Perilaku Konsumsi Budaya Penggemar K-Pop oleh Fandom BTS (ARMY)

Nirva Ragil Saputri
Hallo! Saya Nirvaa, mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Konten dari Pengguna
4 Januari 2023 15:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nirva Ragil Saputri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Korean Wave telah digunakan untuk penyebaran global budaya populer Korea (Korea Selatan) di berbagai belahan dunia. Budaya pop Korea telah menjadi budaya baru yang disukai masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan pengaruh dan penyebaran budaya Korea di Indonesia melalui produk budaya Korea seperti masakan, produk elektronik, kosmetik, film, teater dan musik. Pop Korea atau K-pop adalah jenis musik populer yang berasal dari Korea Selatan. Banyak artis dan grup musik pop Korea yang sudah populer di banyak negara.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, kemunculan Hallyu atau yang biasa dikenal dengan Korean Wave mulai bermunculan di seluruh penjuru tanah air. Korean Wave sendiri muncul di Indonesia pada tahun 2002, awalnya di mana drama Korea ditayangkan melalui stasiun televisi komersial di Indonesia, dan popularitas drama Korea yang makin meningkat membuat segala hal yang berbau Korea populer di Indonesia, termasuk musik. Masyarakat kemudian terpengaruh oleh musik Korea, yang diberi label musik Pop Korea.
Adanya grup musik boy band maka muncul berbagai macam fanbase/fandom. Penggemar cenderung menyukai hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal favorit mereka, sehingga mereka bersedia menginvestasikan waktu dan tenaga untuk berpartisipasi dalam fandom.
Berbicara tentang penggemar K-pop, mereka pasti mengonsumsi merchandise atau album, tiket konser, atau apa pun yang berhubungan dengan idola mereka. Hingga mereka menghasilkan produk atau sesuatu yang baru, asalkan masih berhubungan dengan idolanya.
ADVERTISEMENT
Menjadi seorang penggemar khususnya grup boy band, tentunya mempunyai berbagai alasan untuk menyukainya. Alasan-alasan ini terbentuk karena adanya konsumsi media, ada juga karena informasi dari teman sebaya yang menyukai hal yang sama.
Seperti halnya Nanda seorang mahasiswa semester tujuh yang sudah lama menyukai budaya Korea tetapi hanya untuk Drama Koreanya, setelah itu saat dia membuka instagram muncul clip-clip musik video dari BTS yang berjudul Dynamite dan dia juga mendapatkan informasi tentang k-pop dari temannya.
“Awalnya suka sama Drama Koreanya, terus kaya buka instagram ada MVnya muncul yang Dynamite. Aku juga cari BTS di Youtube terus mulai tahu. Oh, ini yang namanya BTS. Selain itu, aku juga tanya ke teman-teman kuliah yang mayoritas k-pop semua jadi ditanya-tanyakan begitu," ujar Nanda.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Nanda tidak hanya mendapatkan cerita atau informasi kisah hidup tentang Idol (BTS) saja. Nanda bahkan menggunakan media sosial untuk mencari tahu merchandise dari BTS baik merchandise official maupun non official. Dan untuk mengonsumsi merchandise sudah menjadi hal yang biasa bagi penggemar. Karena dengan mengonsumsi merchandise mereka merasa bagian dari penggemar BTS.
Nanda yang mengonsumsi beberapa merchandise official maupun non official seperti photo card, album, lighstick, dan masih banyak koleksi lainnya.
Merchandise BTS diambil dari Whatsapp, Senin (02/01/23). Foto: Nirva Ragil Saputri/kumparan
Di sini menjelaskan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi membeli barang atau produk berdasarkan nilai guna tetapi berdasarkan tanda yang ada pada produk tersebut, ini sama halnya dengan Nanda yang membeli produk tersebut karena adanya BTS.
ADVERTISEMENT
“Ya awalnya karena kaya berhubungan dengan idol begitu, aku punya barang yang ini terus bisa pamer kalau lagi kumpul-kumpul atau fanmeet atau bisa mainan lightstik bersama atau mendengar lagu bersama terus kalau kaya album begitu suka saja koleksi album buat di pajang di lemari, " ujar Nanda.
Hal ini menunjukkan terdapat perubahan perilaku menjadi fanatisme yang diawali oleh ketertarikan diri terhadap boy band (unsur budaya), melibatkan diri dalam komunitas secara kolektif, menunjukkan kesetiaan diri dengan memberikan dukungan perilaku konsumtif dan gaya hidup menonton konser, kerelaan penggunaan sejumlah dana secara finansial, serta keterlibatan emosional di dalamnya.