Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Retorika Adat Akkorontigi Masyarakat Makassar
26 Mei 2021 10:12 WIB
Tulisan dari Nurfadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernikahan dalam masyarakat Makassar memerlukan proses yang begitu banyak untuk menuju ke pelaminan. Salah satunya adalah adat akkorontigi. Akkorontigi merupakan salah satu adat pernikahan yang ada di suku Makassar. Ini biasanya dilakukan sebelum hari H- pernikahan dimana calon pengantin di beri hena atau korontigi untuk menghindari dari hal-hal buruk yang akan datang di kehidupan suatu saat nanti.
ADVERTISEMENT
Akkorontigi dilakukan dengan tujuan agar dapat membersihkan diri dari semua peristiwa yang dapat menjadi kendala dalam pernikahan. Saat acara akkorontigi berlangsung, biasanya mempelai menggunakan pakaian baju adat Bugis Makassar yaitu baju bodo pernikahan. Mempelai biasanya duduk di kursi atau lantai yang sudah dihiasi dengan hiasan dan dalam budaya Makassar dikenal dengan lamming. Dan biasanya, mereka hanya duduk di atas tempat tidur untuk memulai acara korontigi. Dimana, di dinding kamar calon pengantin terdapat bambu yang sudah diraut yang dihubungkan satu per satu, dalam masyarakat Makassar dikenal dengan lasugi. Di depan mempelai diletakkan bantal yang diatasnya terletak sarung dengan daun pisang atau daun nangka. Dan kedua tangan mempelai berada diatas bantal tersebut dengan menunjukkan telapak tangannya. Hal tersebut sebagai lambang sipakatau, sipakalakbirik, dan sipakaingak. Maksudnya adalah agar kedua mempelai ini dapat saling hormat menghormati satu sama lain.
ADVERTISEMENT
Ketika acara korontigi berlangsung, juga dibutuhkan lilin. Lilin tersebut harus yang berwarna merah karena itu adalah suatu ketentuan. Karena merah itu sebagai lambang keberanian yang akan dihadapi dalam rumah tangga kedua mempelai. Dan juga agar acara korontigi menjadi meriah dan merupakan suatu adat budaya turun temurun dan merah itu identik dengan orang yang berbahagia.
Korontigi sangatlah erat kaitannya dengan adat pernikahan yang ada di sulawesi selatan. Akkorontigi ini dilakukan dirumah masing-masing mempelai baik dari mempelai laki-laki maupun pihak mempelai wanita. Sebelum malam korontigi di laksanakan sore harinya kita dan pihak keluarga diutus untuk "Muntuli Korongtigi" yang artinya mereka diminta mendatangi rumah imam dusun, imam desa, dan kepala Desa untuk diserahkan daun pacar atau lekok korongtigi sebagai bentuk permintaan izin bahwa malam nanti akan ada acara korontigi dirumah keluarga kami. Pihak keluarga mengunjungi rumah mereka dengan memakai baju adat dan membawa bosara yang diisi dengan aneka macam kue tradisional sebagai balasan pemberian Kepala desa setempat, sekaligus mengundang mereka untuk melakukan barasanji.