Lapis Legit Pontianak Memeriahkan Silaturahmi

Novi Fitmawati
Traditional cake enthusiast, love baking and travelling.
Konten dari Pengguna
19 Mei 2022 16:28 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novi Fitmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Silaturahmi Idul Fitri Setelah 2 tahun Pandemi Covid-19
Lapis Legit Pontianak. Sumber: Koleksi Pribadi
Dering telepon berbunyi dan terdengar suara salam dari kejauhan, “Assalamualaikum Nov,” terdengar suara lirih diiringi isak tangis yang tidak biasa. “Waalaikumsalam” jawabku cemas. “Nov, papa Nov,”. Aku masih berprasangka baik tentang papa, karena memang terakhir aku menghubunginya, papa masih dalam kondisi tidak enak badan.
ADVERTISEMENT
Aku bertanya “papa kenapa?”. “Papa meninggal”. Deg jantungku serasa berhenti berdetak mendengar berita yang bagai petir di siang hari. Hasil lab papa menunjukkan bahwa beliau terkena virus covid gelombang pertama yang saat itu belum ada cara efektif untuk penananggulangannya.
Akhirnya saya dan keluarga merasakan badai itu benar-benar hadir dalam keluarga saya hingga merenggut nyawa salah satu anggota keluarga kami.
Dunia seakan berhenti sejenak dengan lelahnya aktivitas seluruh umat manusia di penjuru dunia. Bagaikan kiamat kecil, badai itu menghentikan segalanya. Kegiatan yang biasa kita lakukan dengan normal, bertemu dengan kerabat, bekerja di kantor hingga kumpul keluarga menjadi terhenti.
Kita seperti burung di dalam sangkar yang tidak boleh pergi keluar oleh tuannya. Kita hanya berdiam diri di dalam rumah dengan seluruh aktivitasnya. Hingga semua merasa jenuh karena tidak mampu mengikuti irama kehidupan yang baru dijalani ini.
ADVERTISEMENT
Diperkaya dengan berita-berita jumlah orang yang terinfeksi virus ini. Selama dua tahun terakhir tidak henti-hentinya berita tentang pasien covid yang tidak mendapatkan perawatan di rumah sakit, para tenaga kesehatan yang rela kehilangan waktu dan tenaganya.
Berita kematian yang tidak henti-hentinya mengusik pikiran kita baik melalui berita daring maupun dari grup whatsapp kantor dan keluarga membuat depresi . Tentu saja diperlukan kemampuan untuk menyaring semua informasi dan berita yang datang agar kita tetap memiliki pikiran positif untuk dapat bertahan melalui badai ini.
Pandemi ini merubah kebiasaan-kebiasaan kita dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan yang biasanya kita lakukan dengan bertatap muka, kini kita dipaksa untuk mengubahnya dengan media daring. Selama dua tahun terakhir Sembilan puluh Sembilan persen seluruh kegiatan dilakukan secara daring.
ADVERTISEMENT
Kehidupan baru ini menjadi tantangan dan menjadi kebiasaan yang harus dijalani, dan selanjutnya menjadi habit yang dimaklumi. Yang tadinya kita berjibaku dengan kemacetan ibukota, kini kita dipaksa untuk terbiasa bekerja dari rumah.
Kebiasaan ini tidak membuat pekerjaan kita menjadi jauh lebih ringan namun menjadi tantangan baru terutama para orang tua yang harus membagi waktu antara bekerja dan mengawasi anak-anaknya untuk menjalani aktivitas sekolahnya melalui media daring.
Pekerjaan kantor yang menumpuk dan tekanan deadline semua tugas-tugas yang diminta oleh atasan, mendampingi anak-anak sekolah daring dan memberikan pemahaman serta menjelaskan materi sekolah, serta harus menyiapkan masakan keluarga.
Namun Idul fitri tahun ini kita menemukan sesuatu hal yang berbeda. Seakan-akan dunia yang dahulu kita nanti-nanti kini kembali. Meskipun masih ditengah masa pandemi, satu hal yang perlu disyukuri pemerintah Indonesia memberikan cuti bersama yang cukup panjang selama hari raya Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
Iyah…. Setelah dua tahun berturut-turut kita semua tidak mendapatkan cuti lebaran, kita tidak dapat berjumpa dengan sanak saudara kita bahkan shalat ied pun kita harus dirumah. Tapi tenang kita masih belum bisa ngalahin bang Thoyib yang tiga kali puasa, tiga kali lebaran gak pulang-pulang.
Kali ini semua mendapatkan cuti lebaran dan libur yang kalau diakumulasi dengan weekend jumlahnya mencapai 10 hari yang membuat semua masyarakat Indonesia baik yang ada di luar negeri maupun di seluruh penjuru propinsi di Indonesia sudah tidak sabaran ingin pulang kampung untuk bertemu dengan saudara-saudaranya.
Bayangkan setelah 2 tahun berturut-turut tidak bersilaturahmi dengan keluarga karena kita berusaha untuk mematuhi peraturan pemerintah, dan akhirnya kita mendapatkan kesempatan berharga tersebut. Rasa rindu yang terpendam untuk bertemu sanak keluarga akhirnya dapat dibayar tuntas saat lebaran tiba.
ADVERTISEMENT
Saya selalu bersyukur karena pekerjaan, saya mendapatkan kesempatan tinggal di Republik Ceko selama dua tahun. Siapa bilang semua warga eropa patuh terhadap aturan. Masih ada, sebagian warga eropa yang tidak percaya covid dan tidak mau vaksin.
Namun karena pemerintah Ceko yang sangat tegas memberlakukan sanksi dan pembatasan jika tidak melaksanakan vaksin hingga sebesar 41% warga telah menerima vaksin, warganya patuh untuk menjalaninya karena vaksin juga menjadi syarat untuk perjalanan antar negara.
Saya sendiri sangat bangga menjadi warga Indonesia yang saya lihat sudah begitu patuh pada aturan baik saat tidak pulang kampung saat pemerintah menerapkan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)
Pun saat harus ikut vaksinasi covid-19 tanpa memilih menggunakan Sinovac, Pfizer atau Astra Zeneca. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) Dari 270 juta jiwa penduduk Indonesia sebanyak 41 juta penduduk telah mendapatkan dosis vaksinasi.
ADVERTISEMENT
Coba kita bandingkan dengan penduduk Ceko yang hanya berjumlah 10 juta jiwa data penduduk yang telah mendapatkan vaksin sejumlah 4,1 juta jiwa. Berdasarkan persentase memang penduduk Indonesia jauh tertinggal namun dari sisi jumlah 41 juta jiwa tersebut terbilang besar.
Karena pertimbangan beberapa hal, libur lebaran kali ini saya memutuskan tidak pulang kampung ke tanah kelahiran saya di Kalimantan. Saya merayakan lebaran tahun ini berkumpul dengan keluarga suami yang berasal dari keluarga betawi Tangerang.
Lebaran kali ini menjadi sangat berbeda, saya dan suami kehilangan ayah mertua dan adik ipar yang telah lebih dahulu pergi kembali ke sisi Allah SWT karena terpapar covid-19. Namun bukan berarti saya dan keluarga tidak bersuka cita menyambut dan menikmati lebaran kali ini.
ADVERTISEMENT
Tentu saja dimulai dengan melaksanakan puasa dan shalat tarawih bersama. Saya dan keluarga melaksanakan shalat tarawih berjamaah di rumah dan saat weekend jika saya masih memiliki energi lebih, saya bersama anak-anak menunaikan shalat subuh dan tarawih di masjid.
Tentunya kita semua masih menerapkan protokol kesehatan yang sudah disosialisasikan pemerintah dengan melaksanakan wudhu di rumah, menggunakan masker dan membawa sajadah sendiri.
Dan saya lihat warga sekitar komplek masjid juga sangat menaati protokol kesehatan dengan tidak mencopot masker yang digunakan selama proses sholat tarawih dilaksanakan.
Harumnya butter dan keju yang terpanggang dalam oven menyadarkan saya bahwa lebaran akan tiba sebentar lagi. Wanginya membuahkan rasa rindu yang tidak tertahankan untuk pulang ke tanah kelahiran dan membangkitkan romansa-romansa indah saat masa remaja serta mengulang kembali kenangan indah di kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan yang dilakukan dua minggu menjelang hari raya, saya dan keluarga giat membuat kue kering dan penganan khas daerah Pontianak kota khatulistiwa dimana saya berasal. Tidak lupa saya akan membuat kue lapis legit salah satu kue basah ciri khas Pontianak.
Lapis Legit Tikar Pontianak. Sumber: Koleksi Pribadi
Kue lapis legit ini merupakan salah satu ciri khas dan panganan kebanggaan buat setiap rumah di Pontianak saat hari raya. Apalagi buat Ibu-ibu yang memiliki anak gadis. Ibu-ibu ini akan berlomba-lomba dengan tetangga dan kenalannya untuk mempromosikan kue lapis yang tersaji di atas meja ruang tamu mereka.
Usaha ini merupakan salah satu bentuk promosi betapa si anak gadisnya cekatan dan terampil dalam pekerjaan rumah tangga.
Proses pembuatan lapis legit sendiri membutuhkan kesabaran dan ketelitian yang luar biasa, serta menyita waktu dalam membakarnya lapis per lapis. Setiap lapisannya melukiskan kesabaran, penantian, diiringi rasa harap-harap cemas dari si pembuat lapis akan hasil dari kue tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagaimana hati tidak merasa cemas, seandainya kue yang dibuat dengan peluh keringat itu tidak sukses. Mengingat besarnya biaya yang sudah dikeluarkan.
Sementara untuk membuat kue lapis tersebut menggunakan bahan-bahan premium yang cukup menguras saku, mengingat tingginya harga bahan pokok setiap menjelang bulan Ramadan.
Bayangkan saja, untuk menyajikan satu cetak kue lapis membutuhkan 30 buah kuning telur, ditambah 350gram mentega Wysman, dipadu dengan 75gram susu bubuk dan dicampur dengan 225gram gula halus.
Selain biaya yang tidak sedikit dikeluarkan, tenaga pun harus kita perhitungkan. Proses pembakaran satu cetak kue lapis memakan waktu selama kurang lebih 5 sampai 6 jam. Pasti deh pusing melihat tagihan listrik di akhir bulan.
ADVERTISEMENT
Namun karena ada rasa cinta dan sabar demi sanak saudara yang akan berkunjung di hari lebaran, saya harus meluangkan waktu dari ketatnya jadwal dan banyaknya deadline kantor yang diharus diselesaikan.
Dan akhirnya rasa lelah itu terbayarkan setelah melihat setiap lapisan kue lapis terbakar sempurna dan menjadi sepotong lapis legit yang cantik dan siap dinikmati setiap keluarga yang datang.
Sayup-sayup takbir terdengar dari speaker-speaker masjid. Suara menggema saling bersahut-sahutan menandakan esok hari seluruh umat muslim merayakan idul fitri. Saya sekeluarga bahu membahu membersihkan rumah untuk menyambut hari yang fitri ini.
Bentangan karpet yang menutupi lantai, ketupat yang tergantung dengan cantiknya, kue-kue kering yang tertata rapih di dalam toples, ditambah dengan kue lapis yang dibuat dengan rasa cinta disandingkan dengan kue tradisional Betawi yang biasa disebut dengan tape uli dan dodol berwarna hitam siap menyambut tamu-tamu yang besok hadir di rumah mertua.
ADVERTISEMENT
Kita semua bersuka cita karena akhirnya kita dapat berkumpul kembali di hari yang fitri ini. Untuk keluarga Betawi penganan tape uli merupakan ciri khas yang selalu ada di meja ruang tamu.
Penganan tape uli dan dodol mencerminkan manis dan lekatnya rasa uli dan dodol merepresentasikan rasa erat dan lekatnya kekerabatan dan kentalnya rasa kekeluargaan yang hadir saat berkumpul bersama di hari raya.
Kue Lapis Legit, Dodol Betawi, dan Tape Uli.Sumber: Koleksi Pribadi
Suara salam terdengar dari pintu pagar dan semua keluarga di rumah menyambut para tamu yang memang sudah memendam rasa rindu untuk bertemu. Akhirnya saya dan keluarga dapat bertemu secara tatap muka dengan ncang, ncing, nyai, engkong, tante, om dan keponakan.
Mengingat banyaknya angggota keluarga sehingga membutuhkan waktu selama dua minggu berturut-turut untuk dapat saling bertemu dengan tidak lupa sambil menikmati lapis legit, tape uli dan dodol yang tersaji rapi di atas meja ruang tamu.
ADVERTISEMENT
Kemeriahan lebaran serasa menjadi sempurna dengan saling bertatap muka dan menikmati lapis legit dimana di setiap lapisannya mencerminkan besarnya rasa kekeluargaan dan cinta yang berlapis-lapis dari generasi ke generasi.
Semua keluarga yang hadir selalu memuji lapis legit yang tersaji dan mereka sembari menanyakan kemungkinan untuk memesan kue lapis legit. Meskipun banyak yang minta dibuatkan, rasanya saya belum sanggup membuka pesanan karena deadline pekerjaan kantor yang selalu menanti dan harus segera diselesaikan.
Tapi hati ini senang rasanya melihat setiap potongan kue lapis itu habis tidak tersisa dimakan oleh para tamu yang datang sehingga menambah daftar panjang pecinta dan calon pembeli dari kue Lapis Legit Pontianak.