Konten dari Pengguna

Dampak Prank bagi Anak

Novita Tandry
Psikolog Anak dan Remaja, NTO Nurture Teach Observe, Childcare and Early Education
9 Oktober 2020 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novita Tandry tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak sedih. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sedih. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Diwawancara oleh salah satu televisi tentang prank yang sering dilakukan oleh para artis belakangan ini kepada anak-anak bahkan anaknya sendiri, tanggapan saya? Gak lucu sama sekali! Stop segera yah.
ADVERTISEMENT
Kenapa?
Selain tidak menghargai hak privasi anak dengan menyebarkan video, foto-foto, kegiatan-kegiatan anak melalui media sosial tanpa 'consent' dari anak yang seharusnya dijaga oleh orang tuanya hingga mereka dewasa.
Mereka lupa ada rekam jejak digital yang tidak pernah hilang selamanya hingga anak-anak ini tumbuh dewasa apalagi di-prank dan dijadikan lelucon untuk ditertawakan oleh netizen di medsos.
Apalagi demi naiknya follower, banyaknya likes, viewers, dan subscriber! Anda ini Influencer, public figure, yang artinya mempengaruhi dan memberi contoh dan teladan. Pernahkan mereka minta persetujuan anak-anaknya? Rasanya tidak yah.
Mau tau apa dampak-dampak psikologis yang dialami oleh anak-anak ini kelak?
1. Menjadi Anak yang Penuh Kecemasan
Prank atau menjahili anak dianggap menjadi hiburan bagi orang tua pada saat melihat ekspresinya. Tapi tanpa disadari kebiasaan prank ini dapat membuat diri anak tumbuh menjadi seorang pencemas.
ADVERTISEMENT
Tanpa prank saja, anak-anak generasi alpha sudah penuh kecemasan menghadapi masa depan yang semakin penuh ketidakpastian, ditakuti2 orangtuanya dan terus membandingkan hidupnya dengan kehidupan orang lain yang glamour dan dianggap nyata di medsos.
2. Hilangnya Rasa Percaya dan Hilang Empati
Anak menjadi sulit percaya kepada orang lain karena orangtuanya saja tidak bisa dipercaya, prank atau kejahilan dianggap lucu dan kemarahan dan frustrasi anak dianggap sebagai hiburan. Kecerdasan emosi dan empati anak tidak akan pernah bisa terbentuk dengan baik.
Mereka sulit untuk tahu apa yang baik dan tidak baik, karena mereka bingung melihat mengapa Papa Mama senang sekali dan tertawa terbahak2 pada saat dia marah, frustrasi, dan sedih. Apalagi kalau ditertawakan netizen di seluruh Indonesia?
ADVERTISEMENT
Seharusnya orang tua menjadi tempat yang paling dipercaya untuk diajak curhat tetapi prank akan menghilangkan sosok orang tua sebagai tempat yang layak dicari pada saat mereka butuh tempat untuk berkeluh kesah atau menceritakan hal2 yang pribadi.
3. Anak Menganggap Dirinya Sebagai Korban
Orang tua yang sering melakukan prank kepada anak2 akan menjadikan mereka berpikir bahwa mereka adalah korban/objek guyonan dan kebencian kepada pelaku prank. Orang tua seharusnya melindungi anak-anak mereka, bukan menjadikan mereka bulan2an, lelucon dan objek hiburan atau menakuti hingga memicu rasa takut dan menjadi anak yang tumbuh menjadi anak yang selalu menganggap dirinya adalah objek/korban.
4. Trauma yang Dibawa Sampai Tua
Kebiasaan jahil atau prank yang dilakukan oleh orang tua ke anak juga dapat memicu rasa trauma hingga masa tuanya. Padahal tugas orang tua seharusnya dapat membuat anak merasa aman, nyaman, diterima dan penuh rasa percaya diri menghadapi dunia ini.
ADVERTISEMENT
Trauma yang dirasakan oleh anak tak jarang dapat memunculkan rasa takut secara berlebihan. Bahkan anak dapat memiliki gangguan tidur karena perasaan takutnya akan kejadian buruk yang dialaminya dapat terulang kembali sewaktu-waktu.
5. Anak Tumbuh Sebagai Orang yang Sensitif atau Pelaku yang Menganggap Orang Lain sebagai Lelucon
Selain dapat memicu anak tumbuh menjadi seseorang yang sensitif dan mudah tersinggung atau menjadikan anak berpikir dan menganggap bahwa orang lain dapat menjadi bahan lelucon.
Pada saat dewasa, anak akan selalu menganggap kalau prank termasuk perbuatan yang wajar atau anak akan berpikir kalau orang lain bisa dipermalukan di depan umum demi kepuasan diri sendiri. Dan biasanya mereka akan meneruskannya lagi kepada anak2nya. Stop di dirimu yah supaya tidak terus diwariskan lagi seperti lingkaran setan.
ADVERTISEMENT
Berkomunikasi dengan anak-anak sangat perlu, bercanda boleh sekali agar kualitas hubungan antara orang tua dan anak-anak semakin erat, tapi prank bukan salah satunya.
Banyak hal-hal yang jauh lebih positif dan menyenangkan yaah, parents Jadi bertobatlah yah orang tua yang masih melakukan prank dan jangan izinkan orang lain melakukan prank ke anak2mu. Karena dampaknya lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya!
Dan yang terakhir... Anak itu amanah dan titipan yah bukan untuk sarana cari uang dan sasaran leluconmu.
Happy Parenting! The hardest job you will ever love ❤️
Novita Tandry, Psikolog Anak & Remaja, NTO Nurture Teach Observe, Childcare and Early Education