nanocarrier vaksin telah dirancang dan diselidiki dalam pengiriman antigen dan adjuvants ke sel-sel kekebalan dalam upaya untuk meningkatkan respon kekebalan. Partikel nano pembawa (nanocarrier) ini telah dirancang untuk bersama-sama mengangkut antigen dan adjuvants. Nanocarriers mempermudah pelepasan vaksin dan mengontrolnya, meningkatkan efisiensi penyerapan vaksin ke sel target serta mampu melindungi vaksin dari kerusakan. Hal ini dimungkinkan karena partikelnya yang lebih kecil dari 10 mm mudah diambil oleh sel-sel phagocytic, seperti makrofag dan sel dendritik.
Nanocarrier yang dikembangkan pertama berupa liposom, yang menyerupai kantong buatan yang tersusun dari lapisan lemak. Vaksin yang telah dikembangkan dengan liposome sebagai nanocarriernya adalah Trivalent Influenza Vaccine. Kedua, berupa emulsi yang merupakan dispersi dari dua atau lebih cairan yang tidak bisa tercampur misalnya emulsi air dalam minyak atau sebaliknya. Emulsi adjuvan vaksin yang terkenal adalah MF59, yang merupakan campuran dari minyak squalene, Span 85 dan tween 80 dalam buffer sitrat, yang terdapat pada vaksin Recombinant meningococcal B protein. Ketiga, sistem nanokurir berbasis polimer. Polimer merupakan substansi yang terdiri rangkaian molekul identik (monomer). Sedangkan system nanokurir berbasis polimer pada vaksin menggunakan senyawa PLGA (poly asam laktat-co-glikolat). Senyawa polimer sintetik ini bersifat biodegradable yang paling banyak digunakan dalam biomedis. Dapat memberikan pelepasan berkelanjutan untuk antigen vaksin dalam periode waktu yang lama. Vaksin PLGA sintetis yang dikembangkan adalah SEL-068 (Selecta Bioscience.Inc.,USA) yang saat ini dalam uji klinis untuk pencegahan kecanduan nikotin dan vaksin influenza H1N1. Keempat, saat ini juga dikembangkan nano biopolimer alami yang berasal dari chitosan. Chitosan bersifat mampu menimbulkan respons biologi, tidak beracun, dapat terurai secara alami dan menyediakan muatan kationik yang dapat memfasilitasi proses endositosis. Pada studi di laboratorium nanocarier dengan menggunakan chitosan yang diaplikasikan secara intranasal mampu meningkatkan sekresi IgA lebih tinggi dibandingkan dengan PLGA. Kelima, adalah sistem nanocarrier berbasis karbon yang diaplikasikan dalam penggunaan karbon nanotube. Karbon nanotube merupakan silinder yang tersusun dari rantai benzene yang berperan dalam pengiriman vaksin, di mana karbon nanotube mampu membawa antigen(vaksin) dalam jumlah yang banyak dengan toksisitas rendah dan mudah diterima oleh sel kekebalan tubuh..
ADVERTISEMENT
Vaksin yang dikembangkan dengan nanoteknologi dianggap sebagai teknologi yang memungkinkan di abad 21 ini. Mengingat begitu banyak penyakit yang disebabkan oleh virus maupun bakteri pada manusia yang berakhir dengan pandemic sehingga perlu pengendalian yang cepat dengan vaksin berbasis nanoteknologi.
Sumber:
Gyeong Kim, Mi et all.2014.Nanotechnology and Vaccine Development:Elsevier
Sari,Indah Pitaloka dan Sri Widodo:2020. Perkembangan Teknologi Terkini dalam Mepercepat Produksi Vaksin Covid-19:Majalah Farmasetika Unpad Bandung