Konten dari Pengguna

Kebijakan Anti-Dumping: Upaya Melindungi Ekonomi, Benarkah?

Nurfaiza Salsabilla
Mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta Program Studi Administrasi Pembangunan Negara
3 Oktober 2024 18:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
21
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurfaiza Salsabilla tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(sumber gambar : www.istockphoto.com)
zoom-in-whitePerbesar
(sumber gambar : www.istockphoto.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini terkait masalah perdagangan internasional, yaitu praktik dumping (penjualan barang impor di bawah harga normal produk domestik). Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak adil karena bagi negara pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis di dalam negeri yang diikuti munculnya dampak buruk, seperti pemutusan hubungan kerja, pengangguran, dan bangkrutnya industri sejenis dalam negeri. Dilihat dari hal tersebut, praktik dumping sangat merugikan bagi suatu negara yang menjadi pengimpor dan menjatuhkan ekonomi negara tersebut.
Kebijakan yang dilakukan Indonesia untuk menghadapi praktik dumping, yaitu dengan membentuk KADI (Komite Anti-Dumping Indonesia) yang bertugas untuk memperoleh bukti apakah produk impor berindikasi dumping sehingga merugikan industri domestik. Berdasarkan bukti tersebut, pemerintah melalui KADI dapat membebankan bea masuk anti-dumping kepada importir. Dengan menempatkan dasar hukum anti-dumping pada undang-undang kepabeanan berarti instrumen anti-dumping berada di bawah lingkup kepabeanan. Penetapan kebijakan anti-dumping berbeda dengan ruang lingkup kepabeanan. Oleh karena itu, perlu dibuat undang-undang anti-dumping untuk lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi produsen dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Namun, apakah kebijakan anti-dumping yang sering dipuji sebagai pelindung ekonomi nasional benar begitu adanya? Kebijakan ini bisa saja lebih merugikan daripada menguntungkan. Pertama, kebijakan anti-dumping sering kali gagal dalam mencapai tujuan utamanya, yaitu melindungi industri domestik. Studi yang dilakukan oleh Blonigen dan Prusa (2003) menunjukkan bahwa meskipun kebijakan ini dapat memberikan perlindungan jangka pendek, dalam jangka panjang justru dapat menghambat daya saing industri lokal. Industri yang terlindungi akan menjadi kurang efisien dan inovatif yang pada akhirnya merugikan konsumen dan ekonomi secara keseluruhan.
Selanjutnya, kebijakan anti-dumping sering disalahgunakan sebagai alat proteksionisme. Banyaknya kasus anti-dumping sebenarnya tidak memiliki dasar ekonomi yang kuat, melainkan didorong oleh kepentingan politik dan lobi industri. Dampak negatif kebijakan ini juga dapat dirasakan konsumen. Bea anti-dumping rata-rata meningkatkan harga domestik sebesar 8—10%. Kenaikan harga ini tidak hanya memengaruhi produk yang dikenai bea, tetapi juga produk-produk terkait, mengurangi daya beli konsumen secara keseluruhan. Selain itu, kebijakan anti-dumping dapat menghambat inovasi dan transfer teknologi. Ketika perusahaan asing dikenai bea masuk yang tinggi, mereka mungkin memutuskan untuk tidak memasuki pasar sama sekali, mengurangi akses konsumen dan industri lokal terhadap produk dan teknologi baru.
ADVERTISEMENT
Artinya, kebijakan anti-dumping dapat memperburuk ketimpangan global. Negara-negara berkembang yang sering menjadi target tindakan anti-dumping mungkin kehilangan peluang untuk berpartisipasi dalam perdagangan global. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, sikap kooperatif terhadap persaingan global dan kerja sama ekonomi internasional mungkin akan menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak dibandingkan dengan kebijakan anti-dumping yang dapat bersifat perselisihan dan merugikan.