Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menavigasi Transportasi Baru: Legalitas Trem Otonom di IKN Masih Dipertanyakan
20 September 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Nita Laurencia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan di ibu kota baru, Ibu Kota Nusantara (IKN). Pada 17 Agustus 2024, peringatan HUT RI ke-79 di Istana Negara IKN tidak hanya menandai babak baru dalam sejarah bangsa, tetapi juga memamerkan kemajuan teknologi yang membentuk masa depan negeri. Perayaan ini cukup mencuri perhatian, bukan hanya karena simbolisnya pemindahan pusat pemerintahan, tetapi juga berkat hadirnya berbagai inovasi canggih yang membawa masyarakat langsung ke jantung kemajuan IKN. Di antara inovasi paling mencolok adalah Trem Otonom, yang mengajak publik menjelajahi pesona futuristik IKN dengan cara yang efisien dan ramah lingkungan
ADVERTISEMENT
Kehadiran Trem Otonom ini, meski memukau banyak pihak, juga memicu perdebatan sengit di khalayak ramai. Desainnya yang unik menimbulkan pertanyaan krusial: apakah moda transportasi ini harus dikategorikan sebagai bus atau kereta? Secara fisik, Trem Otonom menyerupai bus dan melaju di jalan raya, namun sistem pengendalian dan operasionalnya lebih mendekati kereta. Polemik ini bukan sekadar soal definisi, melainkan cerminan dari tantangan besar dalam mewadahi perencanaan dan implementasi teknologi canggih dengan regulasi yang ada. Ini membuka diskusi penting tentang bagaimana Indonesia dapat menyesuaikan kerangka hukum transportasinya agar selaras dengan inovasi, memastikan bahwa langkah menuju IKN yang modern tidak terhambat oleh aturan yang ketinggalan zaman.
Membedah Identitas Trem Otonom, Termasuk Bus atau Kereta?
ADVERTISEMENT
Trem Otonom atau Autonomous Rail-Rapid Transit (ART) ialah transportasi massal berbasis listrik yang bergerak di atas rel virtual (marka atau magnet) dengan roda karet. Mengandalkan sistem kendali otonom, kendaraan ini dilengkapi dengan sistem kontrol keselamatan dan persinyalan canggih. Kemampuan self-driving Trem Otonom didukung oleh kombinasi sensor, kamera, radar, dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, “AI”), yang memungkinkannya beroperasi tanpa campur tangan manusia. Meskipun Trem Otonom dapat dioperasikan tanpa pengendara, operator atau petugas tetap diperlukan untuk mengawasi dan menjaga keamanan operasional Trem Otonom. Hal ini pun telah diimplementasikan pada saat uji coba di Hari Kemerdekaan kemarin, operator tetap duduk di ruang kemudi untuk memantau sistem kendali otonom.
Untuk menentukan apakah Trem Otonom masuk kategori bus atau kereta, penting untuk meninjaunya dengan kacamata hukum yang jelas. Sejauh ini, Trem Otonom didefinisikan sebagai kereta yang bergerak di lajur rel virtual berupa marka jalan yang nantinya akan dibaca menggunakan sistem kamera dan Deteksi dan Pengukuran Cahaya (Light Detection and Ranging, “LIDAR”). Untuk menelaah lebih dalam, jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, kereta api didefinisikan sebagai sarana perkeretaapian yang bergerak di atas jalan rel. Sederhananya, kereta api adalah kendaraan yang hanya bisa beroperasi di atas rel. Sementara itu, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bus didefinisikan sebagai kendaraan bermotor yang mengangkut lebih dari delapan penumpang, termasuk pengemudi, dan tidak berjalan di atas rel. Intinya, perbedaan mendasar antara bus dan kereta terletak pada jalur operasinya: kereta selalu di rel, sedangkan bus tidak. Jadi, apakah Trem Otonom yang bergerak di atas rel virtual bisa dikategorikan sebagai salah satu dari keduanya?
ADVERTISEMENT
Jika kita hanya mendasarkan kategorisasi Trem Otonom pada regulasi yang ada dan menafsirkannya secara harfiah (letterlijk), Trem Otonom lebih tepat dikategorikan sebagai bus, mengingat fakta bahwa pengoperasian di IKN yang mengikuti jalur virtual di jalan raya, bukan di jalan rel. Selain itu, Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam Trayek membatasi bahwa mobil bus tempel memiliki panjang maksimal 18 meter, sedangkan Trem Otonom sejatinya mencapai 30 meter. Pembatasan panjang 18 meter tersebut dikondisikan dengan temuan di sejumlah jalanan Indonesia yang relatif lebih sempit, namun tidak jika di IKN. Akan tetapi, perbedaan ini belum cukup untuk mengakhiri perdebatan. Oleh karena itu, artikel ini akan mengkaji lebih dalam pengkategorian Trem Otonom, menelaah implikasinya dari berbagai perspektif—mulai dari aspek teknis hingga pembagian kewenangan dalam pengelolaan. Apakah Trem Otonom memang hanya sekadar bus yang lebih canggih, atau ada lebih banyak hal yang perlu dipertimbangkan?
ADVERTISEMENT
Investasi Besar di Depan Mata: Merebut Peluang, Siapa Pemegang Kendali Proyek Trem Otonom?
Dengan visi yang tercantum pada dokumen Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara sebagai smart sustainable forest city, ragam teknologi mutakhir akan diterapkan di IKN termasuk jaringan telekomunikasi berbasis AI, lengkap dengan keamanan siber, dan inovasi seperti Urban Air Vehicle serta sistem kendali otonom (Autonomous Driving System, "ADS"). Trem Otonom, sebagai wujud nyata dari teknologi sistem kendali otonom, tidak hanya menawarkan transportasi yang lebih mudah dan nyaman, tetapi juga berpotensi mengurangi kemacetan dan meningkatkan keamanan lalu lintas. Lebih dari itu, dengan menggunakan energi listrik bersumber dari baterai, Trem Otonom berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan menjadikannya sebagai elemen kunci dalam upaya IKN menuju kota hijau berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Masalah utama Trem Otonom terletak pada belum adanya regulasi resmi yang mengatur Trem Otonom, bahkan hingga saat teknologi ini sudah beroperasi di IKN dengan skema unjuk konsep/uji coba atau yang lazim dikenal dengan istilah Proof-of-Concept (PoC) pada bidang teknologi. Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital Otorita IKN, Prof. Mohammed Ali Berawi, mengungkapkan bahwa PoC ini akan berlangsung selama 2 (dua) bulan untuk menguji keandalan teknologi dan produk Trem Otonom. PoC ini menjadi langkah penting untuk menjembatani kemajuan teknologi dengan identifikasi kebutuhan regulasi yang lebih komprehensif. Hasil uji kelayakan ini akan menjadi dasar dalam perumusan rekomendasi kebijakan hukum dan petunjuk teknis. PoC Trem Otonom yang tengah dilakukan, bertujuan untuk membuktikan konsep kemampuan fungsional sarana terhadap ekosistem dan prasarana yang ada di IKN, termasuk yang disampaikan kepada publik.
ADVERTISEMENT
Proses PoC ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), untuk memastikan prasarana, sistem, dan sarana beroperasi dengan aman dan sesuai regulasi transportasi di Indonesia. Meskipun melibatkan banyak pihak, sejatinya pihak yg memiliki kewenangan utama untuk mengelola Trem Otonom di wilayah IKN saat ini adalah OIKN, mengingat seluruh proses PoC dan kerja sama berakar dari OIKN. Sementara itu, Kemenhub sebagai instansi pusat memiliki kewenangan untuk mengelola dari segi operasi persinyalan ataupun operasional di luar wilayah IKN melalui inisiasi pemerintah pusat dengan skema Buy the Service (BTS). Sejauh ini, PUPR membantu pembangunan prasarana layanan Trem Otonom ini sendiri, seperti halte, jalan raya, marka rel virtual, dan prasarana terkait. Pelibatan kementerian/lembaga pemerintahan terkait ini menjadi spesial, mengingat inisiatif operasional trem otonom yang menjadi salah satu pionir transportasi di tengah masa pembangunan Ibu Kota Nusantara. Namun kedepannya, adanya Peraturan Pemerintah (PP) 27/2023 tentang Kewenangan Otorita Ibu Kota Nusantara memberikan kekhususan OIKN sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah IKN dalam menetapkan penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan sistem transportasi. Sehingga, putusan definitif mengenai penerimaan, perencanaan, dan pengelolaan operasional Trem Otonom alangkah baiknya bersumber dari OIKN.
Meskipun Trem Otonom telah teruji secara teknis, tantangan utama kini adalah legalitasnya. Standar regulasi yang jelas sangat penting untuk memastikan dasar hukum dalam pengelolaannya. Saat ini, satu-satunya regulasi di Indonesia yang menyentuh Trem Otonom adalah Permenhub Nomor 76 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Transportasi Cerdas. Ketentuan itupun hanya menjabarkan definisi dasar dari kendaraan otonom dalam satu pasal saja. Hal ini masih membutuhkan regulasi/petunjuk teknis operasi kendaraan otonom. Kemenhub telah menyusun Naskah Akademik untuk pengaturan operasional Trem Otonom, namun hingga kini tindak lanjutnya masih tertunda dalam pembahasan Instruksi Presiden. Trem Otonom, yang kini beroperasi di Jalan Sumbu Kebangsaan di IKN dengan tiga gerbong dan kapasitas hingga 300 penumpang, adalah kendaraan sejenis kereta di Indonesia yang diuji coba tanpa rel—mengandalkan marka jalan dan daya baterai. Dengan kondisi ini, urgensi untuk menyusun regulasi yang komprehensif semakin mendesak, mulai dari aspek keamanan, pendanaan, pengisian daya, yang sejatinya terpusat pada landasan pengaturan dasar dan petunjuk teknis terkait.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, efisiensi operasional Trem Otonom masih memerlukan kajian mendalam, terutama dalam hal biaya pemeliharaan, dampak lingkungan, sosio-ekonomi, dan regulasi kebijakan. Pertama, dari sisi ekonomi dan performa, Trem Otonom menawarkan keuntungan biaya investasi dan operasional lebih murah jika dibandingkan dengan kereta konvensional, namun masih lebih mahal daripada bus perkotaan. Kendala utama yang dihadapi adalah belum adanya data faktual berdasarkan hasil uji di negara asal oleh pabrikan CRRC Sifang terkait train set yang diujicobakan. Saat ini, pengujian POC dilakukan dengan mencoba kecepatan operasional per-ritase serta ketahanan ban menopang trainset ART yang mempunyai bobot sebesar 54 ton. Hal ini menunjukkan bahwa Trem Otonom memerlukan trainset cadangan agar operasional dapat berlangsung secara bergantian tanpa mengganggu layanan. Evaluasi mendalam diperlukan untuk menentukan solusi efisien dalam pengelolaan waktu operasional dan biaya pemeliharaan, serta dapat digunakan sebagai pertimbangan investasi kelak, terlebih jika dibandingkan dengan investasi Bus Rapid Transit (BRT) Trunkline seperti TransJakarta ataupun BRT Medan dan Bandung yang menggunakan sistem Direct Service, menjanjikan investasi murah dengan cakupan layanan lebih besar dengan harga investasi yang sama dengan moda transportasi berbasis kereta ataupun trem otonom sekalipun.
ADVERTISEMENT
Kedua, dampak lingkungan Trem Otonom harus menjadi fokus utama. Seperti yang sudah dibahas pada paragraf sebelumnya, kendaraan ini menggunakan ban karet seperti bus konvensional namun dengan berat sarana yang lebih berat daripada bus gandeng biasa maupun bus maxi. Bobot sarana yang besar dapat mempercepat aus pada ban dan juga laju deformasi jalan. Hal ini akan dibuktikan pada masa kegiatan berlangsung. Jika terbukti mempunyai waktu aus yang lebih cepat, hal ini akan berkontribusi pada limbah ban yang masif dan berpotensi konflik terhadap komitmen IKN untuk menjadi kota ramah lingkungan. Selain itu, baterai lithium-ion yang digunakan juga dapat menimbulkan masalah karena sulit didaur ulang dan menambah limbah elektronik. Sumber listrik yang digunakan untuk pengisian daya juga perlu diperhatikan; penggunaan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Batubara–misalnya–akan meningkatkan polusi dan berlawanan dengan tujuan keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, masalah regulasi belum sepenuhnya teratasi. Trem Otonom saat ini dikelola oleh operator dari Tiongkok, yaitu Norinco dan CRRC, tanpa adanya lembaga pemerintah yang terlibat secara langsung dalam pengelolaannya. OIKN hanya memberikan layanan sementara dalam bentuk uji coba, dan keputusan mengenai pengelola resmi akan diambil setelah dilakukan kajian kelayakan sebagai dasar sah atau tidaknya suatu proyek dapat dilanjutkan atau tidak, dengan mempertimbangkan hasil dari tahap PoC. Dengan demikian, penting untuk segera mengembangkan regulasi yang komprehensif untuk menetapkan hak, kewajiban, dan pengelolaan Trem Otonom agar sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan kebutuhan operasional IKN. Terlebih, moda angkutan ini juga dapat dioperasikan tidak hanya di IKN, tetapi juga beberapa daerah potensial di Indonesia juga dapat menerapkan moda transportasi ini. Oleh karena itu, peran regulasi Trem Otonom menjadi sangat krusial demi kemajuan transportasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai aset berharga dengan potensi investasi tinggi, Trem Otonom menarik perhatian berbagai kementerian/lembaga pemerintahan yang berkeinginan untuk mengelolanya. Mengingat Trem Otonom saat ini baru beroperasi di jalan raya kawasan IKN, OIKN jelas memiliki peran penting dalam pengelolaannya. Namun, peran Kemenhub juga tak bisa diabaikan, mengingat sistem sinyal, beberapa fitur Trem Otonom, serta rekomendasi petunjuk teknis memerlukan integrasi dengan jaringan lebih lanjut. Kepemimpinan dalam pengelolaan Trem Otonom juga masih termasuk ke dalam area yang abu-abu. Saat ini, Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital OIKN bersama Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub mengelola kegiatan uji coba/unjuk konsep Trem Otonom. Namun, keabu-abuan mengenai pengelolaan ini sejatinya dapat membuka peluang bagi pihak lain, seperti Kementerian PUPR ataupun POLRI untuk turut berperan. Untuk memastikan pengelolaan yang efektif dan sesuai regulasi, perlu ada penetapan kewenangan yang jelas dalam waktu dekat.
Menavigasi Masa Depan Trem Otonom: Teknologi Baru, Risiko Baru, Jangan Sampai Jadi Masalah Baru.
ADVERTISEMENT
Trem Otonom merupakan inovasi canggih yang menawarkan solusi potensial terhadap kemacetan serta mendukung visi smart city dan green city di IKN. Teknologi berbasis AI ini diharapkan dapat mengoptimalkan pengoperasian dan mengurangi emisi karbon, sejalan dengan tujuan IKN untuk menjadi kota ramah lingkungan. Namun, sebagaimana telah dibahas, terdapat berbagai tantangan yang perlu diatasi. Mulai dari potensi dampak lingkungan, seperti limbah baterai dan penggantian ban yang intensif, hingga ketidakjelasan dalam tata kelola dan operasional yang dapat memicu sengketa antara kementerian/lembaga pemerintahan, hingga operator layanan. Kunci untuk mengatasi perdebatan ini adalah penerbitan regulasi yang jelas dan komprehensif mengenai Trem Otonom, sehingga pemerintah perlu segera memprioritaskan pembentukan peraturan tentang Trem Otonom. Regulasi tersebut akan menetapkan dasar hukum yang kokoh untuk pengelolaan dan operasional Trem Otonom, memastikan bahwa teknologi ini dapat diimplementasikan dengan koordinasi yang baik dan dampaknya dapat dikelola secara efektif. Selain itu, peraturan yang baik akan membantu mengatasi potensi masalah ekonomi dan lingkungan yang telah diidentifikasi.
ADVERTISEMENT
Langkah ini tidak hanya akan memastikan keamanan dan kenyamanan transportasi, tetapi juga mendukung tercapainya visi IKN sebagai kota cerdas dan hijau. Dengan peraturan yang tepat, Trem Otonom dapat menjadi bagian integral dari masa depan transportasi Indonesia tanpa menimbulkan masalah baru.
Selain itu, perlu juga diingat, jika premis utama yang ingin dikejar adalah kemurahan investasi untuk layanan angkutan umum, komparasi komprehensif Trem Otonom terhadap BRT juga perlu dilakukan. Hal ini mengingat BRT secara terbukti telah melayani angkutan umum dengan efisien baik secara anggaran maupun lapangan kerja bagi masyarakat dan perusahaan di dalam negeri, seperti Agen Pemegang Merek (APM) selaku penyuplai sasis bus/kendaraan dan karoseri selaku penyuplai bodi bus/kendaraan terkait. Seperti yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Angkutan Jalan, Kementerian Perhubungan, melalui program Teman Bus yang telah melayani 10 (sepuluh) kota di Indonesia.
ADVERTISEMENT