Konten dari Pengguna

Coffee Shop Jadi Tongkrongan Wajib, Positif atau Negatif?

Faizatunnisa AR Gonibala
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3 Januari 2022 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faizatunnisa AR Gonibala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nongkrong di coffee shop bersama teman maupun sekedar "nugas" telah menjadi kebiasaan baru bagi anak muda (foto : UMY/Faizatunnisa)
zoom-in-whitePerbesar
Nongkrong di coffee shop bersama teman maupun sekedar "nugas" telah menjadi kebiasaan baru bagi anak muda (foto : UMY/Faizatunnisa)

Kedai kopi atau coffee shop telah menjadi tempat yang tak kalah populer dengan tempat wisata.

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ADVERTISEMENT
Saat ini coffee shop tidak hanya menyediakan kopi namun juga minuman signature yang bisa dinikmati oleh siapa pun yang tidak gemar dengan kopi namun tetap ingin “nongkrong” dan menikmati atmosfer coffee shop. Beberapa dari mereka bahkan hanya datang ke coffee shop karena tata letak ruangan dan interior yang indah dan rapi alias estetik. Hal tersebut menjadikan tren nongkrong di coffee shop seakan menjadi wajib di kalangan anak muda saat ini.
Maraknya tren nongkrong di coffee shop ini tentunya dipengaruhi oleh beberapa hal yang saling berkaitan. Namun yang paling berpengaruh adalah faktor internal pada diri remaja/pemuda itu sendiri. Remaja/anak muda adalah kelompok orang yang sedang “haus” akan pembuktian diri dalam lingkup sosial dan komunitasnya. Dengan bersosialisasi dalam komunitasnya, mereka mampu untuk unjuk diri dalam berbagai hal. Pembuktian diri ini dipahami sebagai bentuk tuntutan globalisasi yang berdampak signifikan terhadap cara hidup masyarakat terkhusus anak muda. Salah satu media pembuktian diri saat ini adalah dengan nongkrong di kafe bersama orang-orang tertentu.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, budaya coffee shop merupakan budaya luar yang terbawa ke Indonesia melalui berbagai media hasil perkembangan teknologi saat ini. Mulai dari film, reality show, video musik dan sebagainya telah menjadi sumber inspirasi ide budaya nongkrong di coffee shop. Budaya luar ini kemudian menjadi sesuatu yang dianggap “keren” oleh remaja kebanyakan dan mereka berbondong-bondong mengikuti budaya tersebut sebagai bentuk aktualisasi dirinya. Tahap pencarian identitas pada remaja membuat remaja menjadi dekat dengan gaya hidup tertentu. Tak jarang kemudian gaya hidup ini mendasari perilaku konsumen kaum muda. Hal ini dimanfaatkan oleh produsen dan pemasar untuk memasarkan bisnisnya, seperti fenomena bergesernya fungsi coffee shop yang kini tidak hanya menyediakan kopi, tetapi juga menjual gaya hidup yang digemari oleh golongan muda (Herlyana : 2012).
ADVERTISEMENT
Salendra (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Coffee Shop as a Media for Self Actualization Today’s Youth berupaya memperlihatkan bahwa media aktualisasi diri remaja saat ini adalah budaya nongkrong di kafe atau kedai kopi. Bentuk aktualisasi diri remaja yang dilakukan saat berada di kafe atau kedai kopi dapat berupa macam-macam hal, salah satunya dengan mengunggah status atau foto saat berada di coffee shop di berbagai media sosial mereka sehingga akan diketahui oleh banyak orang.
Menurut International Coffee Organization (ICO) selama lima tahun terakhir angka konsumsi kopi di Indonesia terus mengalami kenaikan. Selain itu, perilaku “ikut-ikutan” yang disebabkan oleh pengaruh gaya hidup anak muda pun menyebabkan permintaan pasar terhadap keberadaan coffee shop meningkat drastis. Melihat hal-hal tersebut, bisa dipastikan bahwa akan makin banyak inovasi yang dilakukan oleh para pebisnis coffee shop untuk mempertahankan eksistensinya di tengah maraknya persaingan antara kedai kopi di Indonesia. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan jika akan muncul tren-tren baru yang berawal dari tradisi nongkrong saat ini.
ADVERTISEMENT
Namun sama seperti produk globalisasi lainnya, tren budaya baru nongkrong di coffee shop ini juga memiliki dampak tertentu. Jika dilihat dari kacamata ekonomi, peningkatan konsumsi kopi dan juga maraknya coffee shop di Indonesia dapat diambil sebagai dampak positif dari tren nongkrong ini. Hal ini dapat membantu menaikan tingkat perekonomian di Indonesia dilihat dari makin banyaknya permintaan pengadaan coffee shop maupun kopi murni. Dilansir dari website katadata.co.id diperoleh informasi bahwa berdasarkan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian konsumsi kopi nasional, konsumsi kopi Indonesia sepanjang periode 2016-2021 diprediksi tumbuh rata-rata 8,22% per tahun. Selain itu, fakta bahwa suasana coffee shop membuat diri kita nyaman juga tidak bisa dilupakan. Coffee shop akan menjadi pilihan yang tepat untuk bersantai.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, jika kita melihat dari sudut pandang sosial, dampak negatif yang ditimbulkan juga tak main-main. Budaya ini dapat menjadi penyebab timbulnya perilaku hedonisme pada anak muda. Hedonisme timbul akibat perilaku konsumtif terus-menerus yang dilakukan saat sedang berada di “tongkrongan”. Kebiasaan nongkrong dan menghabiskan waktu berkumpul dengan teman-teman juga berpotensi membuat remaja melupakan tugas-tugas dan kewajibannya.
Semua dampak negatif dan positif yang ada dapat kita kendalikan jika mampu menganalisa sumber masalah dan mencari jalan keluar atau solusi dari permasalahan tersebut. Melarang kaum muda untuk bercengkrama dengan teman-temannya di sebuat tempat yang mereka anggap nyaman bukan merupakan hal yang tepat. Jalan tengah yang dapat diambil adalah dengan tidak berlebihan, nongkrong secukupnya, dan tetap melaksanakan kewajiban yang harus ditunaikan.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Herlyana, Elly, 2012, Fenomena Coffee Shop Sebagai Gejala Gaya Hidup Baru Kaum Muda, Thaqafiyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012
Salendra, 2014, Coffee Shop as a Media for Self Actualization Today’s Youth, The Messenger, Volume VI, Nomor 2, Juli 2014