Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Nilai Dalam Lakon Wayang Purwa Mahabharata
17 Desember 2022 14:49 WIB
Tulisan dari Anisa Catherine tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di dalam masayarakat Indonesia, wayang sudah dianggap sebagai produk kebudayaan, serta memiliki nilai-nilai filosofi yang kental di dalamnya. Tidak sedikit masyarakat Indonesia, terutama masyarakat suku Jawa mempercayai dan mengimplementasikan nilai-nilai filosofi pewayangan di dalam kehidupan mereka. Selaras pada pendapat N. Riantiarno dalam bukunya, mengemukakan bahwa kisah Mahabharata di masa-masa awal versi India maupun Jawa bertumpu pada ajaran Hindu, yakni para dewa adalah penguasa takdir manusia. Ketika Islam masuk ke pulau Jawa, isi dan karakter kisah mengalami berbagai perubahan. Terjadi perpaduan konsep humanitas yang menyatu dan harmonis.
ADVERTISEMENT
Namun, ajaran moral Jawa menjadi intisari kisah, baik pakem, carangan, maupun sempalan. Dimana pewayangan yang berada dalam pulau Jawa zaman dulu mengalami perubahan sehingga yang kita ketahui ialah pewayangan modern. Namun, tidak sedikit kisah pewayangan pada zaman Hindu diangkat kembali melalui arsip-arsip kuno aksara Jawa. Para peneliti aksara Jawa mengembalikan kisah pewayangan yang dahulu sempat ada di zaman Hindu menjadi kembali sebab arsip-arsip tulisan cerita pewayangan di zaman itu dikembalikan lagi.
Wayang merupakan sebuah seni pertunjukan tradisional yang lahir sejak masa prasejarah di Nusantara banyaknya cerita atau lakon-lakon pewayangan pada zaman itu, menjadikan pewayangan semakin terkenal dan adanya nilai-nilai filosofi yang disampaikan kepada masyarakat mulai dari segi kehidupan, spiritual dan pendidikan. Itulah mengapa masyarakat banyak mengambil nilai filosofi dalam lakon-lakon pewayangan, sebab adanya nilai-nilai kehidupan yang ditiru dan diterapkan dari lakon Mahabharata dari segi kebijaksanaan dalam kehidupan. Bagi sosok ksatria tentu saja tidak luput dari adanya kebijaksanaan di dalam dirinya, sebab bagi ksatria bisa bersikap bijak jika menentukan langkah atau tindakan untuk mencapai suatu kemenangan. Melalui cerita Mahabharata masyarakat Jawa beranggapan bahwa kehidupan yang dijalani harus sesuai dengan apa yang berada di dalam cerita pewayangan. Pewayangan sendiri memiliki unsur-unsur yang sangat kental dalam membuat pengaruh di dalam kehidupan jika kita mengerti alur cerita dari pewayangan.
ADVERTISEMENT
Adapun cerita pewayangan pada zaman dahulu yang mengangkat nilai-nilai di dalam kehidupan yaitu kisah Mahabharata. Kisah Mahabharata adalah salah satu dari dua wiracarita besar India Kuno yang ditulis dalam bahasa Sanskerta, yang satunya lagi adalah Ramayana. Mahabharata menceritakan kisah perang antara Pandawa dan Korawa memperebutkan takhta Hastinapur. Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu, kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu.
Jika ditinjau berdasarkan sejarah, dalam jagat pewayangan, jalan hidup dewa-dewa penguasa nasib para wayang, ternyata diatur juga oleh garis takdir Tuhan Yang Maha Esa. Pakem lakon yang dianut sejak zaman Wali Sanga. Sebelumnya, raja-raja Jawa Hindu telah berusaha menyadur lakon wayang lewat berbagai cara. Upaya penyaduran mengundang niat agar kisah wayang bisa lebih intim dengan masyarakatnya dan jadi khazanah susastra milik sendiri. Penyanduran, dimulai sejak raja-raja Dinasti Mpoe Sendok (sekitar tahun 900-1200), oleh Mpoe Sedah dan Mpoe Panoeloeh.
ADVERTISEMENT
Mahabarata digubah Vyasa sekitar 500 tahun sebelum Masehi. Sezaman dengan kitab Aranyaks dan Puranas. Mahabarata Jawa kuna, bersumber dari karya Vyasa. Tak bisa dipungkiri, tokoh-tokoh baru bermunculan. Terjadi berbagai pengembangan dan perubahan. Bahkan kisah serta jalan pikiran lokal pun masuk, sehingga isi dan sosok Mahabharata, akhirnya menjadi “sangat Jawa”. Di zaman Majapahit, terjadi pula upaya penyanduran seperti itu oleh para Empu.
Dalam Mahabharata terdapat banyak tokoh, salah satunya Karna, seorang tragic hero yang berperang melawan saudaranya sendiri, Pandawa, dalam peperangan di Kukukshetra dengan memihak Kaurawa. Tragic hero merupakan karakter dalam tragedi dramatis yang memiliki sifat bajik dan simpatik tetapi akhirnya bertemu dengan penderitaan atau kekalahan. Dalam Mahabharata banyak tokoh-tokoh yang berperan dalam kehidupan yang bisa menjadi acuan kehidupan. Jalan yang ditempuh Karna dalam menjalani hidup identik dengan jalan yang ditempuh oleh manusia yang hidup sesuai dharmanya dalam alam semesta milik Sang Pencipta.
ADVERTISEMENT
Dilema yang dihadapi Karna adalah konflik yang muncul dalam diri manusia ketika ia terbelah antara pengabdiannya kepada sahabat yang ia kagumi dan adharma yang dihasilkan dari kasih sayang itu. Namun, kepahlawanan Karna tidak hanya berasal dari pengabdiannya yang tulus kepada Korawa, tetapi juga dari perjalanan hidup dan pilihannya, yang merupakan tanda bahwa manusia dapat belajar hidup sesuai dengan dharma, sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Perjalanan hidup Karna dan pilihan-pilihannya merupakan tanda bahwa manusia bisa belajar hidup sesuai dengan dharma, sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Oleh sebab itu cerita pewayangan tidak terlepas dari aspek-aspek realita kehidupan zaman dahulu dan zaman sekarang.
Sebab pada zaman dahulu apa yang dilakukan di zaman itu, di zaman sekarang juga ada. Kisah Mahabharata mengajarkan kita untuk memiliki hidup yang berkualitas dan tidak asal gegabah menjadi mahluk hidup. Karena pada dasarnya nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam pewayangan memberikan kita pelajaran yang sangat berharga. Cerita pewayangan Jawa memiliki nilai yang penting untuk kita tiru di zaman sekarang.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa wayang adalah karya sastra yang menampilkan penggambaran penokohan atau tokoh serta pernyataan fasih dalam setiap pementasannya. Wayang dipentaskan di Indonesia khususnya pulau Jawa. Pembicaraan yang terjadi antara tokoh-tokoh dalam pertunjukan wayang dan peristiwa pergeseran dalam lakon-lakon yang disuguhkan dapat menjadi inspirasi bagi tuturan kepahlawanan pementasan tersebut. Unggah-ungguh basa (kesopanan dalam berbicara), subasita (perilaku atau tata krama), dan pesan moral yang disampaikan dalam bentuk tuturan yang luhur. Identitas karakter seperti yang digambarkan dalam wayang diperhitungkan saat mengklasifikasikan karakter dalam cerita. Pada pewayang di dalam narasi cerita tersebut memiliki karakter yang memiliki kualitas yang mengagumkan, baik protagonis maupun antagonis; protagonis (karakter baik), penjahat (antagonis), karakter di tengah (tritagonis), dan pemeran pendukung lainnya.
ADVERTISEMENT