Konten dari Pengguna

Representasi Pengaruh Westernisasi Terhadap Pribumi dalam Novel Student Hidjo

Novia Fitri Zahroh
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29 Juli 2024 9:09 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novia Fitri Zahroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gmabar: novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo. (sumber gambar: pribadi).
zoom-in-whitePerbesar
Gmabar: novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo. (sumber gambar: pribadi).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sastra sering kali dianggap sebagai representasi kehidupan. Mas Marco Kartodikromo merupakan salah satu penulis penting dalam perkembangan sastra di Indonesia, terutama pada awal abad ke-20. Mas Marco Kartodikromo adalah seorang pengarang produktif dan juga seorang wartawan. Ia berkali-kali dijatuhi hukuman oleh pemerintah jajahan Belanda karena tulisan-tulisannya dan ia akhirnya meninggal dalam pembuangan di Digul-Atas, Irian Barat. Dari tangannya itu terbit beberapa buah buku, kebanyakan roman, di antaranya yang berjudul Mata Gelap (1914), Student Hidjo (1919), Syair Rempah-rempah (1919), dan Rasa Merdeka (1924) (Rosidi, 2013).
ADVERTISEMENT
Dalam karyanya, penulis ini menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Hindia Belanda dengan memperlihatkan kondisi sosial, politik, dan juga budaya. Dalam karyanya, Mas Marco juga sering kali mengangkat isu-isu sosial yang sesuai dengan zamannya, seperti ketidakadilan, penindasan, perbedaan kelas, dan ketimpangan soial. Hal ini tentunya membuat karyanya memiliki nilai historis yang penting dalam memahami perkembangan sosial masyarakat Hindia Belanda. Salah satu karyanya yang terkenal yaitu Student Hidjo, di mana di dalamnya membahas mengenai kehidupan masyarakat Hindia Belanda dan juga kebudayaan Belanda. Inspirasi akan hal itu, diambil saat ia tinggal di Belanda dan dalam karyanya Student Hidjo ini ia ingin melukiskan gambaran kehidupan Belanda dari berbagai sudut yang ada saat itu.
Pada masa kolonial, pengaruh kehidupan Belanda sangatlah kuat bagi penduduk Hindia Belanda. Dalam sejarah Indonesia, tidak pernah disebutkan secara jelas kapan proses westernisasi ini terjadi. Beberapa sejarawan Islam mengatakan bahwa proses westernisasi ini telah terjadi sejak awal kolonialisme dan imperialisme di Indonesia dan dunia Islam lainnya pada abad ke-19 M. Hal ini dapat dibenarkan oleh pengaruh langsung yang dapat diberikan Barat terhadap orang Indonesia (Alfadhil et al., 2021). Adapun pengaruh adanya kolonialisme, tidak hanya merubah tatanan politik yang ada sebelumnya, tetapi juga memperkenalkan akan budaya, teknologi, dan gagasan-gagasan Barat ke masyarakat Hindia Belanda pada saat itu. Dalam novel Student Hidjo tentunya Mas Marco ingin menghadirkan pengaruh westernisasi terhadap kehidupan masyarakat pribumi.
ADVERTISEMENT
Westernisasi disebut sebagai proses pembaratan yang membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk gaya hidup. Menurut Koentjaningrat, westernisasi merupakan sesuatu hal yang meniru gaya hidup orang barat dan dilakukan secara berlebihan (Putri et al., 2023). Pendekatan Koentjaningrat terhadap westernisasi didasarkan pada pengetahuan bahwa proses ini memerlukan transformasi budaya dan perubahan dalam sejumlah aspek kehidupan masyarakat luas, selain penyerapan komponen budaya Barat oleh masyarakat lain. Koentjaningrat mengakui bahwa proses westernisasi memiliki bentuk yang kompleks dan multidimensional, yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti: gaya hidup, teknologi, politik, ekonomi, dan nilai-nilai budaya. Dalam novel Student Hidjo ini, Mas Marco menghadirkan berbagai pengaruh westerniasi terhadap kehidupan masyarakat pribumi.
1. Pengaruh westernisasi terhadap gaya hidup pribumi
ADVERTISEMENT
“Kenapa kamu memakai baju sutra kuning, kain bagus, subang berlian, selop model baru?” balas Hidjo. (Student Hidjo, halaman 12)
“Pakaian Raden Ajeng Woengoe yang serba sutra melekat di badannya yang kuning itu, sudah menunjukkan bahwa hatinya senang dan badannya sehat. Kalung jamrud dan cincin berlian yang dipakainya semakin membikin elok paras wajahnya”. (Student Hidjo, halaman 40)
Dalam novel Student Hidjo, digambarkan para tokoh pribumi mengikuti kebudayaan Belanda, dengan menggunakan pakaian sutra kuning, kalung jamrud, dan juga perhiasan berlian. Cara berpakaian tokoh dalam novel Student Hidjo tentunya tidak mencerminkan cara berpakaian kaum pribumi yang menggunakan kain batik sebagai pakaiannya, bukan kain sutra. Kaum pribumi juga tidak menggunakan perhiasan dalam kesehariannya, hal itu tentunya tidak sepaham dengan penampilan tokoh Raden Ajeng Woengoe yang menggunakan kalung jamrud dan cincin berlian. Kaum pribumi juga tidak menggunakan alas kaki, tetapi di dalam tokoh Student Hidjo, digambarkan salah satu tokoh mengenakan model selop baru yang tentunya mengikuti budaya Belanda yang selalu berpakaian rapih serta menggunakan alas kaki dalam kesehariannya.
ADVERTISEMENT
2. Pengaruh westernisasi terhadap teknologi pribumi
Waktu itu Juru Tulis Wedono sedang telepon ke kantor Kabupaten Djarak, dan meminta supaya Raden Mas Wardojo mau menerima telepon, sebab Raden Wongoe hendak berbicara dalam telepon itu. (Student Hidjo, halaman 65)
Dalam novel Student Hidjo digambarkan beberapa tokoh menggunakan telepon yang biasa digunakan oleh pihak Belanda. Hal ini tentu tidak menggambarkan tokoh pribumi yang selalu mengirimkan surat satu sama lain untuk saling berkomunikasi. Dengan adanya penggunaan telepon, tentnunya hal itu menjadi dampak bagi pribumi akibat adanya westernisasi. Adnya telepon justru membawa pengaruh baik bagi kaum pribumi, karena dengan adanya telepon dapat mempermudah kaum pribumi untuk saling berkomunikasi satu sama lain.
3. Pengaruh westernisasi terhadap politik pribumi
ADVERTISEMENT
Orang-orang yang ada di kabupaten sibuk mengatur rumah. Juga klonengan (merdanga) yang akan dipertontonkan untuk menyenangkan semua orang yang turut merayakan hari ulang tahun Regent, sudah tersedia di pendopo kabupaten. (Student Hidjo halaman 73)
R.A. Woengoe dan R.M. Wardojo, ketika mengetahui bahwa tamu-tamu itu adalah assistant Resident dan istrinya Onderwijseres, patih, dan Controleur. (Student Hidjo halaman 77)
Dalam novel Student Hidjo digambarkan terdapat istilah struktur sosial politik yang ada pada saat itu. Kolonial Belanda memperkenalkan sistem pemerintahan yang didominasi oleh elite kolonial Belanda dan kaum priyayi (bangsawan Jawa yang berkolaborasi dengan pemerintahan kolonial). Hal ini tentunya menghasilkan pembagian yang tajam antara mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasi pada saat itu. Dalam novel Student Hidjo terdapat istilah Regent yang memiliki artian sebagai pejabat pemerintah yang memegang kekuasaan sebagai pemimpin kabupaten’ atau distrik pada masa kolonial Belanda. Dalam novel ini juga terdapat istilah assistant Resident sebagai seseorang yang mengawasi pemerintahan provinsi di bawah pemerintahan kolonial sebagai seorang asisten residen. Terdapat juga istilah Onderwijseres yang memiliki arti sebagai seorang guru perempuan. Dan terdapat juga stilah Controleur memiliki arti sebagai seseorang pejabat administratif tertinggi di tingkat lokal atau regional.
ADVERTISEMENT
4. Pengaruh westernisasi terhadap ekonomi pribumi
Kamu tahu sendiri. Waktu ini, orang seperti saya masih dipandang rendah oleh orang-orang yang menjadi pegawai Gouvernement. (Student Hidjo, halaman 2)
Kadang-kadang saudara kita sendiri, yang juga turut menjadi pegawai Gouvernement, dia tidak mau kumpul dengan kita. Sebab dia pikir derajatnya lebih tinggi daripada kita yang hanya menjadi saudagar atau petani. (Student Hidjo, halaman 3)
Dalam novel Student Hidjo digambarkan tokoh Raden Potronojo menginginkan anaknya yaitu Raden Hidjo untuk melanjutkan sekolahnya menjadi ingenieur ke Negeri Belanda, dengan tujuan untuk menaikkan perekonomi keluarga agar terjadi perubahan kelas sosial dalam kelurganya. Hal ini tentunya pengaruh dari adanya westernisasi dalam kehidupan pribumi. Dengan perekonomian yang tinggi, tentunya kaum pribumi akan lebih banyak mendapatkan hak istimewa pada zaman kolonial. Berbeda halnya dengan pribumi yang memiliki perekonomian rendah, mereka tidak mendapatkan hak istimewa yang didapatkan oleh kaum pribumi dengan perekonomian tinggi. Tetunya hal itulah yang membuat, kaum pribumi berlomba-lomba untuk menaikkan taraf prekonomian mereka agar kelas sosial mereka juga mengalami perubahan dan mereka mendapatkan hak istimewa dari pihak Belanda.
ADVERTISEMENT
5. Pengaruh westernisasi terhadap nilai-nilai budaya pribumi
“Nee, Lieve”, kata Hidjo dengan suara yang tidak begitu keras membisikkan ke telinga Raden Ajeng seolah-olah hendak menciumnya. (Student Hidjo halaman14)
“Kijk,” Hidjo meneruskan pembicaraannya. (Student Hidjo halaman 16)
Dalam novel Student Hidjo, westernisasi dapat mempengaruhi bahasa yang digunakan pribumi. Pribumi saat itu sudah mengikuti bahasa yang dipakai oleh Belanda. Seperti pada tokoh Hidjo yang mengucapkan Nee, Lieve yang memiliki arti tidak, jantung hatiku. Lalu mengucapkan Kijk yang artinya dengar. Tokoh Hidjo, di dalam novel ini digambarkan sebagai tokoh yang sering kali menyisipkan bahasa Belanda saat berbicara dengan kaum pribumi, hal itu tentunya dijelaskan karena tokoh Hidjo menempuh pendidikan di HBS yang merupakan sekolah menengah atas yang dipegang oleh pihak Belanda saat itu.
ADVERTISEMENT
Kalau mengikuti adat Eropa, jika ada seseorang lelaki bersama-sama dua orang perempuan, yang lelaki mesti berjalan di tengah dan kanan kirinya diapit perempuan. (Student Hidjo halaman 27)
Waktu Raden Mas Wardojo sedang meloncat dari tempat duduknya hendak pindah ke belakang, kedua Raden Ajeng itu sama-sama memberi tempat untuk Raden Mas ada di tengah. Yaitu sebagaimana adat kesopanan eropa. (Student Hidjo halaman 69)
Dalam novel Student Hidjo digambarkan bahwa tokoh pribumi seperti Raden Ajeng Biroe, Raden Ajeng Woengoe , dan Raden Warjodo mengikuti perilaku kaum Belanda. Pada budaya pribumi tentunya tidak ada cara berjalan yang ditentukan, seperti posisi laki-laki harus selalu ditengah, dengan kanan dan kiri diisi oleh kaum perempuan. Budaya seperti inilah yang membuat kebudayaan pribumi semakin hilang dengan banyaknya kaum pribumi yang justru mengikuti budaya Barat dan menjadikan budaya Barat sebagai standar berprilaku sehari-hari.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Alfidhin Hasbar, M. H. (2021). Budaya Westernisasi Terhadap Masyarakat. Jurnal Sosial-Politika, 2(2), 99–108. https://doi.org/10.54144/jsp.v2i2.37
Najmudin, D. (2023). PENGARUH WESTERNISASI TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA DI KOTA BESAR DALAM PANDANGAN ISLAM. 1(2), 1–12.
Rosidi, A. (2013). Ikhtisar Sejarah Sastraa Indonesia. Pustaka Jaya.