Konten dari Pengguna

Transfer Pricing: Strategi Bisnis atau Penghindaran Pajak?

Pratiwi Nova
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
8 Februari 2025 12:12 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pratiwi Nova tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pajak (sumber : istockphoto.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pajak (sumber : istockphoto.com)
ADVERTISEMENT
Dalam era globalisasi, aktivitas bisnis lintas batas negara (cross-border) semakin meningkat. Perusahaan multinasional memiliki peluang untuk mengatur harga transaksi antara entitas yang memiliki hubungan istimewa. Hal ini menjadikan Transfer Pricing sebagai tantangan besar dalam sistem perpajakan global, termasuk di Indonesia, karena bisa digunakan untuk mengurangi kewajiban pajak.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Transfer Pricing?
Singkatnya, Transfer Pricing adalah kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transaksi antara entitas yang memiliki hubungan istimewa. Hubungan ini bisa terjadi karena kepemilikan saham, manajemen yang sama, atau bahkan karena masih ada hubungan keluarga.
Transfer Pricing menjadi isu krusial karena perusahaan multinasional dapat memanfaatkan perbedaan tarif pajak antarnegara untuk mengurangi kewajiban pajaknya. Hal ini dilakukan dengan cara memindahkan laba dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak lebih rendah. Akibatnya, penerimaan pajak di negara asal berkurang, sementara di negara tujuan mungkin meningkat tetapi tidak sebesar potensi pajak yang hilang.
Studi Kasus
Misalnya, ada perusahaan di Indonesia (PT A) yang sahamnya 75% dimiliki oleh perusahaan Singapura (PT B). Kalau PT A menjual barang ke B dengan harga lebih murah dari harga pasar, keuntungannya otomatis lebih kecil di Indonesia, sehingga pajak yang harus dibayar juga lebih rendah. Sebaliknya, keuntungan bisa jadi lebih besar di Singapura yang tarif pajaknya lebih rendah.
Ilustrasi Perhitungan Pajak (sumber : dokumentasi pribadi)
Dari tabel di atas, terlihat bahwa setelah melakukan Transfer Pricing, total pajak yang dibayarkan berkurang dari 6.500 menjadi 5.500. Hal ini terjadi karena PT A menjual barangnya ke Perusahaan B dengan harga lebih rendah, sehingga laba yang dilaporkan di PT A menurun. Sebaliknya, laba di Perusahaan B meningkat, tetapi karena tarif pajaknya lebih rendah (15% dibandingkan 25%), total pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Skema seperti ini sering digunakan oleh perusahaan multinasional untuk meminimalkan pajak yang harus dibayarkan secara global.
ADVERTISEMENT
Teori dan Aturan yang Berlaku
Dalam konteks Indonesia, risiko penghindaran pajak melalui skema Transfer Pricing menjadi perhatian utama bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia melakukan transaksi afiliasi dengan perusahaan luar negeri dalam bentuk penjualan barang, jasa, royalti, bunga pinjaman, dan lainnya.
Dalam peraturan perpajakan Indonesia, hubungan istimewa yang menjadi dasar Transfer Pricing diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang menyatakan bahwa hubungan istimewa dianggap terjadi jika:
ADVERTISEMENT
Apa Kata UU KUP Tentang Ini?
UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) punya peran penting dalam mengawasi dan mengatur Transfer Pricing. Beberapa pasal yang relevan antara lain:
Gimana Cara Mengatasi Masalah Ini?
Agar Transfer Pricing tidak merugikan penerimaan pajak negara, ada beberapa cara yang bisa diterapkan:
Untuk menilai kewajaran harga dalam transaksi afiliasi, dilakukan Analisis Kesebandingan, yaitu membandingkan harga transaksi afiliasi dengan harga transaksi independen yang sebanding. Dari analisis ini diperoleh Data Pembanding yang digunakan untuk menentukan apakah harga yang digunakan dalam transaksi afiliasi sudah wajar atau tidak. Beberapa metode yang digunakan untuk menilai kewajaran transaksi afiliasi adalah:
ADVERTISEMENT
Apabila hasil analisis menunjukkan bahwa harga transaksi afiliasi tidak sesuai dengan prinsip kewajaran, maka DJP dapat melakukan koreksi fiskal.
Untuk mengurangi sengketa perpajakan akibat koreksi Transfer Pricing, Wajib Pajak dapat menempuh berbagai jalur penyelesaian, baik domestik maupun internasional.
ADVERTISEMENT
a. Mutual Agreement Procedure (MAP) yang diatur dalam Pasal 35 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) untuk menyelesaikan sengketa secara bilateral antara otoritas pajak dua negara.
b. Advance Pricing Agreement (APA) yang diatur dalam PMK 49/PMK.03/2019 dan PER-16/PJ/2020 untuk menentukan harga transaksi afiliasi di masa depan guna menghindari sengketa pajak.
Kesimpulan
Transfer Pricing merupakan salah satu isu penting dalam perpajakan yang dapat berdampak pada penerimaan pajak suatu negara. Dalam konteks Indonesia, UU KUP memberikan kewenangan kepada DJP untuk memastikan bahwa transaksi afiliasi dilakukan sesuai dengan prinsip kewajaran. Untuk mengurangi sengketa Transfer Pricing, sinergi antara pemangku kepentingan dan mekanisme penyelesaian sengketa seperti MAP dan APA sangat diperlukan guna menciptakan kepastian hukum bagi Wajib Pajak serta menjaga penerimaan pajak negara.
ADVERTISEMENT