Investasi Pertanian bagi Kaum Milenial

Nia Kaniasari
ASN Kementerian Pertanian. Pegiat Sosial Kemasyarakatan. Founder Komunitas Rumah Anak Asuh LCC. Salah satu PJ Yayasan Peduli Squad (YPS) di Sumbagsel. Menulis lebih dari 21 Buku Antologi.
Konten dari Pengguna
15 Oktober 2021 16:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nia Kaniasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kaum milenial (Dok : Panji Sespri PSP Kementan)
zoom-in-whitePerbesar
Kaum milenial (Dok : Panji Sespri PSP Kementan)
ADVERTISEMENT
Syukurlah, masih ada harapan. Pertanian bertahan di tengah ancaman yang tak mudah dari pandemi COVID-19 dan juga isu lanjutan pandemi virus jenis baru.
ADVERTISEMENT
Meski pada awal pandemi, Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan bahwa pandemi berpotensi menyebabkan krisis pangan global. Namun sektor ini berhasil menjadi tulang punggung perekonomian nasional dan mampu tumbuh 1,75 persen di tahun lalu.
Kondisi prima dari pertanian di masa pandemi ini diikuti dengan terus meningkatnya kinerja ekspor pertanian negara kita yang dihitung naik hampir 9 persen selama Januari-Juli 2021.
Hal menggembirakan lainnya adalah orang-orang beramai-ramai beralih pekerjaan menjadi petani. Ada yang karena kepepet, tuntutan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Ada pula karena minat ke pertanian yang menjanjikan sebagai primadona lagi di saat krisis seperti ini. Ada sekitar 30 persen penyerapan tenaga kerja.
Petani kita berjumlah sekitar 38 juta, sayangnya, sekitar 70 persen sudah berusia di atas 40 tahun. Artinya Indonesia terancam kehilangan petani produktif dalam beberapa tahun ke depan dan ini dapat menyebabkan produktivitas pertanian kita terancam menurun. Untuk itu Kementerian Pertanian menargetkan sebanyak 2,5 juta petani milenial baru lahir dalam 5 tahun mendatang. Semoga saja tercapai.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Dok : Kementan)
Menjadi perhatian lain adalah realitas di daerah. Kehidupan para petani terutama untuk tanaman pangan, seperti padi, bisa dikatakan masih jauh dari kata makmur ataupun cukup. Pada tahun 2020 berdasarkan sumber penghasilan utama, jumlah rumah tangga miskin di Indonesia hampir separuhnya berasal dari sektor pertanian. Ini jelas menjadi tantangan.
ADVERTISEMENT
Peningkatan kesejahteraan petani masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan, segera. Jika tidak ingin pertanian di negara kita "hilang" seperti yang diperkirakan oleh Bappenas.
Berkaca dari ini, kaum milenial akan melihat stigma "miskin" dari profesi petani. Alias tidak menjanjikan. Sedangkan negara kita membutuhkan regenerasi petani dari kaum milenial.
Jelas sekali bahwa isu kesejahteraan petani harus menjadi fokus pemerintah. Jika kesejahteraan ini tidak ditampakkan pada profesi petani, maka akan membuat anak-anak muda Indonesia semakin enggan menjadi petani.
Selain isu kesejahteraan, yang menjadi perhatian lainnya adalah bayangan tingginya risiko usaha tani. Petani Indonesia harus menghadapi beberapa resiko, mulai dari harga pasar anjlok, serangan hama, pengolahan pascapanen hingga hasil tani yang tidak sesuai harapan, selain tentu terkadang ada ancaman impor pangan.
ADVERTISEMENT
Pentingnya penguatan sisi korporasi pertanian ini menjadi krusial. Inilah yang akan menyerap jutaan tenaga petani dengan mengembangkan industrialisasi pertanian di pelosok pedesaan. Ini akan memberikan nilai tambah dan menyelamatkan jutaan petani di pedesaan menjadi lebih sejahtera. Tentu menarik bagi kaum milenial ketika ternyata banyak dari para petani juga bisa sejajar dengan para pengusaha sektor lainnya. Pemerataan kesejahteraan petani juga sangat penting. Tidak sentralisasi.
Modernisasi dan mekanisasi alat mesin pertanian membuat modal usaha tani lebih kecil. Adanya teknologi mekanisasi inilah, membuat banyak generasi muda malah terjun ke sektor pertanian. Untuk usaha tani padi, mekanisasi telah terbukti memangkas biaya produksi 30 hingga 50 persen. Biaya tanam yang biasanya membutuhkan dua juta rupiah, dengan menggunakan mekanisasi hanya membutuhkan satu juta rupiah.
Kunjungan Kerja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Dok : Kementan)
Hal terpenting adalah tak hanya jumlah besar petani baru. Tapi ada peningkatan kapasitas SDM petani kita dengan memenuhi standar kompetensi korporasi tani yang modern. Termasuk memperkuat kelembagaan petani dengan mengembangkan program korporasi petani untuk mengintegrasikan pertanian dari hulu ke hilir.
ADVERTISEMENT
Petani sangat membutuhkan peningkatan kemampuan usaha pertanian. Usaha pertanian yang dibutuhkan oleh petani yaitu keseluruhan proses budidaya mulai dari panen sampai pascapanen. Lalu, butuh kemampuan khusus dalam proses pemasaran hasil panen produk pertaniannya. Manajemen pertanian dalam korporasi petani ini menjadi tuntutan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Kebutuhan petani milenial ini juga dapat terpenuhi dengan cepat melalui penguasaan teknologi informasi terkini. Perlu adanya pembaharuan teknologi yang terus dilakukan menyesuaikan dengan kebutuhan.
Misalkan, dalam hal keterbatasan lahan. Petani tentu tak bisa begitu saja menambah lahan, jika tak disertai modal keuangan yang mumpuni. Kalaupun tersedia dana, apakah lahan yang tersedia mencukupi. Ini membutuhkan adanya teknologi baru guna menghadapi persempitan atau keterbatasan lahan. Mulai dari teknologi pemuliaan tanaman, teknologi perbenihan, teknologi pengolahan lahan sempit sampai teknologi pupuk yang pas untuk keamanan pangan.
ADVERTISEMENT
Negara kita, negara kepulauan kecil bila dibandingkan dengan negara maju yang memiliki lahan sangat luas. Kemampuan finansial negara maju juga tinggi. Apakah kita bisa mengikutinya? Semoga saja, Kementerian Pertanian yang hingga saat ini masih terus berjuang keras untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan seutuhnya, melakukan pemerataan kebutuhan pangan juga, selain mencapai produktivitas pertanian yang tinggi.
Fokus pada korporasi petani yang membentuk satu sistem agribisnis dari hulu ke hilir. Merangkul seluruh petani kecil. Meng-update Pola pikir petani yang selama ini bisa jadi masih terfokus di budi daya saja, menjadi petani modern yang kekinian dengan omzet terbilang sama dengan pengusaha sektor mewah lainnya.
Petani akan mendapatkan keuntungan berkali lipat dibanding sekadar mengerjakan kegiatan budi daya saja. Petani berkumpul membentuk koperasi yang dikorporasikan dengan pengelolaan modern dan berbasis teknologi informasi terkini. Didukung dan didampingi oleh pemerintah dan pihak lain yang terkait. Hal ini tentu dapat menarik minat pemuda kita untuk melirik investasi dan beraktivitas di dunia pertanian.
ADVERTISEMENT
Perhitungan usaha tani di atas kertas memang sangat menguntungkan. Belum lagi peluang kebutuhan pangan yang tak hanya dalam negeri saja. Ada peluang ekspor terbentang. Menjadi dorongan bagi pemerintah untuk membuktikan secara nyata dan merata bahwa memang petani kita keren dan sejahtera.
Ketika tampilan "tak lagi miskin" ini menempel kuat di petani kita saat ini tentu kaum milenial berbondong-bondong memilih pertanian sebagai aktivitas utamanya. Setidaknya saat ini, sudah banyak muncul success story kaum petani milenial yang bisa menjadi role model. Mungkin juga, harus ada kurikulum wajib khusus pertanian yang masuk dari sekolah dasar sampai menengah atas di negeri dan swasta kita.