Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Setop Seksisme dalam Kehidupan Sehari-hari
7 Mei 2018 0:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
Tulisan dari Nona Gae Luna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam hidup sehari-hari, seorang perempuan seringkali menerima perlakuan seksis, baik di ruang publik maupun ruang privat. Sewaktu berangkat beraktivitas dengan menggunakan kendaraan umum, seorang perempuan yang mengenakan pakaian minim pasti mendapatkan tatapan tajam dari sekitarnya, baik laki-laki ataupun perempuan.
ADVERTISEMENT
Sewaktu berada di tempat kerja, perilaku atau celotehan yang mengobjektifikasi perempuan juga seringkali muncul. Sewaktu pulang ke rumah larut malam, gunjingan langsung timbul mempertanyakan kepatutan pergaulan si perempuan di luar sana. Atau sewaktu berolahraga, ditegur karena mengenakan pakaian yang dinilai tidak sopan.
Praktek seksisme ini terjadi begitu seringnya di keseharian kita sehingga lama-lama menjadi norma yang hidup di tengah masyarakat. Menjadi hal normal yang sudah seharusnya diterima begitu saja oleh perempuan.
Apa yang bisa kita lakukan untuk melawannya?
Memahami seksisme
Sebelum melawan suatu hal, ada baiknya kita pahami dulu definisi dan asal-muasal hal tersebut.
Jika kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, seksisme diartikan sebagai “penggunaan kata atau frasa yang meremehkan atau menghina berkenaan dengan kelompok, gender, ataupun individual.” Kamus Merriam-Webster juga memiliki definisi seksisme yang jika diterjemahkan secara bebas adalah “prasangka atau diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, khususnya diskriminasi terhadap perempuan”. Selain itu, kamus tersebut juga memahami seksisme sebagai “perilaku, kondisi, atau sikap yang membantu tumbuhnya praktek stereotip peran-peran sosial berdasarkan jenis kelamin.”
ADVERTISEMENT
Menurut telaah sejarah, kata “Seksisme” mulai menyebar di tengah-tengah Gerakan Perempuan di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada saat itu, tokoh-tokoh feminisme menyadari bahwa penindasan perempuan bukan hanya disebabkan oleh male chauvinists, melainkan oleh seluruh masyarakat, termasuk perempuan. Setelah periode tersebut, “seksisme” semakin sering digunakan dan berkembang bersamaan dengan gerakan-gerakan keadilan sosial (social justice) lainnya. Namun pada saat yang sama, para pemikir laki-laki pada saat itu juga seringkali berlaku seksis, meskipun mereka memperjuangkan persamaan ras, hak buruh, dan kaum miskin.
Dalam prakteknya, seksisme bisa dikatakan bekerja seperti diskriminasi ras yang berjalan secara sistematis (systemic racism), mengapa? Karena perlakukan opresif atau diskriminasi yang berjalan atas perempuan tersebut berjalan sehari-hari tanpa ada kesadaran penuh dari para pelakunya.
ADVERTISEMENT
Secara alamiah, masing-masing dari kita menerima adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kita pun dibesarkan dengan nilai-nilai yang mendefinisikan lebih jauh apa arti perbedaan peran tersebut. Nilai-nilai tersebut kemudian terinternalisasi dan membuat kita bersikap lebih reseptif dan bahkan apologetik jika terjadi hal-hal yang mendiskriminasi atau menempatkan salah satu gender di bawah gender lainnya.
Foto: Wikimedia Commons
Bagaimana Melawan Seksisme?
Melawan Seksisme tentu tidak mudah, apalagi jika kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang menjunjung patriarki. Hal paling pertama yang harus kita lakukan untuk melawan Seksisme adalah mengidentifikasi praktek itu sendiri. Identifikasi ini susah apalagi jika sudah ada internalisasi nilai-nilai kultural atau religius yang kita yakini. Hal ini tidak bisa disalahkan karena masing-masing individu tumbuh berkembang dengan susunan nilai masing-masing.
ADVERTISEMENT
Namun sedari awal, kita bisa melawan Seksisme dengan menerima dan meyakini dua hal. Pertama, laki-laki dan perempuan itu berbeda dan memiliki tugas dan peran masing-masing. Kedua, perbedaan tugas dan peran tersebut tidak membuat peran salah satunya lebih penting dari peran lainnya. Jika dua hal tersebut sudah terinternalisasi, maka praktek Seksisme bisa kita lawan, baik di rumah, sekolah, lingkungan kerja, maupun di tengah-tengah masyarakat.
Peran laki-laki di sini juga sama pentingnya dengan perempuan dalam melawan Seksisme. Karena bagaimanapun juga, perbaikan posisi dan situasi perempuan di masyarakat akan menguntungkan semua elemen masyarakat.
***