Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Teguh Karya Sebagai ‘Suhu Teater Indonesia’
8 Desember 2020 11:48 WIB
Tulisan dari NUR MAULIDYA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengarang merupakan sebab utama lahirnya karya sastra. Sebuah karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh khalayak (Damono, 2002:1). Sebuah karya sastra tercipta berdasarkan imajinasi pengarang. Sebuah karya sastra juga merupakan proses kreatif seorang pengarang terhadap realitas kehidupan sosial pengarangnya. Kehidupan di dalam karya sastra merupakan kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikannya, keyakinannya dan sebagainya. (Suharianto, 1982: 11).
ADVERTISEMENT
Sutradara merupakan orang yang bertanggung jawab atas aspek naratif maupun sinematik dalam sebuah film. Memilih menjadi sutradara film bukan pekerjaan yang mudah karena tanggung jawabnya meliputi keseluruhan aspek dari rangkaian pembuatan film yang dikerjakan sehingga seorang sutradara harus siap dengan segala permasalahan selama jalannya proses pembuatan film. Selain menjadi pemimpin produksi, sutradara juga menjadi kontrol utama atas kualitas yang dikerjakan dari berbagai divisi, dan menjadi acuan bagi semua divisi dalam memastikan bahwa tugas mereka berjalan dengan semestinya. Semua proses pembuatan film dari awal sampai akhir tidak akan lepas dari arahan dan keterlibatan seorang sutradara.

Salah satu sutradara film yang sangat legendaris adalah Steve Liem Tjoan Hok atau yang akrab dikenal Teguh Karya. Teguh Karya adalah seorang sutradara film pelanggan piala citra. Beliau Lahir di Pandeglang, Jawa Barat, pada tanggal 22 September 1937. Semasa kecil beliau dipanggil dengan sebutan Ahok dan mengubah namanya menjadi Teguh Karya. Dari tangannya lahir bibit-bibit aktor dan aktris beserta karyanya yang menjadi salah satu tonggak emas dalam kesenian di Indonesia. Teguh karya pernah menjadi guru bagi ratusan aktor-aktris teater film Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, sebut saja Slamet Rahardjo, Tuti Indra Malaon, Nano Riantiarno, Ninik L Karim, Franky Rorimpandey, dan masih banyak lagi. Untuk itulah, bagi para seniman, beliau dianggap sebagai suhu alias gurunya para keteaterawan dan pemain film Indonesia.
ADVERTISEMENT
Secara akademis Teguh berkarya di dunia seni film dan teater sendiri dimulai tatkala ia masuk Akademik Teater Nasional Indonesia atau ATNI. Awal tahun 1960-an, Teguh belajar teater dari Djajakusuma dan untuk film, bersama Asrul Sani dan Usman Ismail. Teguh juga memperoleh beasiswa sekolah Art Directing di east West Center Hawaii, Amerika Serikat. Kemampuan akademis itu kemudian dipadukan dengan pergaulannya yang intens dengan beberapa tokoh teater dan sutradara film legendaris, seperti Usman Ismail,Asrul Sani, dan D. Djajakusuma yang banyak mempengaruhi proses berkeseniannya. Teguh turut aktif membidani kelahiran Badan Pembina Teater Nasional Indonesia, di tahun 1962. Sekembalinya ke Indonesia, Teguh ikut membangun dunia seni dan teater dengan mengajar kelas akting dan drama di ATNI.
ADVERTISEMENT
Di lembaga pendidikan kesenian pertama di Jakarta ini Teguh kemudian juga membangun sendiri kerajaan seninya, Teater Populer . Sejak tahun 1968, ia mendirikan Teater Populer, yang hingga akhir hayat adalah kebanggaan sekaligus ‘kendaraan’ seni yang tetap difungsikan. Ia mendirikan sanggar seninya di Jalan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang juga ramah kediamannya. Rumah ini menjadi sanggar yang kreatif untuk para seniman terkemuka di Tanah Air.
Dari Teater Populer, banyak sineas baru mengikuti jejak Teguh untuk serius menapaki karir di industri perfilman. Tak heran jika Teguh dijuluki sebagai ‘Suhu Teater Indonesia’. Di antara pementasan Teater Populer yang mendapat sambutan meriah adalah Jayaprana, Pernikahan Darah (1971), Inspektur Jenderal, Kopral Woyzeck (1973), dan Perempuan Pilihan Dewa (1974). Banyak kritikus seni menilai, beberapa lakon panggung yang disutradarai Teguh Karya berhasil mencapai puncak eksplorasi.
ADVERTISEMENT
Identitas kelahiran Teater Populer, salah satunya bersemangat menggali sisi keaktoran (keseniman) seseorang, untuk kemudian diekspresikan sebagai medium perwujudan sebuah pencapaian artistik tertentu. Teater Populer terlihat sangat ‘akademis’ mengungkapkan gagasan-gagasan teatrikal di atas panggung. Suguhan yang formal-akademis itu untuk menghasilkan teori-teori realisme pada tahun 1950-an. realisme itulah yang berhasil diserap Teguh saat kuliah di ATNI tahun 1957-1961.
Teguh Karya, merupakan seorang yang memilih hidup melajang. Beliau menghembuskan nafas terakhir kali di RSAL Mintohardjo, Jakarta Pusat, pada 11 Desember 2001 yang di usianya 64 tahun. Setelah terserang stroke menyerang otak bagian memori sejak tahun 1998.
Penghargaan Festival Film Indonesia:
Sutradara Terbaik:
1. Cinta Pertama (1974)
2. Ranjang Pengantin (1975)
ADVERTISEMENT
3. November 1828 (1979)
4. Di Balik Kelambu (1983)
5. Ibunda (1986)
6. Pacar Ketinggalan Kereta (1989).
Cerita Asli Terbaik:
Ibunda (1986)
SUMBER:
Wikipedia
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.