Konten dari Pengguna

Menghapus Praktik Prostitusi Berkedok Kawin Kontrak

Nukila Evanty
Executive Director Women Working Group (WWG)
26 Desember 2019 14:43 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nukila Evanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini praktik prostitusi berkedok kawin kontrak terbongkar di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (media online 25/12/2019). Entah berapa kali sudah praktik-praktik tersebut sudah dibongkar termasuk di wilayah lainnya. Ada dua dugaan penyebab praktik seperti ini terus terjadi dan bukan hal yang baru, pertama kemiskinan atau terbatasnya lapangan kerja terutama bagi perempuan sehingga kehadiran turis-turis asing tersebut dapat mendatangkan kesejahteraan tetapi juga merusak nilai suatu tempat di masyarakat. Kedua adanya pembiaran sehingga menjadi kelaziman atau lumrah.
ADVERTISEMENT
Perempuan dan Anak Dirugikan
Dengan adanya kawin kontrak yang dirugikan adalah pihak perempuan dan anak dari adanya kawin kontrak tersebut. Nasib perempuan setelah habis masa kontraknya, ditinggalkan tanpa ada proses perceraian, tanpa tanggung jawab si laki-laki dan tidak mengikuti norma perkawinan seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Perkawinan kita. Perempuan tersebut secara psikis, mental dan fisik adalah korban. Bagaimana pula jika ada anak yang lahir dari status kawin kontrak tersebut?
Disebutkan dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, atau rumah tangga yang bahagia dan kekal". UU Perkawinan ini menyiratkan bahwa perkawinan bukan semata kontrak ikatan tetapi ikatan suci dan perjanjian di depan wali, saksi dan juga di depan Allah, bahwa laki-laki dan perempuan akan memperlakukan pasangannya dengan baik.
ADVERTISEMENT
Tak ada satupun unsur terpenuhi dari kawin kontrak sesuai dengan norma dalam UU Perkawinan.Hak dan kedudukan isteri atau perempuan akan tersudutkan.Tentu saja dalam kawin kontrak ada unsur rayuan, janji yang bersifat kebendaan, iming-iming sejumlah uang serta situasi pihak perempuan berada dalam posisi lemah.
Dalam kawin kontrak semua hak anak akan berpotensi dilanggar. Seorang anak akan mengalami kesulitan mendapatkan hak untuk dinafkahi atau jaminan pendidikan dan kehidupannya di masa datang. Dalam kawin kontrak kemungkinan terjadi perkawinan anak (child marriage).
Batas minimal umur perkawinan bagi perempuan telah dibuat sama dengan batas minimal minimal umur perkawinan bagi laki-laki yaitu 19 (sembilan belas) tahun sebagaimana diatur dalam UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Batas usia di bawah 19 tahun dianggap masih kategori anak dan belum matang untuk dapat melangsungkan perkawinan. Hak perempuan yang dilanggar karena kawin kontrak lainnya adalah hak atas kesehatan reproduksi dan seksualnya. Bahkan memilih ya menikah atau tidak menikah adalah hak perempuan seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan kawin kontrak melanggar konstitusi pasal 28 B menyebutkan bahwa "setiap orang berhak membentuk keluarga serta melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang "sah" serta Negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlu diingat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1997 pun telah mengeluarkan fatwa yang menyebutkan kawin kontrak atau mut’ah hukumnya adalah haram.
Perlu Keseriusan
Menghapus praktik kawin kontrak ini perlu tindakan yang serius. Bawa ke pengadilan mulai dari pelaku-pelaku kawin kontrak, mucikari dan lain-lain atas pelanggaran delik dalam KUHP( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) dan pelanggaran UU tindak pidana Perdagangan Orang, bahkan pelanggaran UU Perkawinan. Pencegahan kasus ini perlu perhatian khusus dari keluarga, masyarakat sebagai pihak yang paling terdekat untuk mencegah kawin kontrak tersebut. Selanjutnya, kesadaran dan intervensi perlindungan dari pemerintah desa , kabupaten dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
Perhatian khusus perlu untuk perlindungan perempuan yang dinikahi dengan kawin kontrak, mungkin ditawarkan program pendidikan tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan serta program pendidikan untuk memperkuat skill mereka agar bisa menciptakan kerja atau memperoleh pekerjaan serta tidak menambah stigma dan diskriminasi terhadap perempuan tersebut.
*Direktur Eksekutif Women Working Group ( WWG)