Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Buruh Perempuan Paling Berisiko
11 Juli 2021 11:41 WIB
·
waktu baca 2 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 14:00 WIB
Tulisan dari Nukila Evanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sangat menarik mengkaji perlindungan buruh Perempuan terutama yang paling marjinal. Tema itu pula yang diangkat oleh Women Working Group (WWG) dan For Migran Indonesia untuk merayakan hari Buruh 1 Mei 2021 lalu dengan mengadakan webinar. Saya sebagai keynote speaker acara webinar tersebut, memiliki pendapat bahwa sebenarnya Perlindungan bagi buruh sudah dijamin oleh konstitusi dan beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia maupun konvensi-konvensi Internasional, seperti konvensi perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya termasuk kebebasan berserikat dan berkumpul, hak kesehatan, dan perlindungan teknis (keselamatan kerja).
ADVERTISEMENT
Saat ini situasi pandemi memberikan dampak yang luar biasa terutama pada pekerja perempuan. Kaitan situasi pandemi dengan perempuan yaitu menutup sektor pekerjaan bagi perempuan contoh dibidang perhotelan, panti jompo, dan sebagainya.
Situasi pandemi COVID-19 ini pula memaksa perempuan kembali ke urusan rumah tangga. Banyak terdengar adanya kasus pengurangan upah buruh perempuan dan kekerasan terhadap perempuan di ruang rumah tangga meningkat.
Acara yang dipandu oleh Erny Handayani, Ketua lembaga Yayasan Bakti Alumni Yustisia (BAYU) tersebut menghasilkan materi sebagai berikut:
Pembicara dari Solidaritas Buruh Perempuan , Yatini, menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 ini menyebabkan banyak buruh baik perempuan maupun laki-laki dirumahkan. Menurut Yatini buruh perempuan yang bekerja dari rumah memiliki beban ganda dikarena harus WFH sekaligus mengurusi urusan domestik seperti mendampingi anak-anaknya untuk School from Home, melayani suami, memperhatikan dan memastikan keluarganya sehat.
ADVERTISEMENT
Kemudian perempuan sebagai Pekerja Rumah Tangga rentan karena upah mereka yang kurang dan regulasi untuk mengatur hal tersebut belum disahkan yakni tentang perlindungan PRT (Pekerja Rumah' Tangga).
Bahkan Mereka banyak yang berpotensi kena PHK. Selanjutnya, perempuan disabilitas sangat berpotensi kehilangan pekerjaan dikarenakan dilaksanakannya sistem PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar) ini.
Akan tetapi kekuatan perempuan menurut Yatini sangat luar biasa karena di masa pandemi ini perempuan banyak membuat usaha UMKM yang ditawarkan melalui media sosial. Sehingga dapat lebih produktif. Ia pun menambahkan bahwa semua buruh harusnya diberikan prioritas untuk mendapatkan vaksin COVID 19.
Selanjutnya, Fajar dari Buruh Migran Taiwan menyebutkan bahwa banyak terjadi situasi kerja yang buruk, gaji di bawah standar UMR Taiwan, rentan overcharging, minimnya pembekalan untuk menghadapi lingkungan kerja yang baru (pembekalan hanya sebagai formalitas), jual beli job, eksploitasi agency dan majikan (fee agency terlalu besar), terkena dampak kondisi pandemic COVID-19 (akses pekerja dari Indonesia bahkan ditutup), dan mereka dikecualikan dari undang-undang ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Wuwun, seorang inisiator pekerja rumahan menyebutkan bahwa susahnya pekerja perempuan karena di masa pandemi ini banyak pekerja rumahan yang menganggur. Sehingga harus banting setir mencari pekerjaan lainnya. Di samping itu pekerja rumahan yang mengalami PHK bebannya bertambah berat.
Webinar ini ditutup dengan kesimpulan masih perlu banyak program intervensi yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk membantu buruh perempuan.