Konten dari Pengguna

Sawit Berkelanjutan: Menjawab Tantangan Emisi dan Menguatkan Ekonomi

Nita Safira
Government Public Relation at Directorate General of Treasury, Ministry of Finance ----- Economics Student at the Faculty of Economics and Business, University of Indonesia ----- Find me more in some of my posts at: medium.com/@nitasafira
28 Oktober 2024 14:59 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nita Safira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sawit Berkelanjutan (AI-generated image by ChatGPT, OpenAI)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sawit Berkelanjutan (AI-generated image by ChatGPT, OpenAI)
ADVERTISEMENT
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam upayanya mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Sebagai negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, pemerintah telah memperkuat peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam mendukung transisi menuju energi hijau. Melalui beberapa program sawit berkelanjutan seperti kebijakan biodiesel, potensi perdagangan karbon, dan program peremajaan, BPDPKS berupaya mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan penurunan emisi karbon. Upaya ini tidak hanya menjawab tantangan lingkungan, tetapi juga membuka jalan bagi Indonesia untuk terus menjadi pemain utama dalam ekonomi hijau dunia serta mendorong penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Biodiesel dari Sawit untuk Menurunkan Emisi
Kebijakan mandatori biodiesel yang dijalankan oleh BPDPKS telah menunjukkan dampak signifikan dalam menurunkan emisi. Dengan menerapkan campuran biodiesel B35, penggunaan minyak sawit dalam bahan bakar nasional telah meningkatkan pengurangan emisi CO₂ sebesar 24,6 juta ton pada 2021, yang setara dengan sekitar 7,8% dari target energi terbarukan dalam energi bauran 2030 Indonesia. Selain itu, biodiesel yang berasal dari sawit memungkinkan Indonesia mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang sangat penting dalam menghadapi krisis energi global yang terus meningkat.
Selama produksi minyak kelapa sawit mentah, dihasilkan produk sampingan cair yang disebut limbah pabrik kelapa sawit (POME). POME dianggap sebagai penyumbang perubahan iklim global karena biogas, yang sebagian besar terdiri dari metana, terbentuk secara alami saat terurai tanpa adanya oksigen. Dikutip dari World Economic Forum, minyak ampas kelapa sawit, istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan minyak sisa dari POME, merupakan bahan baku alternatif untuk produksi biodiesel dan minyak sayur terhidrogenasi (HVO), yang merupakan alternatif solar yang sepenuhnya terbarukan. Lebih jauh lagi, minyak POME dianggap sebagai minyak murah berkualitas rendah, dan juga diklasifikasikan sebagai bahan yang memenuhi syarat untuk penghitungan ganda penghematan gas rumah kaca berdasarkan Arahan Energi Terbarukan (RED) II UE.
ADVERTISEMENT
Dengan pertumbuhan permintaan biodiesel secara global, kebijakan ini juga membantu menjaga kestabilan harga minyak sawit dalam negeri, yang berdampak positif pada pendapatan petani dan pelaku usaha. BPDPKS juga menjalin kerja sama dengan negara-negara penghasil sawit lainnya untuk mengadvokasi manfaat biodiesel berbahan dasar sawit, sehingga dapat memperluas penerimaan internasional terhadap sawit sebagai bahan bakar berkelanjutan.
Potensi Perdagangan Karbon di Industri Kelapa Sawit
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan sawit berkelanjutan yang mampu menjawab tantangan emisi dan menguatkan ekonomi, perdagangan karbon menjadi salah satu langkah strategis mendukung target Net Zero Emission (NZE). Pengembangan pasar karbon domestik memungkinkan perusahaan sawit menjual kredit karbon untuk mengompensasi emisi mereka, sekaligus menciptakan potensi pemasukan baru bagi negara. Dengan memanfaatkan biogas dari limbah kelapa sawit, industri sawit Indonesia dapat mengurangi emisi metana, gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat dibanding CO₂. Upaya ini membuat pabrik-pabrik sawit yang menggunakan biogas semakin mendekati status net zero (World Economic Forum, 2023).
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Pemerintah melalui BPDPKS turut mendukung keberlanjutan perkebunan sawit melalui penerapan teknologi dan standar produksi, termasuk sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Dengan teknologi yang memungkinkan penghitungan karbon secara akurat, BPDPKS memastikan transparansi dan ketertelusuran emisi di seluruh rantai pasokan sawit. Selain itu, pengembangan pasar karbon ini bertujuan menarik investasi internasional yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga memperkuat komitmen Indonesia terhadap mitigasi iklim global.
Peran Peremajaan Kebun dalam Mengurangi Emisi
Dalam upaya mewujudkan sawit berkelanjutan yang mampu menjawab tantangan emisi dan menguatkan ekonomi, BPDPKS menjalankan program peremajaan atau replanting kebun sawit. Program ini tidak hanya meningkatkan produktivitas perkebunan, tetapi juga berperan penting dalam penyerapan karbon. Kebun sawit yang diperemajakan memiliki kapasitas penyerapan karbon lebih tinggi dibandingkan pohon tua. Sejak 2022, lebih dari 180 ribu hektar kebun sawit rakyat telah diremajakan, dan angka ini ditargetkan mencapai 500 ribu hektar pada 2025. Dampaknya positif bagi lingkungan dan kesejahteraan petani, yang juga mendapatkan dukungan finansial untuk menerapkan teknik agrikultur modern.
ADVERTISEMENT
Program replanting ini juga sejalan dengan kebijakan moratorium deforestasi Indonesia yang bertujuan melindungi hutan primer dan lahan gambut. Dengan demikian, program ini mampu mengurangi risiko ekspansi lahan baru yang dapat menyebabkan deforestasi, salah satu penyumbang utama emisi karbon di Indonesia. Selain itu, peremajaan perkebunan dapat meningkatkan hasil panen, yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan mengurangi tekanan untuk membuka lahan baru.
Kontribusi Langsung BPDPKS Terhadap Penerimaan Negara
Sebagai penggerak ekonomi dan pendukung sawit berkelanjutan, BPDPKS juga memberikan kontribusi nyata terhadap penerimaan negara melalui dana yang dikumpulkan dari ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Pada tahun 2023, realisasi nilai pungutan dari ekspor mencapai Rp32.421,83 miliar, dengan persentase realisasi penerimaan mencapai 106,92%, angka ini melebihi target pendapatan Dana PNBP Kelapa Sawit sebesar Rp30.324 miliar. Dana tersebut dialokasikan untuk program-program strategis seperti subsidi biodiesel, peremajaan kebun, dan riset energi terbarukan. (Sumber: Laporan Kinerja BPDPKS 2023)
ADVERTISEMENT
Pendapatan dari pasar karbon diharapkan menjadi tambahan sumber penerimaan negara dalam beberapa tahun ke depan. BPDPKS menargetkan implementasi perdagangan karbon yang efisien dan terintegrasi dengan standar internasional sehingga bisa menarik pembeli kredit karbon dari luar negeri. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon di Asia, di mana BPDPKS diharapkan menjadi pionir dalam mempromosikan karbon sawit sebagai produk komersial yang menguntungkan.
Tantangan dalam Penerapan Kebijakan NZE di Sektor Sawit
Di balik berbagai pencapaian, masih terdapat tantangan dalam implementasi kebijakan NZE di sektor sawit. Salah satu tantangan utamanya adalah memastikan praktik keberlanjutan diterapkan secara konsisten, terutama di tingkat petani kecil yang mengelola sebagian besar perkebunan sawit. Edukasi dan penyediaan teknologi yang mendukung penerapan praktik berkelanjutan menjadi salah satu langkah penting yang perlu didukung oleh BPDPKS dan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tantangan lain adalah menjaga keberlanjutan sumber daya tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalui BPDPKS juga harus memastikan bahwa ekspansi perkebunan sawit tetap sesuai dengan prinsip konservasi, serta memperhatikan dampak sosial bagi masyarakat sekitar. Kesuksesan ini akan tergantung pada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat internasional dalam mempromosikan keberlanjutan di sektor sawit.
Sebagai badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit, BPDPKS memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung upaya Indonesia mencapai Net Zero Emission. Dengan mengembangkan kebijakan biodiesel, memperluas pasar karbon, dan mengimplementasikan program peremajaan perkebunan, BPDPKS tidak hanya berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca, tetapi juga mendukung penerimaan negara secara signifikan. Melalui pendekatan berkelanjutan yang terintegrasi dengan program nasional dan standar internasional, BPDPKS menjadi pilar penting dalam perekonomian hijau dan menjaga daya saing industri sawit Indonesia di kancah global. Komitmen ini bukan hanya langkah menuju keberlanjutan lingkungan tetapi juga menegaskan bahwa ekonomi dan ekologi dapat berjalan beriringan menuju masa depan yang lebih hijau dan sejahtera bagi seluruh bangsa.
ADVERTISEMENT