Konten dari Pengguna

Semangat Nitilaku Membangun Atmosfer 3K (Keraton, Kampung, Kampus)

NitilakuUGM
Pawai budaya sebagai simbolisasi sejarah UGM yang berawal dari Keraton Yogyakarta dan pindah ke Balairung. Info lengkap: http://nitilaku.ugm.ac.id
13 Desember 2017 13:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NitilakuUGM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Semangat Nitilaku Membangun Atmosfer 3K (Keraton, Kampung, Kampus)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah satu tujuan yang ingin dicapai KAGAMA (Keluarga Mahasiswa Gadjah Mada) melalui kegiatan Nitilaku adalah menghidupkan kembali atmosfer 3K (keraton, kampung, kampus) di Yogyakarta. KAGAMA ingin ketiga elemen ini bersinergi membangun Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Jadi, salah satu yang menjadi penting di kegiatan nitilaku ini adalah sinergi antara 3K (keraton, kampung, dan kampus)”, kata Hendrie Adji Kusworo, ketua panitia Nitilaku Perguruan Kebangsaan 2017.
Nitilaku akan memvisualisasikan sinergi tersebut dalam proses pawai dan pergelaran yang menyertainya. Pawai yang berawal dari keraton merepresentasikan andil keraton untuk membuat nafas pendidikan tetap berhembus di masa-masa awal kemerdekaan. Ketika Surabaya, Bandung, dan Malang secara beruntun mulai jatuh ke tangan Belanda akibat agresi militernya, Yogyakarta menjadi salah satu tempat perpindahan kampus-kampus dari wilayah tersebut. Keraton Yogyakarta dijadikan pilihan tempat yang aman. Sultan HB IX yang memiliki jiwa kebangsaan yang luar biasa berperan penting dalam penyelamatan kebangkitan pendidikan tersebut. Ia menyediakan keraton sebagai tempat belajar yang nyaman bagi para generasi penerus bangsa.
ADVERTISEMENT
“Keberadaan UGM tidak bisa dilepaskan oleh peran besar Sri Sultan Hamengkubawana IX yang waktu itu membuktikan bahwa Indonesia masih eksis pada saat ibu kota berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Kala itu, kita belum punya kampus, sehingga kuliah diselenggarakan di keraton,” Ujar Paripurna Poerwoko Sugarda, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM.
Peserta pawai, dalam perjalanannya ke kampus UGM, akan melewati berbagai kampung di jalur yang dilaluinya. Masyarakat di kampung-kampung tersebut akan ikut berperan dalam memeriahkan panggung kesenian dan pameran kuliner. Tentu saja ini menjadi salah satu ciri khas Yogya. Masyarakat tidak hanya menjadi penonton saja, tapi juga ikut berperan di pawai alegoris yang sangat bermakna ini.
Sejak dahulu kala pun, masyarakat kampung sangat berperan dalam memajukan pembangunan Indonesia. Seperti kata Ir. Soekarno dalam pidato peresmian gedung pusat UGM tahun 1959, “Maksud saya, mengutip penyair Brecht ialah untuk menunjukkan bahwa Theben bukan dibangun, dibina oleh Sang Maharaja-diraja sendiri, tetapi oleh seluruh rakyat”. Soekarno membandingkan pembangunan di Theben dengan gedung pusat UGM. Soekarno hendak mengatakan bahwa gedung pusat UGM, sebagai simbol kebangkitan pendidikan Indonesia, tidak lepas dari sumbangsih rakyat (masyarakat kampung) juga.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah, KAGAMA melalui Nitilaku, ingin membangkitkan kembali peran masyarakat kampung dan bersinergi dengan keraton dan kampus untuk memajukan Indonesia. Sinergi tersebut akan terwujud di pos terakhir pawai. Masyarakat, civitas academica UGM, dan pemerintah akan berkumpul dan berinteraksi di Lapangan GSP UGM. Di lapangan tersebut akan tersedia 5 panggung kesenian yang akan dibuka secara serentak. Lima panggung merepresentasikan jumlah sila Pancasila. Diharapkan, seluruh elemen bangsa dapat menjaga keutuhan keberagaman sesuai nilai-nilai Pancasila. (Dandy)