Konten dari Pengguna

Ironi Harga Elpiji 3kg: Jauh dari Pangkalan, Makin Mahal Biaya yang Dikeluarkan

Lalu Riza Singrapati
Hai! Namaku Nja. Aku adalah seorang pegawai di BPS Kabupaten Kepulauan Sula. Aku suka membaca, menilai sesuatu dan menganalisis.
7 Februari 2025 14:54 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lalu Riza Singrapati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Animasi kebingungan akibat kenaikan biaya gas karena jarak pangkalan yang jauh. Sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Animasi kebingungan akibat kenaikan biaya gas karena jarak pangkalan yang jauh. Sumber: Canva
ADVERTISEMENT
Kelangkaan gas elpiji 3kg sering kali menjadi isu yang mempengaruhi masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada bahan bakar ini untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satu masalah utama yang timbul adalah ketidakadilan harga antara membeli di pangkalan dan di pengecer, khususnya bagi mereka yang tinggal jauh dari pangkalan resmi.
ADVERTISEMENT
Secara logika, seharusnya harga gas di pangkalan lebih murah karena merupakan titik distribusi utama. Namun, bagi masyarakat yang tinggal jauh dari pangkalan, biaya untuk mendapatkan gas elpiji tersebut menjadi lebih tinggi. Jika diasumsikan seseorang membeli langsung dari pangkalan dan harus mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp10.000, maka total pengeluaran untuk gas elpiji bisa mencapai Rp26.000 hingga Rp28.000. Sebaliknya, jika membeli dari pengecer terdekat dengan harga Rp22.000 hingga Rp25.000, masyarakat tidak perlu menambah biaya transportasi, sehingga total pengeluaran menjadi lebih sederhana dan terkadang lebih terjangkau. Mereka harus mengeluarkan ongkos tambahan, baik untuk transportasi atau waktu yang dihabiskan untuk mengambil gas langsung ke pangkalan. Hal ini mengakibatkan total biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar, meskipun harga resminya di pangkalan lebih murah.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, bagi mereka yang tidak mampu atau enggan pergi jauh ke pangkalan, membeli di pengecer terdekat sering kali menjadi pilihan yang lebih murah secara keseluruhan, meski harga jual di pengecer sedikit lebih tinggi. Hal ini karena pengecer menanggung biaya transportasi dan memastikan gas elpiji tersedia lebih dekat dengan masyarakat. Dengan kata lain, meskipun harga nominalnya lebih tinggi di pengecer, orang-orang yang tinggal jauh dari pangkalan mungkin merasa lebih hemat karena tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk perjalanan.
Pada akhirnya, situasi ini menciptakan paradoks harga, di mana masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil atau jauh dari pangkalan justru merasakan beban ekonomi yang lebih berat. Oleh karena itu, solusi yang lebih adil dan merata dalam distribusi gas elpiji perlu diperhatikan oleh pihak terkait, agar kelangkaan ini tidak terus memperburuk kondisi masyarakat, terutama mereka yang sudah berada dalam posisi ekonomi yang rentan.
ADVERTISEMENT