Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Semangat di Balik Keistimewaan
2 Desember 2021 17:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Novia Ramadina Setiawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Mampu bukan berarti memungkinkan. Penyandang disabilitas tidak berarti kurang mampu,” kutipan yang menyayat hati nan indah milik Khang Kijaro Nguyen benar adanya.
ADVERTISEMENT
Simpati serta empati tiba-tiba datang begitu saja setelah mendengar kata disabilitas. Stereotip masyarakat masih terkenang perih di hati para penyandang disabilitas makhluk istimewa sang pencipta tentang bagaimana hal ini dianggap tabu dan langka.
Bak burung yang berbulu emas di tengah-tengah kawanan burung merpati yang sedang terbang bebas menyusuri arah hembusan angin langit biru pusat perhatian lah yang mereka dapatkan. Gambaran ini tertuju pada penyandang disabilitas yang harus menjadi pusat perhatian di kehidupan sosialnya seperti makanan yang telah diterima setiap harinya.
Terlihat bagaimana simpati lah yang mengisi suara hati yang datang dari lubuk hati kita si manusia sempurna. Senyuman dan sapaan diberikan oleh mereka dibalas dengan tatapan prihatin, bahkan memilih menjauh tak bisa menerima perbedaan. Sesungguhnya, semangat dan ambisi telah mereka keluarkan untuk menjalani langkah demi langkah kehidupan yang tak adil ini. Semangat yang mereka keluarkan demi dianggap sederajat dan diakui kehebatannya malah dipandang dari letak kesempurnaannya.
ADVERTISEMENT
Lantas bisakah kita mengubah stereotip tentang penyandang disabilitas dari prihatin menjadi pengakuan kehebatan yang dimiliki? Mengapa hanya mereka yang berjuang demi diakui kehebatan dan keberadaanya di lingkungan masyarakat ini? Mengapa kita tidak bisa bersikap normal selayaknya seperti manusia yang lain?
Tak butuh sikap prihatin, penyandang disabilitas butuh diakui kehebatannya
Entah sampai kapan kita berpikir untuk terus melihat penyandang disabilitas sebagai makhluk serba kekurangan butuh empati yang lebih, padahal penuh dengan tekad yang berjuang demi kejamnya duniawi.
Contohnya saat mengikuti ajang olahraga Asian Para Games yang diadakan empat tahun sekali untuk para penyandang disabilitas. Semangat pantang menyerah dari setiap tetesan keringat para pejuang saat mengikuti perlombaan olahraga yang mereka harapkan hanya medali emas untuk Indonesia bukan belah kasih dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun, bukannya semangat serta kebanggaan, perhatian masyarakat malah tertuju pada rasa prihatin serta tak tega saat menonton pertandingan Asian Para games 2018 sehingga merasa panggung terlihat sunyi tak ada sorakan semangat yang artinya penonton hanya sedikit. “Bukanlah kasihan, tapi berempati dan menyemangati,” kata Ren Masri psikolog dari Q Consulting dilansir dari Tempo.com. Menurutnya, hal ini lah yang justru melemahkan kegigihan para pemain.
Pada hakikatnya, tak ada manusia yang ingin dianggap sebagai manusia lemah tak punya apa-apa untuk hidup di dunia. Begitupun dengan para penyandang disabilitas, mereka mengikuti Asian Para Games untuk membuktikan burung yang terlihat akan mati karena terjatuh dari atas langit malah mengibarkan sayap dan menari cantik di atas langit bak burung yang terlatih daripada burung lainnya.
ADVERTISEMENT
Perbandingan inilah yang ditunjukkan para penyandang disabilitas bahwa mereka mempunyai semangat serta tekad untuk membuktikan ketidaksempurnaan bukanlah sebuah cobaan, melainkan kelebihan yang harus diseimbangkan dengan rasa percaya diri. Oleh karena itu, para penyandang disabilitas lebih menyukai jika masyarakat lebih melihat bagaimana mereka berlatih di banding perasaan iba.
Dalam hal ini, ditunjukkan bagi mereka para penyandang disabilitas yang mau berkarya lewat seni mereka. Saat menyanyi, menari, melukis, dan menampilkan bakat mereka yang terkenang di hati para penonton ialah fisik mereka. Meminta kesetaraan memang sulit dilakukan, tetapi melihat bakat mereka dari handalnya suatu bidang yang dikuasai tidaklah susah. Bakat yang mereka kuasai tidak mudah butuh kerja keras maksimal untuk mencapai panggung impian.
ADVERTISEMENT
Ketika para penyandang disabilitas menari yang diinginkan ialah melihat lekukan tubuh tarian bukanlah fisiknya. Saat melukis yang ingin mereka tunjukkan adalah karya khas dengan sentuhan kuas yang memberi kesan damai pada gambarannya bukan simpatinya terhadap mata yang tak bisa melihat semesta. Selanjutnya, komika asal Indonesia mendalami kariernya di bidang stand up comedy dengan membawa materi tentang fisiknya sebagai pesan untuk seluruh penyandang disabilitas untuk masyarakat lebih mengenal serta memahami tentang penyandang disabilitas.
Mengubah sudut pandang, mari terapkan kesetaraan dengan penyandang disabilitas
Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk mengerti dan mau menerima kesetaraan dengan penyandang disabilitas. Keistimewaan bukan sebagai penghalang mereka untuk kehidupan yang layak di era modern. Masyarakat harus mempelajari dan belajar tentang kebahasaan serta kehidupan penyandang disabilitas supaya kesetaraan diterapkan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Pemerintah harus terbuka kepada penyandang disabilitas di Indonesia kurang memiliki akses bergerak memadai. Contohnya transportasi publik yang belum sepenuhnya mendukung kemudahan penyandang disabilitas. Peneliti The Habibie Center, Luthfy Ramiz, mengatakan bahwa keterlibatan penyandang disabilitas penting untuk mengukur kenyamanan serta mendukungnya pembangunan transportasi publik di Indonesia.
Anak-anak penyandang disabilitas diberi hak kebebasan akan keterampilannya. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan serta kesetaraan yang sama seperti anak-anak lain. Perlunya penghilangan stigma buruk terhadap anak supaya terbiasa berteman dengan anak-anak istimewa yang penuh dengan kegigihan semangat hidup.
Selamat Hari Penyandang Disabilitas Internasional! Perbedaan bukanlah penghalang untuk menciptakan kesetaraan bersama.