Konten dari Pengguna

Merendahkan Martabat Hakim: Ancaman Nyata bagi Integritas Peradilan

Nola Angrayni
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
1 Oktober 2024 8:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nola Angrayni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto Pribadi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto Pribadi Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hakim adalah tonggak penegakan hukum dan keadilan dalam suatu negara. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil dan tanpa bias, terlepas dari siapa yang ada di depan mereka
ADVERTISEMENT
baik itu rakyat biasa, pejabat publik, maupun perusahaan besar. Namun, belakangan ini, kita melihat maraknya tindakan yang merendahkan kehormatan dan martabat hakim, baik melalui serangan verbal, ancaman fisik, maupun tekanan sosial dan politik. Fenomena ini menjadi ancaman serius bagi integritas peradilan dan stabilitas penegakan hukum.
Merendahkan martabat hakim tidak hanya menyerang individu yang bersangkutan, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Hakim yang merasa terancam atau direndahkan dalam menjalankan tugasnya mungkin merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya atau reputasinya. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang adil dan obyektif. Ketika seorang hakim tidak bisa menjalankan tugasnya dengan bebas, independen, dan tanpa tekanan, maka keadilan yang seharusnya ditegakkan menjadi terancam.
ADVERTISEMENT
Tindakan merendahkan hakim bisa berwujud dalam berbagai bentuk. Ujaran kebencian dan penghinaan di media sosial, ancaman langsung terhadap keselamatan pribadi atau keluarga, hingga campur tangan politik dalam proses peradilan adalah contoh nyata bagaimana upaya ini dilakukan. Hakim yang menangani kasus-kasus yang melibatkan tokoh penting atau isu-isu sensitif sering kali menjadi sasaran dari berbagai pihak yang tidak setuju dengan putusannya. Di sinilah letak bahayanya; jika hakim tidak merasa terlindungi secara hukum, mereka bisa saja membuat keputusan yang lebih menguntungkan pihak yang lebih kuat, bukan berdasarkan hukum dan fakta yang ada.
Dalam banyak kasus, tekanan terhadap hakim berasal dari luar pengadilan. Namun, tidak jarang juga terjadi intervensi dari dalam sistem peradilan itu sendiri, terutama di negara-negara di mana korupsi masih menjadi masalah serius. Di beberapa kasus, pihak-pihak dengan kekuasaan besar atau kekayaan yang melimpah mencoba memengaruhi putusan hakim dengan cara-cara yang tidak etis. Hal ini tidak hanya mencederai integritas pribadi hakim, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
ADVERTISEMENT
Kepercayaan publik terhadap hakim dan sistem peradilan adalah elemen yang sangat penting dalam menjaga stabilitas sosial dan politik. Jika masyarakat mulai meragukan integritas hakim dan proses peradilan, maka legitimasi hukum yang menjadi dasar dari sistem pemerintahan demokratis akan goyah. Pada akhirnya, hal ini bisa menyebabkan meningkatnya ketidakpuasan, konflik, dan anarki, di mana masyarakat merasa tidak ada lagi institusi yang bisa diandalkan untuk menegakkan keadilan.
Di Indonesia, isu ini semakin relevan. Kasus-kasus yang melibatkan tokoh-tokoh politik, pengusaha besar, dan kasus korupsi sering kali diwarnai dengan tuduhan adanya intervensi atau tekanan terhadap hakim. Ketika sebuah keputusan peradilan tidak sejalan dengan harapan publik atau pihak tertentu, serangan terhadap hakim sering kali terjadi, baik dalam bentuk ancaman fisik maupun serangan di media sosial. Akibatnya, banyak hakim yang berada di bawah tekanan besar ketika menangani kasus-kasus semacam ini.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah penting yang harus dilakukan. Pertama, pemerintah dan lembaga peradilan harus memperkuat perlindungan hukum bagi hakim. Undang-undang yang mengatur tentang penghinaan terhadap martabat hakim perlu ditegakkan dengan tegas. Setiap upaya untuk merendahkan atau mengintimidasi hakim harus diproses secara hukum agar tidak ada preseden buruk yang diikuti.
Kedua, penting untuk meningkatkan kesadaran publik tentang peran hakim dalam sistem hukum. Masyarakat harus memahami bahwa hakim tidak bekerja untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu, melainkan untuk menegakkan keadilan berdasarkan hukum. Dalam hal ini, peran media juga sangat penting. Media harus berperan sebagai pengawas yang obyektif dan independen, serta tidak memprovokasi opini publik yang bisa merusak kepercayaan terhadap sistem peradilan.
ADVERTISEMENT
Ketiga, lembaga peradilan perlu memastikan bahwa hakim yang menangani kasus-kasus besar atau sensitif mendapatkan perlindungan yang memadai. Baik itu perlindungan fisik maupun perlindungan terhadap ancaman yang mungkin muncul dari pihak-pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, transparansi dalam proses pengadilan juga harus terus ditingkatkan agar publik bisa memahami dasar-dasar dari setiap keputusan yang diambil oleh hakim.
Tidak kalah penting adalah memperkuat pendidikan dan pelatihan bagi para hakim agar mereka semakin siap menghadapi tekanan eksternal. Hakim perlu dibekali dengan keterampilan untuk menghadapi situasi yang penuh tekanan tanpa kehilangan independensi dan obyektivitas mereka. Dengan demikian, mereka dapat tetap menjalankan tugasnya dengan baik meskipun berada di bawah sorotan publik atau ancaman dari pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, merendahkan martabat hakim bukan hanya merupakan serangan terhadap individu, tetapi juga merupakan ancaman serius bagi sistem hukum dan demokrasi itu sendiri. Sebagai masyarakat, kita memiliki kewajiban untuk melindungi integritas peradilan dengan memastikan bahwa hakim dapat bekerja secara independen dan bebas dari tekanan. Hanya dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan secara adil, dan hukum dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang kita junjung tinggi. Keberanian untuk melawan tindakan merendahkan hakim adalah langkah pertama untuk melindungi keadilan bagi semua.