Sudut Pandang Filsafat Teologi Santo Agustinus

Nukman
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang
Konten dari Pengguna
15 September 2021 14:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nukman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
St. Agustinus (Nukman)
zoom-in-whitePerbesar
St. Agustinus (Nukman)
ADVERTISEMENT
Santo Agustinus merupakan seorang teolog Kristen terkemuka pada abad 4-5 M yang menetap di daerah sekitar kekuasaan kekaisaran Romawi tepatnya di daerah Hippo, Afrika Utara. Dia dipandang sebagai bapak gereja yang terpenting dalam ke-Kristenan barat, berkat tulisan dan pemikiran yang dinilai cukup menolong di antara karyanya yang terkenal adalah “The Confession” dan “The City Allah”. Dia menjadi inspirasi di kalangan jemaahnya yang sebagian besar merupakan orang kelas bawah yang miskin dan tidak berpendidikan.
ADVERTISEMENT
Pemikiran St. Agustinus cukup memberikan dampak besar peranannya bagi non Kristen dewasa ini, karena pemikirannya ini mengkritik dua hal yang menjadi kepercayaan orang-orang Romawi, yaitu “Kebahagian Duniawi” dan "Sebuah Tatanan Sosial yang Adil". Dalam konsep yang pertama, mereka mempercayai bahwa manusia memiliki kekuatan yang mampu untuk menguasai dirinya sendiri dan mampu dalam mengatur alam, sehingga mereka mengamini beberapa teknologi, sehingga mereka beranggapan bahwa manusia mampu merencanakan kebahagian dan kepuasannya sendiri. Sedangkan konsep yang kedua, mereka percaya bahwa masyarakat telah berada pada tingkat keadilan. Dalam pelaksanaannya terjadi ambisi dalam mencapai puncak kekuasaan dan menghasilkan uang sebagai cerminan praksis dan derajat moral. Oleh karena itu, memamerkan kekayaan dan kehormatan merupakan suatu kebanggaan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Penolakan Agustinus terkait dengan kedua asumsi tersebut dituliskan dalam karyanya “The City Allah”. Inti dari pemikirannya ialah bahwa hidup manusia dapat disempurnakan dan masyarakat berkeadilan dengan cara yang terbukti dan relevan hingga saat ini.
Berkenaan dengan filsafat teologi, filsafat dasarnya adalah berpikir secara radikal dan mendasar. Jadi setiap gagasan, argumen, statement dan sebagainya akan dipertanyakan sampai menemukan dasar yang paling kokoh, jika masih ada yang bisa dipertanyakan maka belum memiliki landasan dasar yang kokoh. Sedangkan teologi dasarnya adalah keyakinan bukan berpikir. Teologi adalah ilmu tentang Tuhan dan yang dibahas bukan lagi tentang pencarian Tuhan tapi bagaimana memahami Tuhan, dengan demikian jelas adanya bahwa Tuhan itu ada dan tinggal bagaimana kita memahami atau mengenalnya lebih dekat dengan-Nya. Melalui beberapa pertanyaan seperti bagaimana meyakini keberadaan Tuhan, bagaimana hubungan Tuhan dengan alam, bagaimana mendekatkan diri dengan Tuhan dan bukan lagi menanyakan apakah Tuhan itu ada atau tidak. Karena dengan menanyakan pertanyaan terakhir merupakan pertanyaan dari filsafat.
ADVERTISEMENT
Jadi, inti dari filsafat sejarah teologi adalah bagaimana berpikir bahwa Tuhan itu ada dan meyakini-Nya sehingga kita dapat memahami bagaimana mendekatkan diri atau mengenal lebih dekat dengan Tuhan.