Peringatan 10 November Kesaksian Pahlawanku

Noviani Mariyatul Hakim
Alumni Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, pegiat sosial, pendidik di Yayasan dan sekolah
Konten dari Pengguna
10 November 2021 18:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Noviani Mariyatul Hakim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto bersama mantan veteran pejuang kemerdekaan Indonesia. Seragam yang digunakan adalah baju BPRI. Sumber dokumentasi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
foto bersama mantan veteran pejuang kemerdekaan Indonesia. Seragam yang digunakan adalah baju BPRI. Sumber dokumentasi pribadi
ADVERTISEMENT
Inspirasiku
"Tidak ada kehidupan yang benar-benar aman di waktu itu meski secara de facto Indonesia telah merdeka. Semua berlarian, bersembunyi hingga mengungsi, tapi tak sedikit juga yang ikut melawan ketika bala tentara itu lagi datang. Suara tembakan, desingan peluru dan granat beradu setiap hari dan puncaknya terjadi pada 10 November 1945." Begitulah kesaksian dari salah satu veteran yang pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ialah Pak Achmad selaku mantan anggota pasukan laskar BPRI (Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia).
ADVERTISEMENT
Perjuangan membela negara tidak pernah berakhir meski Indonesia telah merebutkan kemerdekaannya di tahun 1945. Pasca kemerdekaan, kondisi negara juga belum stabil karena masih beradaptasi dengan pemerintahan baru. Perekonomian dan tata negara yang masih belum pulih itu kembali dihantam dengan kedatangan sekutu di bulan Oktober 1945. Inilah perang pertama yang terjadi pasca Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Perang terdahsyat yang saat ini termasuk peristiwa bersejarah, yakni 10 November 1945.
Perjuangan rakyat Indonesia masih belum usai pasca kata merdeka berhasil diraih. Pertumpahan darah terus terjadi yang bermula ketika masyarakat Surabaya melecuti senjata tentara Jepang dan membuat Inggris geram. Tidak disangka, banyak di antara mereka yang bergerak melawan tentara Inggris menggunakan persenjataan dari Jepang yang waktu itu disimpan dalam gudang besar Don Bosco Jalan Tidar. Alat-alat tradisional yang digunakan seperti ketapel, bambu runcing untuk melawan sebelumnya akhirnya diganti dengan senjata api, granat hingga meriam. Gudang yang telah berdiri sejak tahun 1937 ini merupakan gudang senjata di Surabaya yang dikabarkan juga terbesar di Asia Tenggara. Gudang senjata ini berhasil diambil alih oleh para pemuda pada tanggal 1 Oktober 1945 yang kemudian dijadikan markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
ADVERTISEMENT
Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945 merupakan bagian dari AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan ikut membonceng tentara Belanda yang tergabung (Netherlands Indies Civil Administration) NICA. Kemerdekaan Indonesia dipertaruhkan kembali karena sekutu ingin merebut dan menduduki kawasan Indonesia untuk kesekian kalinya. Tentara Inggris bertempur dibantu pasukan yang dibawanya antara lain Gurkha dari Nepal dan India. Banyak laskar (kelompok) yang dibentuk oleh masyarakat untuk memudahkan koordinasi dalam perang seperti laskar minyak, laskar Hizbullah. Salah satu yang terkenal dan memimpin kelompok-kelompok kecil lainnya ialah BPRI yang dipimpin oleh Bung Tomo. Berbagai bala bantuan datang dari segala penjuru, bahkan santri-santri di pesantren juga dikerahkan oleh Kyai Hasyim Asy’ari untuk membantu pertempuran yang terjadi di Surabaya hingga melahirkan resolusi jihad. Pertempuran terjadi selama tiga pekan yang membawa kematian besar dari kedua belah pihak. Meski masyarakat Surabaya kalah, tetapi mereka telah berhasil membuat Inggris kewalahan dan memukul mundur pihak sekutu.
ADVERTISEMENT
Pada titik peristiwa ini kita dapat menarik garis benang merah, jika dahulu rakyat Indonesia bahu-membahu ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan senjata melawan penjajah, tanpa melihat tingkatan golongan suku, ras dan agama. Maka di era ini kita harus saling bersinergi untuk berjuang melawan kebodohan, rasa malas dalam diri agar Indonesia dapat maju lewat optimalisasi sumber daya manusia yang berkualitas. Hari ini, tepat 76 tahun kita mengetahui bersama bahwa perolehan kemerdekaan ini tak hanya menguras tenaga, uang, dan pikiran. Melainkan semua hal yang melekat pada diri telah mengorbankan penuh demi tercapainya kemerdekaan.
Para tokoh dari pemuda maupun kalangan tua yang ikut terlibat dalam pertempuran Surabaya di antaranya Kyai Hasyim Asyari, Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan Moestopo. Mari kita menjadi Bung Tomo di era kini, mewarisi semangatnya dalam berjuang dan memantik semangat para pemuda lainnya. Mari kita menjadi Hasyim Asyari di kehidupan sekarang, yang terus berkontribusi pada negara, menggerakkan rakyat tanpa mementingkan golongan dan kita bangkitkan kembali pahlawan-pahlawan lalu sebagai inspirasi bersama di masa kini. Membangun kesadaran kolektif pada masyarakat untuk meneladani tokoh-tokoh terdahulu dengan melihat daya juangnya yang tak pernah berhenti.
ADVERTISEMENT
Bersamaan ini, tema yang diusung di tahun 2021 dalam memperingati hari pahlawan ialah Pahlawanku Inspirasiku. Tujuannya untuk membangkitkan gairah semangat dan menanamkan nilai patriotisme pada generasi sekarang agar terus bergerak membangun negeri sesuai dengan keahlian (profesi) masing-masing. Menjadikan para pahlawan sebagai sumber inspirasi agar terus melanjutkan perjuangan sesuai semangat zaman. Jika di abad ke-20 para pemuda bergerak memperjuangkan negaranya dengan angkat senjata, mengusir penjajah, maka di era abad ke-21 ini kita harus bersama-sama berjuang mengisi kemerdekaan, dengan melawan hawa nafsu, mengusir rasa malas agar tak terjebak pada rasa nyaman yang bisa membawa negara ini pada kebodohan dan kehancuran.
Momen di hari pahlawan ini mengajak kita untuk kembali bersama duduk mengenang dan mendoakan jasa para pahlawan yang telah gugur. Akan tetapi, bentuk apresiasi itu tak cukup hanya sekadar selebrasi satu tahun sekali. Pada implementasinya, kita perlu mengembalikan ruh semangat para pahlawan pada diri sendiri setiap harinya, yakni dengan memberikan kontribusi terbaik bagi tanah air, mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia ini dengan sebaik-baiknya. Bentuk kontribusi itu tak lain adalah dengan melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas kita. Bertindak jujur dalam setiap beraktivitas, amanah bila diberi kepercayaan, mampu bekerja sama tanpa memandang golongan, suku atau agama. Mari terus bergerak, menghargai jasa para pendahulu kita dengan menjadi pahlawan di masa kini demi tercapainya kemerdekaan yang sebenar-benarnya.
ADVERTISEMENT