Konten dari Pengguna

Lorong Sunyi

Novi Riawanti
Ibu rumah tangga
20 Oktober 2022 14:47 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novi Riawanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Namaku Fiko. Aku adalah staf IT di salah satu perusahaan perbankan di Jakarta. Pekerjaanku mengharuskan kami standby selama 24 jam sehingga tim kami mendapatkan tiga shift bekerja yaitu shift pagi, siang dan juga malam. Pekerjaan ini terasa menyenangkan pada awalnya karena aku menyukai bidang IT, bidang yang sudah aku tekuni semenjak kuliah. Sampai suatu ketika, kejadian ini terjadi.
ADVERTISEMENT
"Ron, gue ke toilet dulu ya." ucapku pada Roni, teman satu shift malam.
"Yoi," jawabnya singkat. Ia masih asik di depan komputer.
Aku berjalan keluar ruangan dan membuka pintu. Cukup menyita waktu karena kursi kerjaku berada di pojok belakang. Aku harus menyusuri ruangan kosong penuh meja yang biasanya di pagi hari diduduki oleh sekitar 50 orang, tapi pada malam hari hanya ada dua orang saja yang bertugas.
Ku susuri lorong yang sebagian lampunya sudah di matikan, hanya lampu di ujung dekat toilet saja yang menyala. Seingatku, kadang Pak Darso - security gedung, sering mampir datang ke ruangan untuk sekedar minum kopi atau numpang ke toilet.
Aku membuka pintu dan bergegas masuk ke dalam. Suasana sunyi tapi perut terasa sangat mulas. Mungkin karena tadi malam sebelum ke kantor, aku memakan ayam geprek dekat rumah.
ADVERTISEMENT
Sekitar 15 menit aku berada di toilet, sebelum masuk, pintu sebelah toiletku tertutup. Aku menoleh sedikit ke lubang di bawah, terlihat ada sepasang kaki.
"Oh, mungkin pak security," pikirku.
Tak berapa lama, Roni masuk ke dalam.
"Fik, lo masih disini kan?"
"Ya. Bentar ya perut gue mules." jawabku.
"Pintu sebelah ketutup, ada orang gak ya?" Roni bertanya padaku.
"Ada orang di sebelah. Lo tunggu aja sebentar."
Aku pun sudah selesai dan segera membuka pintu, Roni segera masuk ke dalam.
Aku mulai penasaran karena pintu di sebelah tidak terdengar suara apapun.
"Jangan-jangan, Pak Darso ketiduran lagi di dalam," batinku.
Dengan rasa ingin tahu yang kuat, aku membuka perlahan pintu di sebelah. Betapa kagetnya karena di dalam toilet itu kosong.
ADVERTISEMENT
Bulu kudukku langsung berdiri, aku merasa yakin tadi melihat sepasang kaki di sebelah sebelum Roni masuk.
"Ron, udah belum? Cepetan keluar!" suaraku sedikit berteriak ketakutan.
Roni pun merasa panik, ia bergegas keluar entah susah selesai atau belum.
Aku masih merasa merinding, tidak berani melihat ke kaca. Takut-takut ada penampakan muncul disana. Walaupun aku laki-laki, tetap saja aku merasa takut jika jin atau setan muncul di hadapanku.
Aku segera berjalan keluar diikuti Roni. Kami berjalan cepat sambil berlari menyusuri lorong yang cahayanya redup menuju ruangan.
"Fik, buru-buru banget sih? Kenapa tadi teriak, bikin panik aja?" nafas Roni terdengar ngos-ngosan. Kami seperti sedang dikejar sesuatu.
"Tadi gue lihat kaki di toilet sebelah, gue pikir Pak Darso. Waktu gue buka pintunya, ternyata kosong. Gue sampai merinding nih," aku baru berani bercerita setelah kami sampai di meja kerja.
ADVERTISEMENT
"Yakin lo? Mungkin Pak Darso sudah keluar duluan." Roni menatap tak percaya.
"Serius. Waktu gue lihat ada kaki, lo udah buka pintu masuk ke toilet. Lo lihat orang keluar pintu enggak?" tanyaku.
Roni hanya menggeleng.
"Duh, mana jam 12 malam lagi. Enggak lagi-lagi deh ke toilet tengah malam gini," ucapku sambil membuka layar komputer.
Roni terdiam sambil mengusap-usap lengannya.
"Merinding nih gue," wajah Roni tampak ketakutan.
Kami memutuskan kembali bekerja, karena tidak bisa meninggalkan ruangan sampai pagi menjelang.
Saat aku dan Roni menyibukkan diri di depan komputer, terdengar suara anak kecil berlari-lari di lorong. Terdengar pula suara tawa khas anak-anak.
"Lo denger suara enggak?" tanyaku pada Roni.
"Denger. Kayaknya dari lorong.Tapi mana ada anak kecil lari-larian di sana. Ini kan kantor." jawab Roni.
ADVERTISEMENT
"Takut gue nih." aku makin tidak konsen bekerja.
"Mau kabur keluar? Kagak bisa ditinggal nih kerjaan. Yang ada kita dipecat besoknya." Roni berkata sambil pandangannya mengarah ke pintu.
"Udahlah, pasrah aja. Berdoa," aku memandang Roni yang mulai ketakutan.
Tak lama suara itu menghilang. Kami sedikit lega dan masih duduk di meja kerja kami. Aku mengirimkan pesan pada Pak Darso, security yang biasa berjaga di bawah.
[Pak, tadi ke toilet lantai 3 enggak?]
[Enggak Mas. Saya di bawah daritadi. Ngobrol sama tukang kopi keliling.]
Aku tunjukkan pesan itu ke Roni.
"Berarti tadi dia mau kenalan sama lo, Fik," jawabnya terkekeh.
"Ih, enggak mau gue. Jadi mikir-mikir lagi kalau mau ke toilet malam-malam."
ADVERTISEMENT
Aku kembali mengirimkan pesan ke Pak Darso.
[Pak, aku nitip kopi dua dong. Bawain ke lantai 3 ya. Nanti uanganya aku kasih di atas + uang tips.]
[Oke bos.]
Tak berapa lama, Pak Darso datang dengan pesanan kopi kami. Aku mengajak Pak Darso mengobrol sebentar sambil menceritakan pengalaman kami tadi.
"Iya mas, memang kalau malam ada saja gangguan. Saya sih sudah terbiasa. Apalagi di lorong menuju toilet di lantai 3 ini memang sudah sering ada kejadian horor," ucap pria itu.
Tapi ini gedung baru kan Pak? ternyata angker ya?" tanyaku penasaran.
Ini sebenarnya gedung lama mas. Tapi dihancurkan dan dibangunlah gedung baru," jelasnya.
"Jadi gimana nih Pak? Kami jadi takut bekerja saat malam," Roni mulai mengeluh.
ADVERTISEMENT
"Tenang aja mas. Mereka enggak ganggu." jawab Pak Darso dengan raut wajah yang tenang.
"Enggak ganggu gimana? Tadi kakinya jelas banget lho. Saya kira Pak Darso makanya tenang aja di dalam toilet. Untung enggak jantungan," aku mulai protes.
"Ya, mau gimana lagi mas. Kerjaan kita kan disini untuk menafkahi keluarga. Banyak berdoa saja. Kita memang hidup berdampingan dengan mereka."
Kami mengangguk dan hanya berpasrah pada Sang Maha Pencipta. Pak Darso pun berpamitan ke bawah sedangkan kami melanjutkan pekerjaan.
Kami mencoba menyibukkan diri hingga pagi datang. Satu persatu pegawai kantor tiba sedangkan kami bersiap pulang ke rumah. Menyimpan pengalaman semalam tentang lorong sunyi di kantor.