Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Pengangguran di Indonesia Pesimis Dapet Kerja
21 Februari 2025 14:26 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Lalu Riza Singrapati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Tahun 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 1,8 juta orang atau 24,67 persen dari kategori pengangguran merasa tidak mungkin atau pesimis mendapatkan pekerjaan. Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan tahun 2023 yang hanya sebesar 13,14 persen.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini semakin menyorot tantangan besar yang dihadapi pasar tenaga kerja Indonesia pasca-pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19, yang telah mengguncang perekonomian dunia, ternyata juga berdampak panjang pada sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Tren peningkatan jumlah pengangguran yang kehilangan harapan untuk bekerja terus mengalami peningkatan sejak masa pandemi berakhir. Kondisi ini menunjukkan bahwa meski upaya pemulihan ekonomi telah digalakkan, banyak tenaga kerja masih menghadapi kesulitan dalam memperoleh lapangan pekerjaan yang sesuai.

Melihat kondisi ini, beberapa solusi bisa dipertimbangkan untuk mengurangi jumlah pengangguran, terutama mereka yang merasa kehilangan harapan. Berdasarkan data BPS, salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingginya angka pengangguran adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki angkatan kerja dengan permintaan pasar kerja. Misalnya, dari publikasi BPS mengenai Keadaan Angkatan Kerja 2024, ditemukan bahwa 52,32 persen dari angkatan kerja hanya memiliki pendidikan setara sekolah dasar atau menengah pertama. Tingkat pendidikan rendah ini menjadi hambatan besar dalam mendapatkan pekerjaan, khususnya di sektor-sektor yang membutuhkan keterampilan khusus atau tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk mengatasi masalah ini, program pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri harus diperluas. Data BPS menunjukkan bahwa sektor informasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan pesat dengan pertumbuhan tenaga kerja di sektor ini mencapai 124,43% persen dari tahun 2012 hingga 2024. Oleh karena itu, pelatihan di bidang digital dan teknologi perlu menjadi prioritas untuk menyelaraskan keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan kemitraan dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru. Berdasarkan data BPS, sektor industri pengolahan dan konstruksi masing-masing menciptakan 17,8 persen dari total lapangan kerja pada tahun 2024. Dengan memperkuat kerjasama di sektor-sektor ini, potensi lapangan kerja bisa terus tumbuh dan membantu menekan angka pengangguran.
Dalam jangka panjang, perbaikan kualitas pendidikan juga menjadi kunci. Saat ini, menurut data BPS, hanya 12,86 persen dari angkatan kerja yang memiliki pendidikan tinggi (diploma atau sarjana). Oleh karena itu, peningkatan akses dan kualitas pendidikan vokasi serta program pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja sangat penting untuk menciptakan tenaga kerja yang adaptif terhadap perubahan global.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan tren pengangguran putus asa di Indonesia dapat ditekan, sehingga lebih banyak tenaga kerja dapat kembali berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional.
ADVERTISEMENT