Perbedaan Berpoligami pada Zaman Rasulullah SAW dan Zaman Sekarang

Nur Aisyah Hanum
Mahasiswi Universitas Syarif Hidayatullah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga
Konten dari Pengguna
27 November 2021 19:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Aisyah Hanum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
perbedaan berpoligami pada zaman rasulullah saw dan zaman sekarang https:/shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
perbedaan berpoligami pada zaman rasulullah saw dan zaman sekarang https:/shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Poligami menurut KBBI adalah sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Pada zaman dahulu, praktik poligami banyak terjadi di berbagai negara, salah satunya Arab Saudi. Di negara itu, poligami menjadi tradisi bangsa Arab yang memiliki istri lebih dari satu. Bahkan, poligami pada masa itu sangat kurang manusiawi karena laki-laki bebas untuk memilih dan menambah istri sesuka hati mereka. Kebiasaan bangsa Arab ini menarik perhatian agama Islam dengan membatasi poligami dan memberikan syarat harus bersikap adil terhadap semua istrinya.
ADVERTISEMENT
Kisah awal Rasulullah SAW melakukan poligami terjadi setelah istri yang sangat beliau cintai wafat, yaitu Siti Khadijah. Sepeninggal Siti Khodijah, para sahabat bersedih melihat kesendirian rasul, akhirnya mereka berniat untuk membujuk rasul agar menikah kembali. Ketika bujukan itu berhasil, rasul pun menikah dengan seorang janda bernama Siti Saudah binti Zam’ah di bulan Ramadhan tahun 10 Hijriah. Setelah menikah dengannya, beliau menikahi wanita yang paling dicintainya, yaitu Siti Aisyah binti Ash-Shiddiqoh. Pernikahan rasul dengan Siti Aisyah terjadi pada bulan Syawal tahun 11 setelah kenabian. Saat itu, Siti Aisyah masih berusia sangat muda, yaitu 6 tahun dan ia merupakan satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah dalam keadaan masih gadis.
Setelah itu, Rasulullah SAW menikahi seorang janda bernama Siti Hafshah binti Umar Khatab yang ditinggal suaminya karena wafat sekitar tahun 2-3 Hijriah. Siti Hafsah menikah dengan Rasulullah pada usia 21 tahun dan mereka menjalani kehidupan bersama selama 8 tahun. Selanjutnya, Rasulullah menikahi wanita yang terkenal dengan kedermawanannya sehingga mendapatkan gelar Ummul Masakin (Ibunya orang-orang miskin). Wanita itu bernama Zainab binti Khuzaimah yang dinikahi pada bulan Ramadhan tahun 3 Hijriah. Masih ada beberapa wanita yang dinikahi Rasulullah, diantaranya Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayah, Zainab binti Jahsy bin Rabab, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab, dan Maimunah binti Al-Harits. Selain itu, Rasulullah juga memiliki 2 budak wanita, yaitu Mariyah Al-Qibtiyah dan Raihanah binti Zaid Al-Quradziyah.
ADVERTISEMENT
Setelah mengetahui 13 wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, dapat diketahui di antara wanita tersebut sebagian besar adalah seorang janda dan ada pula seorang budak wanita yang dimerdekakan oleh Nabi dengan cara dinikahi. Meskipun banyak wanita yang dinikahi Nabi, sikap beliau terhadap istrinya sangatlah mulia, seperti suka membantu pekerjaan rumah tangga, tidak pernah melukai istri, dan berperilaku adil terhadap para istrinya. Alasan Rasulullah SAW melakukan poligami adalah dengan tujuan yang baik, yaitu untuk meringankan penderitaan, menaikkan derajat, dan menjaga dari fitnah kaum musyrik. Namun sangat disayangkan, berpoligami pada zaman Nabi dan zaman sekarang sangat berbeda. Ketika Rasulullah berpoligami, akhlak yang beliau lakukan terhadap istrinya adalah bukti bahwa Rasulullah sangat memuliakan wanita. Berbeda dengan saat ini, tak jarang laki-laki melakukan poligami hanya untuk memuaskan nafsunya dan kemudian tidak bisa berbuat adil terhadap istrinya.
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, poligami tidak bisa dilakukan sembarangan karena ada syarat-syarat tertentu yang diatur, baik dalam hukum Islam maupun hukum negara. Setiap negara pasti memiliki aturan tersendiri mengenai poligami. Di Indonesia, Undang-Undang Perkawinan memiliki prinsip poligami sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berisi bahwa hukum Indonesia hanya membolehkan satu kali pernikahan untuk setiap orang. Akan tetapi, UU Perkawinan memberikan pengecualian, bahwa pengadilan mengizinkan seorang suami memiliki istri lebih dari satu (poligami) dengan beberapa syarat, diantaranya seorang suami mendapatkan persetujuan dari istrinya, mengajukan permohonan ke pengadilan di wilayahnya, menjamin bahwa seorang suami dapat menghidupi istri dan anak-anaknya, dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Dalam hukum Islam juga terdapat beberapa syarat dan aturan sesuai syariat dalam menjalankan poligami, yaitu bersikap adil (tidak boleh berpihak kepada salah satu istrinya saja), tidak boleh lalai dalam beribadah, suami diwajibkan untuk menjaga kehormataan para istri, siap menafkahi lahir dan batin, dilarang memilih wanita yang bersaudara, dan seorang suami hanya diperbolehkan memiliki 4 orang istri.
Berdasarkan uraian di atas, menurut saya terdapat dua penyebab terjadinya poligami di zaman sekarang. Pertama, ketika suami merasa mampu berlaku adil dalam memberikan kasih sayang dan nafkah. Kedua, ketika suami merasa tidak mampu menahan godaan dari wanita lain, serta istrinya tidak dapat memiliki keturunan, hal ini sering terjadi di lingkungan masyarakat.