Konten dari Pengguna

Krisis Identitas: Penyakit Umum Anak Muda, Benarkah?

Nisrina Fathiya Hanifah
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Brawijaya
4 Desember 2021 18:11 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nisrina Fathiya Hanifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi krisis identitas. Foto: Pixabay - anemone123
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi krisis identitas. Foto: Pixabay - anemone123

Siapakah kamu? Pernahkah kamu menanyakan hal itu pada diri sendiri? Atau, pernahkah kamu merasa tidak memiliki tujuan hidup?Seolah-olah terjatuh dan menolak untuk bangkit saat berlari dalam kompetisi maraton, padahal garis finis tinggal beberapa langkah lagi. Jika pernah mengalaminya, mungkin saja kamu terjebak dalam krisis identitas (identity crisis). Lalu, tahukah kamu apa itu krisis identitas?

ADVERTISEMENT
Krisis identitas diri adalah suatu masa di mana seorang individu yang berada pada tahap perkembangan remaja. Pada saat itu, remaja memiliki sikap untuk mencari identitas dirinya. Siapa dirinya sekarang dan di masa yang akan datang (Hidayah & Huriati, 2016). Krisis identitas pada remaja diketahui sebagai fase yang biasa terjadi menjelang usia dewasa atau yang disebut sebagai masa peralihan. Pada masa itu remaja mengkhawatirkan masa depan berupa kegagalan yang menjadi masalah serius dalam pengambilan keputusan. Mereka secara langsung terlibat dalam proses pendewasaan yang ekstrem. Remaja harus mempertimbangkan pilihan yang akan berdampak terhadap masa depan mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, krisis identitas dikaitkan dengan pencarian jati diri. Remaja akhir memiliki optimisme yang kuat terhadap masa depannya. Namun, terkadang mereka juga tidak siap dengan kegagalan. Pada awalnya, krisis identitas ditemukan oleh Erik Erikson yang percaya bahwa krisis identitas ini merupakan bagian dalam masalah kepribadian yang sering dihadapi manusia. Pencarian jati diri pada remaja kerap memunculkan pertanyaan seputar tujuan hidup mereka. Itu kenapa remaja dipandang sebagai pribadi yang nekat dan tidak berpikir panjang dalam mengambil keputusan. Karena remaja sendiri tidak memiliki banyak pengalaman mengenai hidup, sehingga mereka juga belum menemukan identitas diri mereka yang sebenarnya.
Pada anak muda sendiri, krisis identitas biasa muncul di masa akhir remaja. Pada saat itu, remaja harus menentukan tujuan hidup mereka setelah lulus dari sekolah. Mereka harus memutuskan akan pergi bekerja atau melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Remaja kerap dihadapkan dengan pilihan yang sulit, apalagi jika memiliki keterbatasan finansial. Banyak anak muda yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi karena terkendala masalah biaya harus mengurungkan keinginannya. Akhirnya mereka kehilangan tujuan hidup dan harus dipaksa menerima keadaan. Hal itulah yang menimbulkan pergolakan batin dalam diri mereka. Dari situ remaja pun merasa putus asa akan masa depan, seolah-olah kesuksesan tidak dapat diraih jika tidak berkuliah.
ADVERTISEMENT
Remaja yang akan melanjutkan pendidikan ke bangku perkuliahan dibingungkan dengan pertanyaan mengenai tujuan hidup mereka berkuliah atau mengenai passion mereka yang sebenarnya. Banyak di antara mereka dipaksa oleh orang tua mengenai jurusan yang ingin diambil. Dan beberapa lagi kemungkinan belum memiliki gambaran mengenai masa depan. Anak muda yang optimis berkuliah terhalang dikarenakan ketidaksiapan mental maupun emosional yang menghambat. Mereka juga memiliki ekspektasi serta idealisme yang tinggi sebagai dewasa muda yang baru.
Berbicara mengenai kegagalan, banyak anak muda yang tidak siap dengan hal tersebut. Sehingga mereka terpuruk oleh keadaan yang tidak bisa mereka ubah. Ketakutan akan masa depan mulai menghantui dikarenakan tidak ada perencanaan yang matang. Mereka memaksakan kehendak untuk tetap berkuliah, tanpa memedulikan passion mereka yang sebenarnya, dengan alasan malu kepada teman sebaya dan takut menyesal karena tidak mengambil langkah yang tepat. Ketika menjalani dunia perkuliahan akhirnya mereka terjebak dengan pernyataan ‘salah jurusan’ yang sebenarnya mereka sendirilah yang mengawali permasalahan tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, di sisi lain kegagalan menjadi pengalaman yang berharga bagi mereka. Dalam prosesnya, anak muda juga menemukan jati diri mereka yang sebenarnya. Ketika mengalami kegagalan akhirnya mereka tersadar, kemudian mulai menggali kemampuan diri sehingga mengetahui dengan jelas potensi dan bakat yang dimiliki sebenarnya, yang merupakan solusi dari kebingungan identitas diri yang mereka rasakan. Selain itu, anak muda juga harus memikirkan keputusan yang mereka ambil dengan matang dan tidak terburu-buru.
Erik H. Erikson menyatakan bahwa pencarian identitas sebenarnya telah dimulai sejak masa bayi, tepatnya saat anak mulai mengenal pengasuhnya dan terus berlanjut hingga masa dewasa (Anindyati, dikutip dalam Santrock, 2007). Pernyataan itu menandakan bahwa orang tualah yang bertugas untuk membentuk identitas dalam diri seorang anak, sehingga ketika beranjak dewasa, anak tidak kehilangan identitas dirinya. Namun, terkadang orang tua mengabaikan hal tersebut, dan kemudian anak tumbuh tanpa tahu bakat dan keinginannya.
ADVERTISEMENT
Belum terlambat untuk menemani anak untuk mencari identitas dirinya. Itulah pentingnya pengarahan dari orang tua di fase peralihan tersebut, karena menjadi orang dewasa adalah pengalaman baru bagi anak. Orang tua dapat mengarahkan dengan cara membimbing remaja untuk menentukan rencana hidup dengan berdiskusi mengenai keinginan putra-putri mereka. Untuk itu diharapkan orang tua dan anak terbuka mengenai hal tersebut dan tidak bersikap egois dengan idealisme masing-masing.
Jadi, pengenalan identitas diri dapat dilakukan sedini mungkin sehingga anak tumbuh dengan identitas yang kuat dan memiliki arah hidup yang jelas. Anak muda harus siap untuk gagal sebagai pondasi awal mereka untuk mengejar mimpi yang lebih besar. Pentingnya membentuk identitas diri juga akan melindungi mereka dari kehilangan arah hidup. Krisis identitas sendiri dapat diibaratkan sebagai penyakit kronis yang tidak kunjung sembuh apabila tidak ditangani dengan tepat. Untuk itulah diperlukan pengarahan bagi anak muda untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam diri, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Hidayah & Huriati. (2016). Krisis Identitas Pada Remaja, 10(1), 51.
Diananda, Amita. (2018). Psikologi Remaja dan Permasalahannya. 1(1). 118-119.
Yuliati, Nanik. (2012). Krisis Identitas Sebagai Problem Psikososial Remaja. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.
Anindyajati, Paramitha Dhatu. (2013). Status Identias Remaja Akhir: Hubungannya Dengan Gaya Pengasuhan Orang Tua dan Tingkat Kenakalan Remaja. 1(2).