Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik: Antara Permasalahan dan Harapan
18 Desember 2020 14:35 WIB
Tulisan dari Nugroho Arief Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap proses birokrasi pemerintahan bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government, Pemerintah telah menginisiasi pemanfaatan TIK dalam birokrasi. Namun dalam perjalanannya, pembangunan e-government yang terjadi masih sektoral.
ADVERTISEMENT
Pembangunan sistem dilakukan secara silo atau sendiri-sendiri mengingat setiap Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah membangun aplikasi pemerintahan sendiri-sendiri, dilakukan secara ad-hoc dan tanpa perencanaan yang utuh.
Dampak berantai yang diakibatkan oleh pembangunan yang silo tersebut antara lain terjadinya pemborosan anggaran dalam belanja TIK yang selalu bertambah setiap tahunnya padahal utilitas TIK di Indonesia atas seluruh belanja TIK tersebut hanya 30%. Pada tahun 2017, Kementerian Keuangan merilis, pengeluaran negara untuk belanja TIK pemerintah pada tahun 2014 sampai 2016 mencapai 12,7 triliun rupiah dengan jumlah rata-rata per tahun 4 triliun rupiah. Dewan TIK Nasional, dalam temuannya merilis, jika dilihat dari item pembelanjaannya, pemborosan anggaran tersebut mayoritas digunakan untuk membangun Aplikasi Umum, atau aplikasi sejenis yang dimiliki oleh setiap K/L/Pemda, sebanyak 65%. Sementara 35% sisanya, digunakan untuk membangun aplikasi khusus.
ADVERTISEMENT
Tidak berhenti di situ, pembangunan sistem yang silo juga berimbas pada disintegrasi sistem informasi pemerintah, di mana satu sistem informasi dengan sistem informasi lainnya, baik di instansi yang sama maupun antar instansi, tidak bisa saling terhubung. Sehingga tujuan dari efisiensi dan efektivitas birokrasi belum bisa dicapai. Pembangunan yang serampangan ini juga berimbas pada semakin besarnya risiko keamanan informasi yang dimiliki serta validitas data pemerintah yang kurang diyakini.
Tidak heran, dalam pengambilan keputusan, seringkali sengkarut data mewarnai kinerja perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan yang berujung pada kesemrawutan penyelenggaraan pemerintahan. Padahal kebijakan yang berdasarkan data lah yang selama ini kita butuhkan. Pemerintah perlu berubah, Indonesia perlu berbenah.
Keresahan tersebut diperkuat dengan tuntutan masyarakat atas pelayanan publik yang transparan, cepat dan efektif. Hal tersebut hanya akan terwujud jika birokrasi didukung oleh pemanfaatan TIK yang handal dan optimal. Untuk itulah Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik hadir dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan dan akuntabel serta meningkatkan efisiensi dan keterpaduan penyelenggaraan e-government di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secercah harapan
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, atau SPBE, adalah penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan TIK untuk memberikan layanan kepada pengguna SPBE. SPBE diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Perpres SPBE).
Perpres SPBE merupakan platform kebijakan untuk keterpaduan pembangunan SPBE di Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah. Platform kebijakan ini mengatur Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan, TIK hingga Layanan SPBE baik Layanan Administrasi Pemerintahan maupun Layanan Publik Berbasis Elektronik.
Keterpaduan adalah semangat yang diusung oleh SPBE sejak awal digaungkan. Hal tersebut tercermin pada kerjasama Kementerian dan Lembaga yang dimandatkan untuk bersama-sama mengawal implementasinya. Penerapan SPBE di Indonesia dikawal oleh Tim Koordinasi SPBE Nasional yang diketuai oleh Menteri PANRB dan beranggotakan Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, Kepala BSSN, dan Kepala BPPT.
ADVERTISEMENT
Tim Koordinasi SPBE Nasional dibentuk untuk meningkatkan keterpaduan pelaksanaan Tata Kelola SPBE, Manajemen SPBE, dan Audit TIK, serta Pemantauan dan Evaluasi SPBE Nasional. Tim Koordinasi SPBE Nasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tim Koordinasi SPBE Nasional mempunyai tugas melakukan koordinasi dan penerapan kebijakan SPBE pada Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.
Hingga kini, dalam dua tahun terakhir sejak diterbitkannya Perpres SPBE, atas kerjasama berbagai pihak, Indonesia telah menunjukkan geliat perubahan ke arah yang lebih baik. Perbaikan penerapan SPBE di Indonesia dibuktikan dengan hasil United Nations E-Government Survey 2020.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-88 dari 193 negara dengan nilai sebesar 0.6612 (skala 0-1.0000) dan berpredikat High E-Government Development Index (High EGDI). Dalam pencapaian ini, Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 19 peringkat dari tahun 2018 yang berada pada peringkat ke-107 dengan nilai 0.5258.
Survei yang dipublikasikan setiap dua tahun ini, memeringkatkan 193 negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Terdapat tiga dimensi ukuran kinerja yang ada dalam EGDI, antara lain indeks pelayanan daring atau online service index (OSI), indeks infrastruktur telekomunikasi atau telecommunication infrastructure index (TII), dan indeks sumber daya manusia atau human capital index (HCI).
ADVERTISEMENT
Dalam masing-masing penilaian ukuran kinerja tersebut, Indonesia mencatatkan skor yang cukup baik antara lain skor 0.6824 untuk OSI, skor 0.5669 untuk TII, dan skor 0.7342 untuk HCI. Ketiga komponen tersebut sudah berada di atas skor rata-rata dunia, meskipun jika dilihat dari grup Regional Asia dan Sub-Regional Asia Tenggara, Indonesia masih berada di bawah rata-rata regional pada skor indeks infrastruktur telekomunikasi atau TII. Perlu diapresiasi, bahwa hal ini merupakan sebuah capain yang memberikan secercah harapan.
Fase awal perbaikan
Dua tahun merupakan waktu yang masih terlalu awal untuk melihat perbaikan yang signifikan. Kita semua paham, bahwa pembenahan birokrasi bukan perkara mudah untuk dilakukan. Jika kita meninjau pada penilaian yang dilakukan oleh Kementerian PANRB dalam Kegiatan Evaluasi SPBE pada tahun 2018 dan 2019, Indeks SPBE Nasional masih berada pada level 2, yang sebelumnya 1,98 pada tahun 2018 mengalami peningkatan di tahun 2019 menjadi 2,18 (skala 1-5). Hasil ini mencerminkan bahwa telah terjadi peningkatan awareness dan penguatan kebijakan, namun secara praktik masih terjadi silo pada penerapan SPBE baik di Instansi Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Berkaca pada kondisi tersebut, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Pemerintah dituntut perlu menyusun strategi perbaikan penerapan SPBE terutama dalam hal penguatan aspek tata kelola, layanan, sumber daya manusia hingga infrastruktur teknologi yang belum mencapai level optimal dalam rangka mendukung kinerja birokrasi nasional. Dengan fakta ini, diharapkan, seluruh aspek bangsa terus mampu berkomitmen penuh untuk mendukung pemerintahan digital dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka memenangkan persaingan global.
ADVERTISEMENT