Konten dari Pengguna

Tapak Tilas UGM dan KAGAMA sebagai Bukti Nyata Upaya Membangun Indonesia

NitilakuUGM
Pawai budaya sebagai simbolisasi sejarah UGM yang berawal dari Keraton Yogyakarta dan pindah ke Balairung. Info lengkap: http://nitilaku.ugm.ac.id
11 Desember 2017 19:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NitilakuUGM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tapak Tilas UGM  dan KAGAMA sebagai Bukti Nyata Upaya Membangun Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas Gadjah Mada merupakan universitas pertama yang didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) setelah merdeka. Berdiri pada tanggal 19 Desember 1949, UGM merupakan institusi pendidikan yang didirikan untuk mendidik dan mengejawentah generasi demi generasi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Seluruh kegiatan UGM dituangkan dalam bentuk Tri Dharma perguruan tinggi yang terdiri atas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Pada awal mula berdirinya UGM hanya memiliki enam fakultas, sekarang UGM memiliki 18 fakultas dan 2 sekolah, yaitu sekolah vokasi dan sekolah pascasarjana. Berdirinya UGM erat kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia pada saat melawan keberadaan penjajah belanda. Nama Gadjah Mada sendiri merupakan nama dari suatu balai perguruan tinggi yang pada waktu itu hanya terdiri atas fakultas hukum dan fakultas kesustraan yang didirikan oleh beberapa tokoh pendidikan di Yogyakarta. Hingga pada saat resmi berdirinya UGM, UGM merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, perguruan tinggi yang berada di wilayah Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta.
Pindahnya ibukota RI ke Yogyakarta oleh keputusan Presiden dan Wakil Presiden pertama, ditambah maraknya pertempuran antara para pejuang kemerdekaan dan sekutu di Jakarta dan Bandung; membuat beberapa institusi pendidikan dari kedua kota tresebut berpindah ke Yogyakarta untuk tetap melaksanakan dan melanjutkan pendidikan untuk masyarakat Indonesia. Namun sayangnya serangan belanda ke Yogyakarta pada saat Agresi Militer Belanda II membuat seluruh kegiatan belajar mengajar di Yogyakarta lumpuh total dan semua perguruan tinggi terpaksa ditutup.
ADVERTISEMENT
Semenjak serangan belanda pada AMB II, wilayah RI semakin sempit. Sehingga untuk tetap mendukung cita-cita Indonesia dalam memiliki perguruan tinggi sendiri diadakan rapat panitia perguruan tinggi di pendopo kepatihan Yogyakarta. Hasil rapat yang diperoleh yaitu menyepakati untuk mendirikan perguruan tinggi lagi di wilayah RI yang tersisa, yakni Yogyakarta. Beberapa tokoh seperti Prof. Ir. Wreksodiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Dr. Prijono, dan Dr. M. Sardjito berusaha keras untuk mewujudkannya. Kesulitan utama pada saat itu adalah tidak adanya ruang kuliah untuk proses belajar mengajar. Namun, Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersedia meminjamkan ruangan keraton dan beberapa ruangan di sekitarnya untuk digunakan sebagai ruang kuliah. Akhirnya pada tanggal 19 Desember 1949 lahirlah UGM dengan enam fakultas dan rektor pertamanya yaitu Prof. Dr. M. Sardjito.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu dan suasana pertempuran yang semakin kondusif, dibangunlah kampus UGM di Bulaksumur sebagai pusat kegiatan kuliah yang saat ini kita kenal dengan Gedung Pusat UGM. Kontribusi keraton Yogyakarta terhadap UGM merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintahan Yogyakarta pada saat itu yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Maka tidaklah berlebihan apabila UGM sangat ingin membalas budi untuk membangun Yogyakarta dan Indonesia melalui prestasi dan kebudayaan yang unggul.
Sekarang UGM telah menginjak usia yang ke 68 tahun, dimana telah banyak sejarah dan prestasi yang sudah diraih untuk dipersembahkan kepada Indonesia. Kiprah UGM juga selalu dibuktikan dengan terlibatnya beberapa alumni UGM kedalam jajaran pemerintahan Indonesia untuk ikut membangun dan menjaga stabilitas nasional. Tidak berhenti sampai disitu, alumni UGM yang telah sukses juga terus ikut berkontribusi beriringan dengan UGM sebagai bukti terima kasih kepada kampus yang telah memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan.
Tapak Tilas UGM  dan KAGAMA sebagai Bukti Nyata Upaya Membangun Indonesia (1)
zoom-in-whitePerbesar
Alumni UGM tergabung dalam KAGAMA (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada) yang merupakan persatuan para alumnus UGM sejak mereka dinyatakan lulus dari UGM. Dibentuk pada tahun 1958 pada saat peringatan Dies Natalies UGM yang ke sembilan. Pada saat itu terjadii musyawarah besar yang menghadirkan alumni-alumni UGM dari berbagai kota untuk berkumpul dan diselenggarakan di Yogyakarta. Dari musyawarah itu lahirlah secara resmi KAGAMA yang diketuai pertama kali oleh Prof. Ir. Herman Johannes.
ADVERTISEMENT
Sebagai sebuah organisasi, KAGAMA memiliki ciri-ciri yang dirumuskan atas hasil musyawarah bersama. Kagama bukan merupakan organisasi politik namun merupakan organisasi kekeluargaan yang berdiri di luar UGM namun tetap berjalan beriringan dan menjalin hubungan yang erat dengan UGM. Tujuan dibentuknya KAGAMA tidak lain adalah yang menjadi visi KAGAMA yaitu untuk mengoptimalisasi peran jaringan alumni dan almamater dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk mensejahterakan rakyat dan memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UGM telah terbukti mampu menghasilkan alumni-alumni yang berkebangsaan dan berkebudayaan berdasarkan pada jiwa-jiwa Pancasila. Keberadaan KAGAMA menjadi bukti nyata upaya UGM untuk ikut membangun Indonesia. (Angger)