Konten dari Pengguna

Etika Masa Depan: Memahami Pemikiran Etika Hans Jonas

Nur Alip Rahmawan
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
16 Juni 2024 11:31 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Alip Rahmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masa depan (sumber: freepik)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masa depan (sumber: freepik)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tindakan kita saat ini akan berdampak pada generasi mendatang, sehingga generasi saat ini bertanggung jawab terhadap generasi yang akan datang. Namun, mendasarkan tanggung jawab yang jelas secara intuitif ini menghadapi kesulitan besar. Individu dari generasi mendatang belum ada sehingga mereka tidak bisa menyuarakan pendapat atau keprihatinannya. Kita bahkan tidak tahu bagaimana bentuk generasi mendatang nanti. Tanggung jawab terhadap generasi mendatang adalah tanggung jawab atas sesuatu yang belum ada, dan dalam arti paling ekstrem, bertanggung jawab terhadap orang lain di luar komunitas kita.
ADVERTISEMENT
Hans Jonas (1903–1993) adalah seorang filsuf yang meneliti dasar tanggung jawab terhadap generasi mendatang. Dalam bukunya yang berjudul “Imperative of Responsibility” (1979), Jonas memperingatkan bahaya peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi serta meletakkan dasar bagi tanggung jawab terhadap generasi mendatang. Hans Jonas hidup di era yang penuh dengan perang dan ia juga ikut serta dalam Perang Dunia Kedua, dan hal ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perumusan etika masa depannya.
Dasar Pemikiran Etika Masa Depan
Berawal dari kegelisahan Hans Jonas, dia melihat adanya bahaya besar yang sering diabaikan dari munculnya teknologi, yakni situasi dimana kita perlahan menuju apokaliptik atau kiamat yang kita ciptakan sendiri melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Jonas mengamati krisis ekologi yang timbul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terkendali dan terjadi tanpa kerangka etika yang obyektif sebagai panduan.
ADVERTISEMENT
Etika tertinggal dari tindakan dan terdiri dari upaya lemah untuk membatasi potensi konsekuensi negatif dari tindakan yang sudah dilakukan. Semakin manusia mengembangkan teknologinya, semakin manusia tidak mampu mengendalikan teknologi yang diciptakan, sehingga situasi berbalik, kini kita yang dikendalikan oleh teknologi. Jonas menyebutnya sebagai “senjata makan tuan” dimana hal yang kita banggakan sebenarnya juga membawa kehancuran bagi kehidupan manusia atau tidak absolut.
Menurut Jonas, hubungan antara pengetahuan manusia, kekuatan teknologi, tanggung jawab, dan etika merupakan hal kompleks dan fundamental. Analisisnya terhadap masalah yang kita hadapi dan argumen filosofisnya mengenai etika baru berkisar pada hubungan yang kompleks antara aspek-aspek tindakan manusia yang saling terkait, meskipun seringkali saling bersaing. Mengapa kita memerlukan etika baru dan tidak bisa menggunakan etika yang sudah ada yaitu etika tradisional untuk mengatasi krisis ekologi. Jonas memulai imperatif tanggung jawabnya dengan membahas keterbatasan sistem etika dan teori yang sudah ada. Masalahnya bukan karena deontologi, utilitarianisme, teori kebajikan, teori kontak sosial, dan seterusnya tidak ada nilainya bagi kita. Masalahnya adalah karena tujuan mereka berfokus pada hubungan antara individu dalam masyarakat sehingga tidak memiliki dorongan dan ruang lingkup yang diperlukan untuk menghadapi masalah nyata yang dihadapi. Teori etika tradisional juga tidak cukup untuk menjawab akuntabilitas terhadap masa depan kehidupan itu sendiri. Jonas juga sering mengajukan pertanyaan retoris, salah satunya bagaimana jika ada teknologi yang memudahkan manusia, tetapi pada akhirnya membuat mereka semakin males.
ADVERTISEMENT
Jonas menawarkan apa yang disebutnya etika tanggung jawab. Etika ini tidak terikat pada prinsip-prinsip tertentu selain sikap positif, namun sepenuhnya berfokus pada akibat tindakan. Etika ini pertama kali diidentifikasi oleh Max Weber (1864-1920), seorang ekonom dan sosiolog asal Jerman, yang menjelaskan antara etika kehendak baik dan etika tanggung jawab. Etika tradisional, yang lebih mengutamakan pada etika kehendak baik, berfokus pada motivasi atau tindakan yang sesuai dengan norma dan aturan. Namun, dalam beberapa situasi, diperlukan etika tanggung jawab yang memperhatikan dampak dan tujuan, termasuk tujuan di masa depan.
Hans Jonas menyampaikan dua prinsip yang menjadi dasar teori etikanya. Pertama, manusia tidak memiliki hak untuk menghancurkan dirinya sendiri. Kedua, umat manusia harus tetap ada karena manusia adalah kunci dari alam semesta dan memiliki peran vital. Oleh karena itu, perlu dihindari pemikiran-pemikiran yang mengarah pada penghancuran secara sengaja. Seperti yang telah kita ketahui Agama Islam juga menegaskan bahwa manusia adalah makhluk pilihan yang dinanti untuk menjadi khalifah, sehingga dituntut untuk tidak bertindak zalim dan tidak berpengetahuan. Dengan demikian, larangan bagi manusia untuk menghancurkan dirinya sudah jelas, apalagi jika melibatkan kehancuran peradaban secara bersama-sama.
ADVERTISEMENT
Etika Tanggung Jawab menurut Hans Jonas
Jonas berpendapat bahwa krisis ini disebabkan oleh meluasnya jangkauan tindakan manusia, sifat tindakan manusia telah berubah secara mendasar, teknologi telah berkembang ke titik dimana konsekuensinya jauh melampaui pengetahuan manusia tentang hal tersebut, dan dampaknya meluas jauh ke masa depan. Menurut Jonas, situasi ini hanya dapat diatasi dengan etika baru. Titik tolaknya adalah kesadaran akan kemungkinan bencana apokaliptik, kemudian diuraikan dengan rumus heuristika ketakutan (heuristic of fear) yaitu menggunakan imajinasi untuk membayangkan akibat jangka panjang dari dinamika peradaban teknologi saat ini. Meskipun malapetaka tersebut masih berada di masa depan dan belum dapat kita rasakan, tetapi kita dapat dan harus membayangkannya, Langkah berikutnya adalah membangun perasaan yang sesuai dengan bayangan tersebut untuk menetapkan keyakinan bahawa kita sedang menuju kehancuran yang mengerikan. Dengan demikian, muncullah rasa tanggung jawab untuk mencegah terjadinya malapetaka di masa depan. Kesadaran ini dirumuskan dalam sebuah prinsip tanggung jawab masa depan “Bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat-akibat tindakan selaras dengan kelestarian kehidupan manusia yang sejati di muka bumi.”
ADVERTISEMENT
Jonas menambahkan bahwa etika tanggung jawab baru harus mencakup gagasan kehati-hatian serta proyeksi imajinatif mengenai kemungkinan konsekuensi negatif untuk membimbing tindakan kita, konsekuensi negatif harus diberi prioritas dibandingkan konsekuensi positif. Artinya, kemungkinan bahwa teknologi dapat membawa dampak buruk bagi masa depan manusia harus diutamakan daripada harapan bahwa teknologi dapat membuat manusia lebih manusiawi. Manusia dapat hidup tanpa manfaat tertinggi, tetapi tidak dapat bertahan dengan kerugian terbesar. Manusia harus mengubah pola hidup yang mengancam kehidupan di masa depan. Jonas menyatakan bahwa umat manusia tidak memiliki hak untuk menghancurkan diri sendiri, sehingga inti dari prinsip tanggung jawab adalah keyakinan etis bahwa umat manusia memiliki kewajiban mutlak untuk tetap ada.
Dasar untuk Bertanggung Jawab
ADVERTISEMENT
Jonas berpendapat bahwa tanggung jawab terhadap masa depan tidak bisa didasarkan pada keadilan dan hak generasi mendatang. Karena keadilan tergantung pada hak-hak yang ada. Subjek masa depan belum ada, sehingga mereka belum memiliki hak apapun. Karena subjek yang belum ada tidak memiliki hak, maka kewajiban terhadap umat manusia mendatang tidak bisa bersifat timbal balik, berdasarkan kesamaan hak, atau keadilan. Dasar dari sikap tanggung jawab kita adalah semacam panggilan dari objek yang menggerakkan hati kita untuk bertindak bertanggung jawab. Tanggung jawab bukanlah sebuah keharusan, tetapi ketika berhadapan dengan objek kita merasa terpanggil untuk bertanggung jawab karena objek dalam keadaan lemah dan membutuhkan. Menurut Jonas, bayi yang baru lahir adalah makhluk hidup yang baik dan paling rentan, mereka sangat jelas mengungkapkan perlunya orang lain bertanggung jawab. Mereka juga merupakan tipe utama dari objek tanggung jawab. Dalam teori tanggung jawabnya, Hans Jonas mengkritik Emmanuel Levinas. Jonas mengakui bahwa Levinas sudah benar bahwa bertemu dengan orang lain membuat kita merasa terpanggil untuk bertanggung jawab. Namun, Levinas melupakan orang-orang yang belum lahir, padahal kita juga harus peduli terhadap anak cucu dan generasi masa depan yang belum lahir.
ADVERTISEMENT
Ada perbedaan antara tanggung jawab terhadap bayi yang baru lahir dan tanggung jawab terhadap masa depan umat manusia. Tanggung jawab terhadap bayi mengandaikan adanya objek yang nyata, sedangkan tanggung jawab terhadap masa depan belum memiliki objek yang konkret. Menurut Jonas, dasar untuk bertanggung jawab pada manusia yang belum ada terletak pada keharusan moral untuk tidak mengancam eksistensi umat manusia di masa mendatang. Ini adalah implikasi etis Idea Manusia, paham tentang manusia sendiri. Idea Manusia memuat imperatif kategoris (keharusan tanpa syarat), agar manusia ada. Menurut Immanuel Kant, Idea Manusia merujuk pada konsep moral dan etis yang berhubungan dengan sifat dan martabat manusia. Dalam filsafat Kant, manusia dianggap sebagai makhluk rasional yang memiliki martabat dan nilai intrinsik yang harus dihormati. Kant mengatakan bahwa manusia harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan bukan sebagai alat untuk tujuan lain, yang dikenal sebagai imperatif kategoris.
ADVERTISEMENT
Jonas dalam hal ini sependapat dengan Kant, namun ia memperluas konsep imperatif moral tersebut untuk mencakup keberlangsungan manusia dan alam di masa sekarang dan masa depan. Jonas menegaskan bahwa keberlangsungan manusia adalah suatu keharusan, yaitu agar manusia tetap ada. Imperatif ini didasarkan pada pertimbangan yang meyakinkan karena manusia mampu menyadari dan melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, manusia wajib memelihara kemampuan untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Ini menunjukan bahwa manusia memiliki nilai yang sangat tinggi. Konsekuensinya, nilai yang sangat tinggi ini dengan sendirinya memuat keharusan bahwa manusia harus ada. Maka, siapa pun yang menyadari apa dan siapa manusia bertanggung jawab untuk memastikan kelestarian manusia. Namun, perlu diingat bahwa keharusan moral agar manusia tetap ada hanyalah contoh utama dari sebuah keharusan yang menyangkut seluruh realitas. Ini tidak berarti bahwa hal-hal di luar manusia tidak penting, karena manusia tanpa yang lain tidak mampu berbuat apa-apa. Jadi, tanggung jawab kita tidak hanya terbatas pada manusia, tetapi juga meliputi alam dan segala isinya.
ADVERTISEMENT
Melihat bahwa manusia memiliki derajat nilai yang lebih tinggi dibandingkan unsur-unsur lain dalam ekosistem, tanggung jawab kita terhadap kelangsungan hidupnya juga lebih besar dibandingkan yang lain. Tanggung jawab etis manusia terhadap masa depan tidak hanya menyangkut eksistensi manusia lain namun juga alam. Jonas mengacu pada paham tentang teleologi. Dengan paham ini dimaksudkan bahwa, segala sesuatu yang ada memiliki tujuan (telos), dan karena itu, lebih baik jika sesuatu yang ada tetap ada daripada tidak ada. Setiap hal memiliki tujuan yang melekat pada dirinya sendiri, terlepas dari maksud manusia. Pemahaman ini mengandung makna bahwa bukan hanya manusia yang memiliki tujuan, tetapi segala sesuatu, termasuk alam anorganik, juga terarah pada suatu tujuan.
Masa depan manusia dan kelestarian alam dilandasi bagaimana kita bisa bertanggung jawab. Dalam teorinya, Jonas mengidentifikasi jenis dan sifat tanggung jawab. Pertama, ada tanggung jawab model orang tua, yang muncul secara otomatis dan alami, artinya rasa peduli muncul dengan sendirinya. Kedua, ada tanggung jawab model negarawan, yang muncul secara buatan dan abstrak, artinya memerlukan dasar tertentu untuk menumbuhkan rasa peduli. Selain itu, sifat tanggung jawab dibagi menjadi tiga. Pertama, tanggung jawab yang bersifat menyeluruh, yaitu tanggung jawab penuh terhadap keseluruhan objek. Kedua, tanggung jawab yang bersifat berkelanjutan, artinya tanggung jawab yang terus menerus dan tidak berhenti. Ketiga, tanggung jawab yang bersifat terarah, yang berarti tanggung jawab yang difokuskan pada masa depan.
ADVERTISEMENT
Kelemahan yang dihadapi etika masa depan dan kemudian Hans Jonas juga akhirnya menyerahkan kepada kita. Persoalannya, bagaimana jika umat manusia saat ini tidak mau bertanggung jawab atau bersikap acuh tak acuh terhadap kelangsungan hidup masa depan bumi? Apakah keputusan penting bisa diambil secara demokratis? dalam kondisi seperti ini, apakah perlu menghormati sikap demokratis? Bagi Jonas, dalam situasi mendesak dan urgen, keputusan demokratis kurang dapat diandalkan. Dalam hal ini, diperlukan kaum elit atau seorang diktator yang baik hati (benevolent dictatorship) untuk memaksakan tindakan ke arah kebaikan.
Nur Alip Rahmawan, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Referensi:
Ngaji Filsafat 373: Hans Jonas – Etika Masa Depan, bersama Dr. Fahruddin Faiz, di Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta, pada Rabu, 23 November 2022.
ADVERTISEMENT
Magnis-Suseno, Franz. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta:Kanisius, 2000
Oleh, H. J., & Ristyantoro, R. (n.d.). ResηonS ETIKA MASA DEPAN.