Childfree dan Dampaknya Bagi Negara

Novrian Pratama
ASN pada BPS Provinsi Bengkulu
Konten dari Pengguna
23 Agustus 2021 15:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Novrian Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak berjalan mundur. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak berjalan mundur. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Istilah childfree akhir-akhir ini sedang marak di Indonesia. Sebuah konsep yang tidak menginginkan anak untuk hadir di tengah keluarga. Terlepas itu merupakan keputusan masing-masing yang harus dihormati, tentu ada dampak positif dan negatifnya. Termasuk bagaimana pengaruhnya nanti terhadap kondisi suatu negara bila semakin banyak penduduk yang memilih untuk tidak mau mempunyai seorang anak.
ADVERTISEMENT
Konsep banyak anak banyak rezeki yang sudah tidak berlaku lagi di masa sekarang berubah menjadi tidak punya anak banyak rezeki. Hal ini apabila dilihat dari alasan untuk tidak memiliki anak karena ekonomi. Anak dianggap akan menambah beban bagi keluarga. Selain itu, beberapa alasan lain yang dapat kita temukan di media sosial, karena kondisi dunia saat ini yang semakin tidak jelas akan membebani anak apabila dilahirkan ke dunia. Tentu kita tidak dapat berbicara hal ini dalam pandangan agama. Yang mana dari sisi agama sudah sangat jelas. Tapi kali ini bagaimana kita melihat fenomena childfree ini dari sisi sosial dan ekonomi bagi suatu negara.
Salah satu sisi negatif childfree bagi suatu negara adalah jumlah penduduk usia produktif yang sedikit di masa depan. Hal ini akan berdampak pada masalah ketenagakerjaan dan masalah sosial lainnya. Di beberapa negara banyak orang tua yang kehidupannya bergantung pada negara karena tidak ada anak atau keluarga yang mengasuh. Sehingga beban negara akan semakin besar untuk membiayai penduduk usia tua karena jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit dibandingkan dengan yang tidak produktif.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi juga oleh penduduk. Apabila pertumbuhan penduduk terlalu cepat, di satu sisi akan dapat menjadi modal untuk perekonomian. Tetapi dapat juga menjadi beban karena banyak penduduk yang harus ditanggung negara. Pertumbuhan penduduk yang lambat, juga akan menjadi beban karena pada suatu waktu nanti jumlah penduduk produktif akan lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk yang tidak produktif. Yang lebih baik adalah pertumbuhan penduduk yang terkendali. Apalagi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesia masih dari konsumsi rumah tangga (3,71% pada triwulan 2 tahun 2021, BPS).
Saat ini dampak dari fenomena childfree belum dapat dirasakan di Indonesia. Dikarenakan Indonesia masih menikmati adanya bonus demografi. Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70,72% dari total jumlah penduduk Indonesia (BPS). Tetapi apabila fenomena ini terus bertahan dan semakin berkembang di masyarakat, Indonesia bisa merasakan dampaknya pada masa depan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dialami negara-negara maju, angka kelahiran akan turun karena pendidikan dan prioritas lain seperti karier. China sekarang bahkan memperbolehkan pasangan suami-istri punya hingga tiga anak, untuk mengganti kebijakan terdahulu yang hanya punya anak hingga dua orang. Hal ini dilakukan, setelah hasil sensus terakhir di China memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di China saat ini berada pada tingkat paling lambat dalam beberapa dekade terakhir (bbc.com).
Tindakan-tindakan pencegahan perlu dilakukan agar di masa depan Indonesia tidak mengalami kekurangan penduduk usia produktif. Misalnya dengan kombinasi pendekatan keagamaan dan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, agar nantinya Indonesia tidak terbebani dengan dampak negatif dari angka kelahiran yang semakin menurun. Semoga.