Konten dari Pengguna

TikTok Shop, Bersatunya Media Sosial dan E-Commerce

Nuha Fidaraini
Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada-Media Digital, Budaya Populer
6 Januari 2023 13:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nuha Fidaraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar oleh antonbe dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gambar oleh antonbe dari Pixabay
ADVERTISEMENT
TikTok, Siapa yang tak kenal dengan salah satu platform media sosial ini? Tidak memandang usia, baik muda maupun orang tua, mereka kini mengakses dan menggunakan platform tersebut. Platform media sosial yang menekankan pada konten video musik ini berasal dari Negeri Tiongkok dan diluncurkan pada tahun 2016 silam. Selain bernama TikTok, platform tersebut juga dikenal dengan nama Douyin. TikTok dapat diakses melalui aplikasi pada smartphone dan juga pada perangkat komputer yang tentunya perlu terhubung dengan internet.
ADVERTISEMENT
TikTok sendiri masuk di Indonesia pada tahun 2017, tepatnya pada Bulan September. Pada tahun 2022, jumlah pengguna TikTok Indonesia mencapai 99 Juta pengguna, yang menjadikan Indonesia menjadi negara kedua pengguna TikTok terbesar di dunia. Di Indonesia, platform tersebut mengalami dinamika yang berubah-ubah, dari peluncuran yang disambut baik oleh masyarakat hingga sempat diblokir oleh pemerintah. TikTok disambut baik oleh masyarakat dikarenakan fitur yang disediakan platform tersebut menunjang seseorang untuk dapat berkarya, sedangkan alasan diblokirnya platform tersebut salah satunya adalah karena adanya konten berbau negatif tersebar di dalamnya.
TikTok merupakan salah satu dari platform media sosial, sehingga pengguna tidak hanya berperan sebagai penikmat konten tetapi juga sebagai produsen dalam menciptakan sebuah karya. Fitur tersebut dapat menjadi alasan mengapa ada berbagai macam model konten tersebar di TikTok, karena siapa pun dapat menciptakan dan menyebarkan konten.
ADVERTISEMENT

TikTok Bentuk Budaya Populer dan Budaya Partisipatoris

Saat ini hampir seluruh media komunikasi dan informasi terhubung dengan internet, dari media massa hingga muncul media sosial karena adanya internet. Selain TikTok yang dikategorikan sebagai bagian dari media sosial, platform tersebut juga bagian dari budaya populer dan budaya partisipatoris. Budaya populer merupakan budaya baru yang muncul saat ini dan belum atau tidak pernah terjadi di masa lampau. Lalu, mengapa TikTok dapat dikatakan sebagai bagian dari budaya populer? Jawabannya terletak pada dasar dari adanya TikTok sendiri, yaitu infrastruktur internet yang memang baru ada pada abad 20. Sedangkan alasan mengapa TikTok masuk ke dalam kategori budaya partisipatoris? Hal ini dikarenakan fungsi dan fitur yang dimilikinya. Sebelum membahas lebih jauh mengenai TikTok yang masuk ke dalam kategori budaya partisipatoris, mari kita pelajari bersama apa itu budaya partisipatoris.
ADVERTISEMENT
Budaya partisipatoris menurut Henry Jenkins dalam bukunya yang berjudul “Confronting the Challenges of Participatory Culture” mendefinisikan budaya partisipatoris sebagai dunia di mana semua orang dapat berpartisipasi dan memiliki kapasitas dalam memproduksi konten di media. Fasilitas yang diberikan oleh media baru, menempatkan khalayak sebagai partisipan yang aktif dan kreatif ketimbang menjadi partisipan pasif. Ada empat atribut dalam budaya partisipatoris menurut Henry Jenkins, yaitu: afiliasi, ekspresi, kolaborasi dan sirkulasi. Afiliasi berarti keanggotaan, baik terjadi secara formal maupun non formal, ekspresi yang dapat diartikan sebagai pembuatan hal-hal baru dan kreatif, kolaborasi yang berarti menyelesaikan masalah atau mengembangkan pengetahuan secara tim dan sirkulasi yang berarti membentuk aliran melalui media. Mereka yang secara bersamaan menjadi konsumen dan produsen konten dalam satu waktu ini, sering disebut juga sebagai Pro-Summer (Produser-Consumer).
ADVERTISEMENT
Di TikTok kita dapat menemukan empat atribut tersebut, dimana terbentuk keanggotaan atau komunitas baru setelah bertemu di TikTok, ini juga dapat disebabkan karena kesamaan minat, sama seperti sebab pada atribut untuk kolaborasi. Atribut ekspresi dan sirkulasi lebih tertuju pada individu yang menggunakan TikTok. Inilah alasan mengapa TikTok dapat dikategorikan sebagai bagian dari budaya partisipatoris, di samping adanya fitur upload untuk menjadi bagian dari media sosial.

TikTok Shop, Saingan Baru E-Commerce

Tidak berhenti hanya pada TikTok sebagai media sosial, rupanya kini TikTok semakin mengembangkan fitur yang dimilikinya. TikTok sudah umum dikenal sebagai media sosial yang menyediakan berbagai konten dalam bentuk video, akan tetapi kini platform tersebut memiliki fitur untuk pengguna berbelanja melalui TikTok. Berbeda dengan platform media sosial Instagram yang memiliki fitur shop yang hanya berbentuk katalog toko dan pengarahan pada halaman e-commerce toko tersebut, fitur shop di TikTok benar-benar berfungsi layaknya e-commerce pada umumnya, menampilkan produk yang dijual kemudian dapat dimasukkan ke dalam keranjang dan melakukan pembayaran untuk barang yang ingin dibeli.
ADVERTISEMENT
Tidak main-main, produk yang dibeli melalui TikTok Shop pun juga dapat dikirim dengan gratis ongkir (ongkos kirim) seperti yang disuguhkan oleh berbagai e-commerce. Harga produk yang ada pada TikTok Shop pun tidak jarang jauh lebih miring dibanding dengan harga pasaran di e-commerce. Konsumen yang ingin membeli produk pun dapat secara langsung mendapatkan review atau spesifikasi produk melalui live streaming atau siaran langsung yang dilakukan oleh penjual di TikTok. Adanya siaran langsung ini dapat lebih memberikan gambaran jelas mengenai suatu produk yang dijual kepada konsumen atau pembeli. Fitur berbelanja di TikTok ini semakin memperkuat keberadaannya sebagai bagian dari budaya partisipatoris, khususnya menunjang faktor lain untuk atribut kolaborasi. Hal ini dikarenakan fitur shop pada TikTok dapat menjadi salah satu cara seseorang untuk berbelanja dan menikmati konten secara bersamaan.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, selain berbagai fitur yang memang sangat menunjang adanya transaksi jual beli melalui media sosial khususnya TikTok, tidak menutup kemungkinan juga terjadinya tindak kriminal, seperti penipuan produk jualan. Barang yang dikirimkan ke pembeli tidak sesuai dengan produk yang dijual/ditayangkan di TikTok. Di sini kewaspadaan pembeli perlu ditingkatkan agar tidak mendapat kerugian, salah satunya dengan men-crosscheck penjual. Berawal dari perkembangan yang dilakukan oleh TikTok sebagai platform media sosial yang memiliki fitur shop, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang ada berbagai macam fitur dan kolaborasi baru lagi.