Konten dari Pengguna

Lebih dari 1 Juta Pekerja Overtime: Tantangan Keseimbangan Kerja di Jakarta

Lalu Riza Singrapati
Hai! Namaku Nja. Aku adalah seorang pegawai di BPS Kabupaten Kepulauan Sula. Aku suka membaca, menilai sesuatu dan menganalisis.
10 Februari 2025 12:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lalu Riza Singrapati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Overtime atau bekerja melebihi batas jam kerja yang seharusnya menjadi isu yang cukup serius di Jakarta. Berdasarkan data Keadaan Angkatan Kerja Provinsi DKI Jakarta 2023, tercatat bahwa sekitar 1,1 juta pekerja, atau 55,53% dari total tenaga kerja di ibu kota, bekerja dengan waktu yang melebihi standar normal. Dalam skenario ini, kita bisa mengasumsikan bahwa sebagian besar pekerja mengikuti pola kerja lima hari kerja dengan dua hari libur, di mana mereka semestinya bekerja dalam batas waktu yang diatur undang-undang.
Animasi overtime (Lembur) di Jakarta. Sumber: Canva (edit)
zoom-in-whitePerbesar
Animasi overtime (Lembur) di Jakarta. Sumber: Canva (edit)
Jika merujuk pada Pasal 81 No 23 Perppu Cipta Kerja, waktu kerja normal telah diatur dengan cukup jelas. Pekerja dengan enam hari kerja dalam seminggu diharuskan bekerja tujuh jam per hari atau maksimal 40 jam per minggu. Sedangkan untuk pekerja yang mengikuti pola lima hari kerja, durasi maksimal adalah delapan jam per hari, juga dengan total 40 jam per minggu. Apapun modelnya, total jam kerja mingguan tidak boleh melebihi 40 jam, kecuali dalam kondisi lembur.
ADVERTISEMENT
Namun, aturan ini tidak berlaku secara universal untuk semua sektor. Ada beberapa pengecualian yang memungkinkan jam kerja diperpanjang atau disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan tertentu. Pengecualian tersebut diatur dalam:
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 233 Tahun 2002, yang mengatur beberapa jenis pekerjaan dan sektor tertentu yang memerlukan fleksibilitas dalam pengaturan jam kerja, seperti pekerjaan di bidang transportasi, medis, atau manufaktur dengan sistem shift.
Peraturan perusahaan, yang di dalamnya bisa mengatur jam kerja yang berbeda asalkan tidak melanggar batas maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang.
Peraturan kerja bersama antara perusahaan dan serikat pekerja yang juga dapat memberikan penyesuaian atas jam kerja dalam kondisi tertentu.
Meski ada pengecualian, tingginya persentase pekerja yang melakukan overtime di Jakarta menimbulkan keprihatinan tersendiri. Jam kerja yang melebihi batas normal bukan hanya memengaruhi produktivitas, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental pekerja. Overtime yang terus-menerus, tanpa istirahat yang memadai, dapat menyebabkan kelelahan kronis, stres, hingga gangguan kesehatan serius seperti penyakit jantung atau tekanan darah tinggi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, overtime yang berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance). Pekerja yang terus menerus berada di bawah tekanan untuk bekerja lebih lama akan kesulitan meluangkan waktu berkualitas untuk keluarga, bersosialisasi, atau bahkan beristirahat. Akibatnya, banyak pekerja yang merasa kelelahan secara mental dan emosional, yang pada akhirnya berdampak negatif pada produktivitas dan kinerja mereka di tempat kerja.
Di sinilah pentingnya perusahaan untuk lebih peduli dalam menerapkan kebijakan jam kerja yang sesuai dengan peraturan. Memastikan pekerja mendapatkan waktu istirahat yang cukup tidak hanya menguntungkan pekerja itu sendiri, tetapi juga perusahaan dalam jangka panjang. Pekerja yang sehat, baik secara fisik maupun mental, akan lebih produktif, lebih kreatif, dan lebih loyal terhadap perusahaan.
ADVERTISEMENT
Kita semua perlu mengingat pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Bekerja keras memang penting, tetapi menjaga kesehatan dan kebahagiaan juga tidak kalah penting. Mari bersama-sama mendorong budaya work-life balance yang sehat di Jakarta dan di seluruh Indonesia, agar kita bisa menjalani hidup yang lebih produktif, seimbang, dan bermakna.