Konten dari Pengguna

Fluktuasi Suku Bunga: Ancaman atau Peluang?

Nopita Sri Rahayu
Nama saya Nopita Sri Rahayu, biasa di panggil ayu, hobi saya olahraga yaitu futsal. Saya merupakan mahasiswa aktif Universita Sanata Dharma, program studi Ekonomi.
18 November 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nopita Sri Rahayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Bank BNI Di Yogyakarta ( Dokumentasi Pribadi )
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Bank BNI Di Yogyakarta ( Dokumentasi Pribadi )
ADVERTISEMENT
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 17-18 September 2024, memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh ketidakpastian global, inflasi rendah, serta untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik. Penurunan suku bunga ini memicu perdebatan, apakah hal tersebut akan menjadi ancaman atau justru peluang bagi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT

Ancaman Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Menurunkan suku bunga acuan bertujuan untuk merangsang konsumsi dan investasi dengan menurunkan biaya pinjaman. Secara teoritis, biaya pinjaman yang lebih rendah akan meningkatkan likuiditas di pasar, membuat individu dan perusahaan lebih mudah mendapatkan kredit untuk konsumsi dan investasi. Akibatnya, permintaan agregat dapat meningkat, mendorong aktivitas ekonomi lebih tinggi. Pada awalnya, kebijakan ini tampak mendukung pertumbuhan ekonomi.
Namun, peningkatan permintaan yang lebih cepat daripada kapasitas pasokan dalam negeri membawa risiko tersendiri. Kenaikan permintaan yang signifikan tanpa diimbangi oleh peningkatan pasokan barang dan jasa dapat memicu inflasi. Jika inflasi mulai meningkat terlalu cepat, hal ini dapat mengurangi daya beli masyarakat. Pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan transportasi, bisa mengikis pendapatan riil, terutama bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Dalam jangka panjang, inflasi yang tidak terkendali akan memaksa Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga guna menjaga stabilitas harga, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, rendahnya suku bunga juga berisiko melemahkan nilai tukar rupiah. Dengan imbal hasil yang lebih rendah pada instrumen investasi domestik, investor asing akan menarik dananya dari pasar keuangan Indonesia untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi di tempat lain. Arus modal keluar ini dapat menekan nilai tukar rupiah, membuat mata uang domestik terdepresiasi. Depresiasi rupiah, jika tidak dikelola dengan baik, akan memperburuk defisit transaksi berjalan karena biaya impor meningkat, sementara daya saing ekspor tidak serta merta meningkat dengan cepat.

Peluang Mendorong Pemulihan Ekonomi

Meskipun ada risiko yang terkait dengan inflasi dan nilai tukar, penurunan suku bunga juga membuka peluang untuk mempercepat pemulihan ekonomi, khususnya setelah periode ketidakpastian global yang panjang. Dalam konteks ekonomi domestik yang sedang berjuang pulih dari perlambatan, suku bunga yang lebih rendah dapat memberikan dorongan yang dibutuhkan untuk menggairahkan sektor riil. Sektor-sektor seperti manufaktur, konstruksi, dan infrastruktur yang bergantung pada pembiayaan jangka panjang akan sangat diuntungkan oleh kebijakan ini. Dengan biaya modal yang lebih rendah, perusahaan dapat memperluas produksi, menciptakan lapangan kerja baru, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Penurunan suku bunga ini juga dapat memperbaiki kepercayaan konsumen dan pelaku usaha, menciptakan siklus positif di mana meningkatnya konsumsi mendorong produksi, yang pada gilirannya merangsang investasi lebih lanjut. Di tengah kondisi di mana ketidakpastian ekonomi global membuat banyak negara mengalami perlambatan, keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga memberikan sinyal bahwa pemerintah siap mendukung pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan moneter yang akomodatif.
Selain itu, bagi sektor perbankan, suku bunga rendah dapat meningkatkan permintaan kredit, baik dari individu maupun perusahaan. Ini memungkinkan bank untuk mengumpulkan lebih
banyak pendapatan dari peningkatan volume pinjaman, meskipun margin keuntungan mereka pada masing-masing pinjaman mungkin sedikit menurun.

Menyeimbangkan Risiko dan Peluang

Menurunkan suku bunga di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan adalah tindakan yang perlu dipertimbangkan secara hati-hati. Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi yang tetap rendah, yakni di kisaran 2,5±1 persen. Dengan inflasi yang terkendali, Bank Indonesia memiliki ruang lebih besar untuk fokus pada pemulihan ekonomi tanpa terlalu khawatir memicu kenaikan harga yang berlebihan. Suku bunga yang lebih rendah juga menjadi instrumen penting untuk menjaga momentum pemulihan di sektor riil, terutama dalam meningkatkan daya beli masyarakat serta mendukung pembiayaan proyek-proyek strategis yang dapat mendongkrak pertumbuhan jangka menengah hingga panjang.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia perlu memastikan bahwa kebijakan ini diiringi dengan langkah-langkah pengawasan yang ketat terhadap inflasi. Selain itu, pemerintah juga perlu mengambil langkah-langkah yang mendukung kebijakan ini, seperti memperkuat sektor produktif, mengurangi ketergantungan pada impor, serta meningkatkan efisiensi distribusi barang dan jasa di pasar domestik. Dengan begitu, risiko tekanan inflasi dan ketidakstabilan nilai tukar dapat diminimalisir.
Secara keseluruhan, keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga pada September 2024 mencerminkan respons yang cermat terhadap dinamika ekonomi global dan domestik. Meskipun ada ancaman terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang, kebijakan ini juga menawarkan peluang untuk mendorong pertumbuhan dan pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Kunci keberhasilan terletak pada bagaimana pemerintah dan otoritas moneter mengelola keseimbangan antara risiko dan peluang yang ada.
ADVERTISEMENT