Ibu yang Berjuang Melawan COVID-19

Novia Ramadina Setiawati
Seseorang Mahasiswa Semester 1 Jurnalistik dari Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
3 Desember 2021 12:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novia Ramadina Setiawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar seorang ibu yang menjaga anak terkasih dari seegala bahaya termasuk Covid-19. Sumber: https://pixabay.com/
zoom-in-whitePerbesar
Gambar seorang ibu yang menjaga anak terkasih dari seegala bahaya termasuk Covid-19. Sumber: https://pixabay.com/
ADVERTISEMENT
Bumi masih terselimuti rasa duka setelah kehilangan banyak orang tercinta karena penyakit mematikan. COVID-19 menjadi perbincangan publik yang paling ditakuti setelah mengancam banyak korban jiwa. Banyak jiwa telah terancam dan terenggut nyawanya akibat kemarahan duniawi berupa COVID-19 yang tidak kunjung usai. Hal menyakitkan ini telah dirasakan Yuyut yang harus berjuang melawan sakitnya COVID-19 serta penyakit komorbid yang ada pada dirinya. Penyakit COVID-19 ini menjadi awal mula dari perjuangannya bersama dengan keluarga pada Jumat, 2 Juli 2021.
ADVERTISEMENT
Kekhawatiran terhadap keluarga akan COVID-19 tepat dirasakan Yuyut di tengah televisi yang tidak kunjung usai memberitakan kasus COVID-19 yang meluap. Ekonomi yang terbilang sulit di tengah COVID-19 kini dirasakan Yuyut sehingga melindungi keluarga dengan tinjauan pemerintah mengenai COVID-19 menjadi satu-satunya yang bisa dilakukan saat bumi tidak dapat kembali seperti sediakala.
Penyakit yang mengaru biru seluruh dunia ini belum terpadamkan membuat Yuyut cemas karena nyawa sebagai taruhannya. Keluarga adalah pion penting yang harus dilindungi dari penyakit yang tidak terlihat, tetapi muncul tiba-tiba membawa kabar duka.
Ternyata kekhawatiran akan ekspektasi buruk malah menjadi realita. Anaknya yang bernama Ghani merasakan putaran tidak enak di kepalanya serta panas di sekujur tubuhnya tubuhnya. Yuyut mengira panas di tubuhnya hanya demam biasa dan pusing yang dirasakan anaknya karena terlalu lama menatap layar laptop. Akan tetapi, penciuman anaknya mula-mula memudar dan dua hari berikutnya penciumannya tidak dapat dirasakan lagi.
ADVERTISEMENT
Butuh sekitar satu minggu untuk Yuyut menyerah akan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita anaknya. Cara pengobatan yang dia berikan adalah pengobatan biasa dengan anjuran internet dalam mengembalikan penciuman. Namun, usahanya tidak menimbulkan hasil. Dia harus melakukan rapid test untuk mengetahui penyakit yang diderita anaknya. Ternyata hal yang ditakuti benar terjadi, yakni anaknya positif COVID-19 dan harus memulai menerapkan prokes.
Dengan kata lain, keluarganya termasuk dirinya harus menjalani rapid test karena penyebaran COVID-19 cepat apalagi bersama keluarga yang satu rumah. Kepanikan tidak ditunjukkan Yuyut bak seorang ibu yang mengambil segala risiko untuk melindungi anak-anaknya. Yuyut menjalankan aktivitasnya seperti biasa, tetapi kali ini dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Di samping itu, keluarga besar Yuyut setelah mendengar kabar buruk darinya langsung bergegas mencarikan rapid test dan PCR untuk di-check. Saat itu, situasi sangat ricuh karena COVID-19 di Indonesia sedang menaik tinggi tidak karuan.
Warga melantunkan adzan saat pemakaman anggota keluarganya yang terkena COVID-10 di TPU Srengseng Sawah Dua, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (11/3/2021). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Tes telah dilakukan dan hasil telat didapat membuat kesedihan makin terasa. Yuyut tidak menyangka kabar buruk malah datang dari dirinya saat melihat kertas dengan tulisan postif di tangan lemahnya karena tidak kuat mendengar kenyataan itu. Yuyut memang sering melakukan kontak dengan anaknya karena dia yang mengurus sakit anaknya. Akan tetapi, hal yang ditakuti Yuyut adalah harus pergi ke rumah sakit. Dia tidak pernah nyaman dengan rumah sakit karena sering mendatanginya akibat penyakit diabetes dan gagal ginjal yang dia peroleh.
ADVERTISEMENT
Segala protokol telah tersusun rapi di kediaman Yuyut. Ibu dari suaminya segera diamankan ke rumah keluarganya yang lain karena sudah negatif, tetapi anak perempuan dan bapaknya yang negatif tetap berada di rumah untuk berjaga-jaga dan menjadi asisten perawat untuk Yuyut dan Ghani. Hal yang memperburuk keadaan ketika mengetahui obat-obatan yang dibutuhkan habis.
Obat yang dibutuhkan Yuyut bukan hanya obat COVID-19, melainkan obat untuk diabetes dan gagal ginjalnya juga harus diminum karena sudah menyerang ke area yang membuat Yuyut tidak bisa bernapas dengan seharusnya. Tidak mudah memang harus berjuang melawan COVID-19 sambil mengkhawatirkan anaknya karena kasih sayang Ibu tidak terhingga dan tidak pernah putus walau harus menahan rasa sakit yang dideritanya.
ADVERTISEMENT
Kondisi Yuyut semakin hari tidak lekas membaik sehingga pergi ke rumah sakit adalah jalan keluar terbaik. Sakit yang dideritanya bercampur dengan gagal ginjal membuat dirinya lemas tidak berdaya. Dengan demikian, keluarganya membawa dirinya menggunakan taksi karena transportasi yang dibutuhkan dengan keterbatasan waktu hanyalah kendaraan tersebut. Kepanikan digantikan oleh rasa cemas dan pasrah berharap menemukan rumah sakit di sekitar Jakarta Selatan. Namun, hasil yang didapat hanyalah penolakan yang tidak kunjung berakhir.
Pasien yang disebakan oleh COVID-19 tidak kunjung usai membuat situasi rumah sakit dipenuhi oleh pasien gawat darurat. Akibatnya, Yuyut harus menahan rasa sakitnya dan kembali ke taksi segera pulang karena seluruh tubuhnya mulai membuat dirinya lemas tidak berdaya. Sayangnya Tuhan lebih menyayangi seorang ibu yang rela berkorban untuk merasakan sakit demi kesembuhan sang anak. Pada Sabtu, 10 Juli 2021, hembusan napas terakhir diberikan oleh mendiang Yuyut diiringi tangisan keluarga yang tidak sanggup menahan kesedihan karena ditinggal oleh sang Ibu yang terjaga.
ADVERTISEMENT
COVID-19 menjadi perjalanan hidup terberat yang dialami Yuyut dan keluarganya. Sang ibu tidak pernah takut untuk melindungi keluarga tercinta meskipun nyawanya sekalipun yang menjadi taruhannya. Dia rela berkorban demi kesembuhan anaknya, tetapi tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya. Perjalanannya akan dikenang dan Tuhan telah memberikan surga terbaik.