Konten dari Pengguna

Dilema Etis PTN-BH dan Kenaikan Biaya Pendidikan

Nisrina Salwa Dhuha
Saya seorang mahasiswa semester 4 yang sedang belajar di Program Studi Jurnalistik Fikom Unpad
4 Juli 2024 15:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nisrina Salwa Dhuha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
biaya pendidikan anak Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
biaya pendidikan anak Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dari waktu ke waktu, pendidikan dilihat sebagai investasi bagi sebuah bangsa, sebuah kunci untuk membuka berbagai peluang masa depan negara. Belakangan ini, isu Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH), universitas negeri yang beroperasi sebagai badan hukum, dan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi telah memicu perdebatan yang meluas.
ADVERTISEMENT
Isu ini tidak hanya berdampak pada mahasiswa dan keluarga mereka, tetapi juga menimbulkan pertanyaan etis yang signifikan tentang tujuan dan aksesibilitas pendidikan tinggi di negara kita.
Status PTN-BH memberikan universitas kesempatan untuk mengelola keuangan secara mandiri, berkecimpung dalam dunia bisnis, dan dianggap memberikan ruang lebih luas untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan pendapatan. Dalam tujuan diadakannya status PTN-BH, hal ini tampak seperti perkembangan yang positif. Universitas terlihat menawarkan janji fasilitas yang lebih baik, lebih banyak kesempatan penelitian, dan kualitas pendidikan yang lebih tinggi.
Namun, disisi lain, kebijakan ini berpotensi memprioritaskan keuntungan di atas pendidikan, salah satunya adalah peningkatan biaya pendidikan atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang membebani mahasiswa dan keluarga mereka.
ADVERTISEMENT
Kenaikan UKT telah dibenarkan oleh Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Prof Tjitjik Sri Tjahjandarie PhD yang menegaskan bahwa kebijakan tersebut diterapkan untuk menjamin pemerataan bantuan bagi mahasiswa kurang mampu, hal tersebut disampaikannya pada DetikEdu, (21/05).
Kenaikan UKT yang digadang sebagai bantuan bagi mahasiswa dengan kelas sosial rendah, nyatanya malah berdampak pada menipisnya kesempatan bagi mahasiswa berpenghasilan rendah untuk mengejar pendidikan tinggi. Hal ini tidak hanya memperburuk kesenjangan sosial, tetapi juga merusak prinsip bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Kegaduhan lain yang ditimbulkan oleh adanya kebijakan PTN-BH adalah adanya sistem pinjaman atau utang bagi mahasiswa yang kesulitan membayar UKT. Seperti yang terjadi pada Institut Teknologi Bandung.
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun lalu, ITB menawarkan sistem pinjaman online sebagai solusi mahasiswanya yang kesulitan membayar UKT, dengan pilihan lain yang diberikan adalah pengambilan cuti hingga bisa membayar tunggakan.
Mengutip BBC, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto menyebutkan sistem tersebut menguntungkan mahasiswa karena mendapat kemudahan dalam membayar uang kuliah sesuai dengan kemampuan. Sungguh tanggapan yang bijaksana dari universitas yang dikenal sebagai “institut terbaik bangsa”.
Beberapa hal tersebut, menunjukkan adanya komersialisasi pendidikan yang menimbulkan masalah etika. Universitas, terutama yang dimiliki oleh negara, memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan bagi publik.
Ketika keuntungan pendapatan menjadi tujuan utama, ada risiko bahwa misi utama pendidikan—untuk mendidik dan memberdayakan—dikompromikan. Pergeseran tujuan universitas ini mengarah pada situasi program akademik dan prioritas penelitian didasarkan pada mana kegiatan yang keuntungannya lebih besar. Padahal, pendidikan merupakan kebutuhan bangsa yang akan menjadi pondasi bagi masa depan negara.
ADVERTISEMENT
Pemerintah memiliki peran penting dalam seluruh fenomena pendidikan ini. Pendanaan bagi universitas dan pendidikan harus memadai untuk memastikan bahwa universitas dapat menyediakan pendidikan berkualitas tinggi tanpa harus membebani mahasiswa dengan menaikkan biaya kuliah.
Para pembuat kebijakan harus menyadari manfaat jangka panjang dari investasi di bidang pendidikan dan mengambil langkah-langkah untuk memberikan dukungan finansial yang memadai kepada universitas negeri.
Kebijakan PTN-BH nyatanya merupakan angin segar bagi universitas dan merupakan bayangan buruk bagi mahasiswa. Transisi PTN menjadi PTN-BH dan kenaikan UKT juga menimbulkan dilema etika yang kompleks. Meskipun dalam tujuannya, kebijakan keuangan tersebut memberikan janji meningkatkan kualitas pendidikan, hal ini perlu ditinjau kembali agar tidak mengorbankan aksesibilitas dan pemerataan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan merupakan kebutuhan bangsa. Pemerintah, Universitas, dan masyarakat perlu dan harus bekerja sama dalam menemukan keseimbangan yang menjunjung tinggi integritas pendidikan tinggi sekaligus memastikan bahwa pendidikan tinggi tetap dapat dijangkau oleh semua calon mahasiswa karena masa depan negara Indonesia bergantung pada akses pendidikannya.