Norwegia Menerapkan UU bagi Influencer untuk Unggahan Tubuh yang Diedit

Nukila Evanty
Executive Director Women Working Group (WWG)
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2021 14:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nukila Evanty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi influencer. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi influencer. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di saat kita menelusuri foto-foto di media sosial seperti di Instagram misalnya memang sulit untuk mengetahui apa saja foto-foto yang telah diedit. Satu sisi ada beberapa teman-teman yang ditanya mengapa suka fotonya diedit atau perlukah fotonya diedit? Mereka menyebutkan bahwa mereka menjadi percaya diri (PD) kalau foto-foto telah diedit sehingga menurut bahasa mereka, foto menjadi lebih indah, lebih cantik, lebih sempurna atau dengan kalimat lain, foto-foto yang telah difilter atau dimodifikasi tersebut membantu meningkatkan percaya diri bagi pengguna media sosial. Bagaimana dengan influencer yang sering muncul sebagai model dalam suatu iklan?
ADVERTISEMENT
Norwegia akan meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang akan melarang influencer mengunggah foto yang diedit atau diubah tanpa membuat keterangan yang jelas perubahan apa yang terjadi pada fotonya tersebut, seperti dilansir dan dikutip dalam komentar Jeff Parsons dalam situs Metro.co.uk 8 Juli 2021. Undang-undang tersebut menyebutkan jika ada penggunaan filter atau perubahan digital pada bentuk atau ukuran tubuh maka perlu dijelaskan kepada pengikut-pengikut (followers) di pos berbayar di media sosial. Pemerintah Norwegia menyebutkan landasan penerapan undang-undang tersebut adalah untuk membantu mengurangi tekanan di masyarakat yang disebabkan oleh "orang-orang yang ideal (sempurna) dalam dunia periklanan" atau "idealised people in advertising".
Lebih lanjut situs web pemerintah Norwegia menyebutkan "Among other things, a duty is introduced to mark retouched or otherwise manipulated advertising when this means that the person’s body in the advertisements deviates from reality in terms of body shape, size and skin" atau artinya "Di antara hal-hal lain, sebuah tugas baru untuk menandai iklan yang telah diperbaiki atau dimanipulasi, artinya bahwa tubuh orang dalam iklan tersebut menyimpang dari kenyataan dalam hal bentuk tubuh, ukuran, dan kulit." Label khusus atau template telah dirancang oleh Kementerian Anak dan Urusan Keluarga (the Norwegian Ministry of Children and Family Affairs) yang harus ditambahkan ke setiap postingan berbayar jika telah diubah.
ADVERTISEMENT
Sehingga misalnya jika ada perubahan pada bibir yang dibuat kelihatan lebih penuh, muka yang dibuat kelihatan tirus, kaki yang dibuat kelihatan lebih panjang, perut yang dibuat kelihatan lebih ramping atau pinggang telah dibuat lebih kecil dan sebagainya maka pengikut (followers) akan mengerti suntingan apa saja yang telah dibuat. Jika tidak ada perubahan apapun pada foto tubuh tersebut tak perlu dicantumkan keterangan.
Rancangan Undang-undang tersebut akan disahkan sebagai amandemen Undang-undang Pemasaran (Norway Marketing Act) dan akan dikenakan pada siapa pun termasuk penggunaan dalam iklan atau promosi berbayar di media sosial, termasuk kepada influencer yang sangat berpengaruh seperti pada selebritis (orang-orang yang dekat dengan dunia pemberitaan), artis, penyanyi, musisi, dan lain sebagainya. Raja Norwegia, Raja Harald V, pada akhirnya yang akan memutuskan kapan undang-undang itu mulai berlaku. Siapa pun yang ditemukan melanggar undang-undang tersebut nantinya dapat dikenakan denda dan bahkan kemungkinan dapat dipidana.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini di satu sisi agar influencers dan semua orang menjadi jujur dan beretika dalam menjelaskan kepada pengikutnya di media sosial terutama generasi muda yang kadang bisa menimbulkan beban mental ingin menjadi seperti yang diperlihatkan dalam foto oleh influencer idamannya. Tetapi menjadi catatan juga bahwa masalah kesehatan mental atau beban mental disebabkan bukan hanya karena sekadar foto yang diedit saja, ada banyak sebab-sebab lain tentunya.
Di samping itu Norwegia sepertinya ingin mengajarkan tentang fenomena unrealistic beauty standard atau standar kecantikan yang tak sesungguhnya terjadi di media sosial.
-----------------------------------------------------------------------
Oleh: Nukila Evanty, Executive Director Women Working Group (WWG)