Konten dari Pengguna

The Real Anak Jakarta

Nuruli Khotimah
Pranata Humas Pertama Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
16 Juni 2022 18:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nuruli Khotimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Monas, ikon Kota Jakarta. Sumber foto: https://jakita.jakarta.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Monas, ikon Kota Jakarta. Sumber foto: https://jakita.jakarta.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tahun 2020, perjalanan menjadi “The Real Anak Jakarta” dimulai. Saya mulai bergabung di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemprov DKI Jakarta sebagai staf Pengelola Media Komunikasi Publik (PMKP). Kini saya menjadi Pranata Humas Pertama sejak 14 April 2022.
ADVERTISEMENT
Media Komunikasi Publik menurut Permenkominfo No. 8 Tahun 2019 adalah saluran informasi yang digunakan dalam proses komunikasi publik secara langsung maupun tidak langsung. Penyelenggaranya adalah tim redaksi dan tim media sosial. Disebut “The Real Anak Jakarta” adalah berarti tugas saya salah satunya adalah urusan mengenai penyelenggaraan diseminasi pesan di berbagai media dan tentunya semua tentang Jakarta.
Sejak pandemi COVID-19 yang telah ditetapkan WHO dua tahun lalu, produk kehumasan yang ada di PMKP semua bertransformasi digital. Hal ini menarik untuk saya pelajari dan saya tuangkan dalam karya ilmiah berjudul “Digitalisasi Publikasi Kehumasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta” dan telah dipublikasikan oleh Kemenkominfo bersama penulis lain.
Berawal dari sini, saya menjadi bersemangat untuk terus melihat peluang, sisi mana dari lingkungan kerja yang saya geluti ini dapat memantik ide kreatif salah satunya dengan menuangkannya dalam karya ilmiah, infografis dan tulisan di media online.
ADVERTISEMENT
Setelah menulis, saya diberi kesempatan untuk menjadi narasumber untuk pelatihan media sosial untuk seluruh Perangkat Daerah (PD) yang ada di Pemprov DKI Jakarta. Percepatan informasi terkait COVID-19 sangat dibutuhkan untuk menangkal informasi yang hoax yang tersebar di masyarakat.
Salah satu caranya adalah dengan menyebarkan berita valid dan positif melalui media sosial. Seluruh PD yang mengikuti pelatihan ini merasa tercerahkan dengan Petunjuk Teknis (Juknis) yang saya susun mengenai Guidelines Penggunaan Media Sosial di Lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Pekerjaan di Jakarta, tidak hanya masalah COVID-19, dengan julukan “Kota Kolaborasi” Jakarta juga serempak membuat mural di 267 kelurahan yang ada di wilayah DKI Jakarta. “Kota Kolaborasi” yang dikenal dengan Plus Jakarta ini bertujuan sebagai Branding Kota, dengan pesan “Kenali Kotanya, Lewat Ruang Publik Jakarta. Mural di Jakarta dibuat di lokasi strategis agar membangun awareness masyarakat mengenai Plus Jakarta ini.
ADVERTISEMENT
Saya juga mendapatkan kesempatan untuk membuat Guidelines mengenai pembuatan mural dan instalasi logo Plus Jakarta. Guidelines ini bertujuan bahwa pentingnya acuan warna, font untuk pembuatan mural ini agar tercipta grafis yang harmonisasi.
Di Jakarta, saya belajar lebih mendalam mengenai bidang saya khususnya terkait grafis dan ternyata efeknya luar biasa dan berguna serta banyak diaplikasikan oleh warga Jakarta. Seperti mural, edukasi terkait COVID-19 yang dicetak dalam bentuk poster, spanduk, baliho yang tersebar di jalan-jalan Jakarta.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta sejak Indonesia dilanda pandemi COVID-19 juga memiliki majalah internal yang sudah bertransformasi dari cetak menjadi digital. Dahulu dikenal dengan nama Majalah Media Jaya berubah menjadi Majalah Digital JaKita. Melalui digital, penyebarannya lebih cepat, minim biaya dan respon pembaca juga dapat dilihat pada saat itu juga.
ADVERTISEMENT
Ditambah penyebarannya lewat media sosial, JaKita juga semakin melebarkan sayapnya dengan menyebarkan penting seputar Jakarta. Saya memiliki mimpi besar untuk menjadikan branding kota Jakarta lebih hidup, menjadikan kota Jakarta memiliki “Magnificent” sendiri bagi warganya.
Sesuai dengan buku berjudul “Filosofi Teras” yang mengajarkan saya bahwa “Praktisi Stoa (ajaran Filsuf Stoa) seharusnya merasakan keceriaan senantiasa dan sukacita yang terdalam, karena ia mampu menemukan kebahagiaannya sendiri, dan tidak menginginkan sukacita yang lebih daripada sukacita yang datang dari dalam (inner joy).
Seseorang memiliki rasa tentram dan sukacita yang tidak mudah goyah di situasi hidup apapun, dan ia menunjukkan kepedulian sosial dan hidup dalam kebajikan, maka inilah buah dari inner joy. Bagi saya, pencapaian dunia seperti kekayaan bukan yang harus dikejar, tapi ketika sudah merasakan inner joy dalam hidup, itu adalah pencapaian yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Tentunya tidak mudah melewati ini semua, ke depan semakin banyak tantangan. Jakarta yang tidak lagi menjadi Ibu Kota memiliki tantangan sendiri juga Jakarta yang sedang digadang-gadang menjadi Kota Global. Tentunya Jakarta menjadi kota yang sudah bisa dibilang sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia.
Pada tahun 2018, berdasarkan penelitian Eden Strategi Institute, Jakarta menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang masuk dalam Top 50 Smart City dari 140 kota dunia. Prestasi yang diraih Jakarta tentunya hasil dari bagaimana kolaborasi Jakarta dengan penghuninya. Semoga kolaborasi ini ke depannya menghasilkan prestasi-prestasi lain yang mengharumkan nama Jakarta dan Indonesia.
Begitupun sepuluh tahun ke depan, karirpun pasti banyak tantangan yang harus dilewati. Apabila saya berkesempatan terus menjadi “The Real Anak Jakarta” dalam sepuluh tahun mendatang, saya ingin mengambil peran sebagai perumus kebijakan untuk Kota Jakarta.
ADVERTISEMENT
Membuat Kota Jakarta lebih memiliki “Magnificent” bagi warganya walaupun tidak lagi menjadi Ibu Kota. Nantinya program yang akan dibuat dapat meningkatkan konektivitas antar warga, membuka begitu banyak peluang untuk maju bersama dan ciptakan hubungan yang lebih erat dengan Kota Jakarta.
Imajinasi liar menjadi anak asli Jakarta ini tentu bukan tanpa alasan. Saya ingin mewujudkan sumpah saya sebagai pegawai negeri sipil. Agar sumpah tidak mewujud menjadi sumpah serapah warga Jakarta.