Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Dalam Digitalisasi Ekonomi Syariah

Nofal Arifin
Saya Kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Mahasiswa
Konten dari Pengguna
26 November 2022 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nofal Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
www.pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
www.pixabay.com
ADVERTISEMENT
Ekonomi syariah merupakan salah satu topik hangat yang acapkali diperbincangkan beberapa tahun kebelakang, dan semakin mendapat tempat dalam perekonomian negara. Fakta ini sejatinya bukan sesuatu yang mengejutkan, mengingat Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Selain itu, ekosistem ekonomi syariah di Indonesia secara global juga berada pada peringkat keempat, yang mana membuat ekonomi syariah—terutama dengan industri halalnya—dianggap mampu menjelma sebagai ‘ceruk’ alternatif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Kesadaran akan pentingnya ekosistem ekonomi syariah dalam perekonomian negara ini pun semakin berkembang di era digital seperti sekarang, dengan adanya upaya untuk memperkuat ekosistem ekonomi digital berbasis syariah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Upaya dalam melakukan digitalisasi ekonomi syariah ini pun dapat dilihat dari kemunculan berbagai macam produk digital berbasis ekonomi syariah seperti e-banking, e-commerce, e-learning, e-payment, e-business, dll (Ansori, 2016). Ragam kemunculan produk-produk digital berbasis syariah ini pada akhirnya memunculkan berbagai pertanyaan soal perkembangan ekonomi syariah di dalam payung ekosistem ekonomi digital, yang tentunya sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Bagaimana sebenarnya potensi ekonomi digital berbasis syariah di Indonesia? Apa upaya yang telah dilakukan dari berbagai pihak untuk ‘menghidupkan’ potensi-potensi ekonomi digital berbasis syariah tersebut? Dan, bagaimana sebenarnya masa depan ekosistem ekonomi digital berbasis syariah (khususnya start-up) di negeri ini?
Potensi Besar Ekonomi Syariah
Dengan jumlah populasi muslim mencapai 87,2% dari total jumlah populasi di negeri ini, sektor ekonomi syariah jelas merupakan sektor yang memiliki potensi yang begitu besar untuk dikembangkan. Aset keuangan syariah di Indonesia (Islamic Financial Assets) itu sendiri berjumlah sebesar US$99 miliar (Kemenko Bid. Perekonomian, 2021). Terdapat berbagai sektor berbasis syariah yang memberikan sumbangsih akan potensi ekonomi syariah yang besar tersebut. Beberapa sektor tersebut, antara lain, Pertama, halal lifestyle, yang mana dibuktikan dengan adanya pertumbuhan pangsa pasar sektor Halal Value Chain (HVC) dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2020 sebesar 24,86%. Kedua, sektor keuangan berbasis syariah, yang mana terus menunjukkan perkembangan yang begitu besar dari tahun ke tahun. Bahkan, berdasarkan data dari OJK pada Januari 2021, aset dari sektor keuangan berbasis syariah bertumbuh sebesar 14,2% (Zakaria, 2021). Potensi pertumbuhan ekonomi dari sektor ekonomi syariah ini diproyeksikan semakin menguat mengingat adanya ekosistem digital yang semakin berkembang pesat hingga hari ini.
ADVERTISEMENT
Belum lagi ketika kita berbicara soal peran Indonesia secara global. Indonesia memainkan peran selaku pasar utama industri halal global, yang mana tentunya hal ini akan berimplikasi secara struktural. Artinya, secara struktur, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik industri halal sekaligus berfokus pada pengembangan sasaran pasar ekspor industri halal dunia.
Ragam Upaya Pengembangan Potensi Ekonomi Digital Berbasis Syariah
Secara politik, Indonesia sejatinya telah memiliki master plan atau rencana strategis dalam pengembangan ekonomi berbasis syariah. Rencana tersebut tertuang dalam Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024, dimana dalam master plan tersebut inovasi di bidang digital menjadi salah satu fokus utama yang ditekankan. Berbagai industri, seperti perbankan syariah, pasar modal syariah, hingga instrumen investasi syariah merupakan bagian dari rencana digitalisasi yang harus dikembangkan tersebut. Hal ini dikarenakan, sektor-sektor keuangan syariah itu tentunya dapat menjadi ‘pemantik’ dalam mengembangkan sayap-sayap baru berbagai bidang usaha syariah.
ADVERTISEMENT
Upaya dalam memanfaatkan potensi pangsa pasar ekonomi syariah ini pada akhirnya memunculkan fenomena banyaknya perusahaan rintisan (start-up) yang muncul ke dalam pasar. Ada dua karakteristik utama yang dapat diidentifikasi dari berbagai perusahaan start-up berbasis syariah yang muncul ini. Pertama, perusahaan start-up yang sedari awal berdiri sudah berfokus pada industri syariah seperti GoHalalGo, Ammana, Alami, Dana Syariah, Qazwa, Syarfi, dan Bsalam. Kedua, perusahaan start-up yang melakukan pengembangan layanan berbasis industri syariah seperti ekspansi yang dilakukan oleh Tokopedia melalui penciptaan Tokopedia Salam, dan ekspansi yang dilakukan oleh Bukalapak, LinkAja, hingga Investree (Agung, 2019). Berbagai start-up berbasis industri syariah yang muncul tersebut agaknya disambut baik oleh dunia investasi nasional. Berdasarkan catatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Oktober 2019, telah ada enam perusahaan modal ventura yang terdaftar beroperasi dalam ‘menyuplai’ kebutuhan dana berbagai start-up berbasis syariah ini. Hal ini tentu merupakan ‘angin segar’ bagi digitalisasi ekonomi syariah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tantangan dan Masa Depan
Walau demikian, sejatinya masih banyak sektor-sektor ekonomi syariah yang harus terus dikembangkan. Berbagai start-up berbasis industri syariah yang muncul tersebut biasanya hanya berkutat pada dua hal, yakni fintech syariah dan marketplace umrah. Padahal, sejatinya masih banyak sektor-sektor lain yang dapat dijadikan ‘ladang’ pembukaan berbagai start-up baru berbasis syariah di Indonesia tersebut. Sektor pariwisata halal, fashion halal, media halal, hingga makanan halal merupakan contoh dari sektor-sektor yang belum banyak terjamah oleh para pelaku start-up di Indonesia.
Selain itu, pelaku bisnis yang hendak membangun start-up berbasis syariah seharusnya sudah paham apa yang menjadikan suatu bisnis dapat dikatakan berbasis syariah. Dalam konteks digitalisasi ekonomi syariah, hal yang mendasari adalah bagaimana metode dan aturan main dari ajaran agama islam dalam melakukan transaksi berlandaskan akad syar’i (Ansori, 2016). Para pelaku bisnis harus bisa memastikan akad syar’i tersebut terjemahkan dalam bahasa pemrograman, sehingga transaksi bisnis yang dilakukan melalui digitalisasi tersebut otomatis berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
ADVERTISEMENT
Prinsip syariah sendiri berlandaskan pada beberapa nilai yakni, nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan. Untuk poin nilai yang terakhir, prinsip nilai keuniversalan yang dimaksud adalah prinsip rahmatan lil’alamin. Artinya, berbagai perusahaan start-up yang hendak menyematkan ‘label’ bisnis berbasis syariah pada produknya haruslah memahami bahwa penyematan tersebut bukan hanya sebatas ‘label’, tetapi juga harus mengandung prinsip-prinsip tersebut. Terlebih, bagi start-up yang bergerak dibidang produk keuangan syariah. Memang, pengembangan ekonomi sejatinya merupakan hal yang bersifat menyeluruh. Hal ini pun sesuai dengan QS. Al-Jumu’ah ayat: 10, yang mana artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Namun, hal yang perlu diingat lebih lanjut adalah usaha untuk mencari karunia Allah sebanyak-banyaknya tersebut tentu harus berlandaskan hukum ekonomi syariah. Dengan kata lain, setiap proses produksi, distribusi, maupun konsumsi produk-produk perusahaan start-up berbasis syariah tersebut harus bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, dan/atau ijma’ para ulama.
ADVERTISEMENT
Tentu, ini bukan merupakan pekerjaan rumah yang mudah. Membangun platform bisnis digital berbentuk start-up—terlebih berbasis syariah¬—membutuhkan sinergi antara pemerintah, investor, dan para pelaku ekonomi lainnya. Namun, pekerjaan yang sulit ini bukan tidak mungkin diselesaikan. Diskusi yang harus dikedepankan di masa mendatang adalah bagaimana menciptakan interkoneksi bisnis yang pada akhirnya mampu membangkitkan gairah perekonomian berbasis konsep ekonomi syariah. Lebih lanjut, bukan hanya berparadigma bisnis, produk-produk perusahaan start-up berbasis syariah tersebut pun harus sesuai dengan hukum-hukum ekonomi syariah (sebagaimana yang kita bahas pada paragraph sebelum ini). Selain itu, tentu diperlukan ide-ide cemerlang yang baru dan segar dalam memanfaatkan potensi digitalisasi berbasis syariah ini. Oleh karenanya, di kemudian hari, dibutuhkan berbagai kolaborasi yang mampu menjadi katalisator bagi anak-anak muda sekarang untuk mengembangkan ide-ide bisnis start-up berbasis syariah di Indonesia.
ADVERTISEMENT