Konten dari Pengguna

Bandung, Antara Keputusasaan dan Merelakan

Nugroho Ardhy Prabowo
Communication Science of Amikom Purwokerto University
5 Januari 2025 15:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nugroho Ardhy Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Galeri Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Galeri Pribadi
ADVERTISEMENT
"Kenapa Bandung? Kenapa aku harus merelakannya? Setelah ini mau apa?" Disaat hancurnya perasaan makin banyak pertanyaan demi yang makin banyak muncul dibenak pikiran. Fisik yang makin lemah, ego yang makin memuncak dan mendidihnya amarah bagaikan kabut yang menutup jalan hidup.
ADVERTISEMENT
Keramaian kota ksatria, sibuknya kehidupan dan bumi yang dipeluk senja pada saat itu tak mampu menghibur hati yang patah. Kuda besi yang setia menemani siap untuk diajak berpetualang menghibur diri.
Kuputuskan untuk meninggalkan tempat tinggal dengan diantar menikmati indahnya sungai serayu, melewati batas batas daerah, angin malam yang mulai meniup tubuh perlahan dapat menurunkan suhu amarah.
Logika yang terus bertarung dengan perasaan mulai bisu terhibur oleh indahnya senyum purnama yang menyinari. Deru bising knalpot memecahkan keheningan. Cahaya kuda besi menerangi gelapnya malam. Hatiku seolah terdiam menikmati semua itu.
Malam berganti pagi dan Bandung bersiap menyapaku dengan ramah. Hatiku seakan tak percaya bahwa diriku benar benar membuktikan untuk bediri di Kota Kembang ini.
ADVERTISEMENT
Jalan Braga menjadi saksi diriku mematung menikmati atmosfer yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Aku beranjak pergi untuk mencurahkan isi hati dengan Pidi Baiq, Ia menjawabnya melalui tulisan di Terowongan Asia Afrika
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi
Kalimat itu seakan menjawab pertanyaan yang sering terucap di kepala "Kenapa Bandung?".
Tak lama Hujan datang beserta kenangan bersamanya, senyum indah yang pernah ia tunjukan mulai menganggu isi pikiran, suara canda tawa merasuki jiwa. Tersadar tubuh ini mulai tenggelam. Keputusasaan yang sebelumnya menghantui kini mulai kurajut kembali. Setetes air mata yang meresap di pipi akan ku seka dengan keteguhan hati yang tak akan patah. Bagaimanapun kehidupan akan terus berjalan.
Bandung mengajarkanku apa arti merelakan. Merelakan seseorang yang pernah singgah di kehidupan. Sesorang yang datang dengan senyuman dan pergi dengan kenangan. Di setiap sudut kota yang sepi, aku belajar bahwa perpisahan bukanlah akhir melainkan bagian dari perjalanan. Seperti hujan yang turun, ia akan pergi dan meninggalkan kesegaran yang tak terlihat namun terasa. Meski hati mengatakan berat namun aku belajar untuk menerima, melepaskan dan memberi ruang bagi hal-hal baru yang akan datang. Bandung, dengan segala kenangan dan keindahannya mengajarkanku bahwa merelakan adalah bagian dari mencintai.
ADVERTISEMENT