Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Implementasi Asas Access to Justice melalui Pendidikan Inklusi
29 Oktober 2024 10:17 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Nur Maw'idhotun Hasanah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Asas Access to Justice merupakan aksesibilitas keadilan bagi semua orang dalam menunjang hak-haknya. Salah satu hak tersebut adalah memperoleh pendidikan secara layak. Implementasi nyata mengenai hak pendidikan telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi “ Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan dipertegas kembali mengenai kewajiban pendidikan dasar dalam pasal 32 Ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Namun, tidak semua orang mendapatkan pendidikan secara mudah, berbagai hambatan dan tantangan muncul sebagai penghalang. Salah satu hambatan tersebut ialah keterbatasan fisik, mental, intelektual, sosial, maupun emosional. Seseorang yang memiliki keterbatasan tersebut atau anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah selayaknya mendapat pelayanan pendidikan yang khusus. Namun, pendidikan yang khusus bagi ABK justru mendegredasi kemampuan sosialisasinya dalam masyarakat. Sehingga, pemerintah menerapkan adanya pendidikan inklusi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pendidikan inklusi merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Direktorat Sekolah Dasar, 2021). Perkembangan pendidikan inklusi pada mulanya diprakarsai oleh negara-negara Skandinavia, seperti Denmark, Norwegia, dan Swedia. Tuntutan mengenai penyelenggaraan pendidikan inklusi semakin nyata dengan diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang mencetuskan deklarasi “Education for All”, yang artinya pendidikan dapat di jangkau untuk semua tanpa mengenal latar belakang. Konferensi tersebut mengikat para anggota untuk mengadakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus. Implikasi konferensi Bangkok ditindaklanjuti dengan adanya konvensi pendidikan di Salamanca Spanyol, yang mana konvensi tersebut mencetuskan pentingnya pendidikan inklusi yang di kenal “ The Salamanca Statement on Inclusive Education”.
ADVERTISEMENT
Pendidikan inklusi di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an, tetapi masih terdapat hambatan dalam pengimplementasiannya, seperti pendanaan yang tidak memadai, sarana prasarana, dan keberadaan sekolah inklusi yang masih terbatas. Pendidikan inklusi di Indonesia mengalami pasang surut dalam setiap dekadenya. Namun, wujud implementasinya terus diupayakan dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi. Undang-undang mengenai disabilitas juga sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2006 beserta akomodasi untuk peserta didik penyandang disabilitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020. Atas upaya tersebut, menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyebut pada tahun 2023 terdapat 44.477 sekolah inklusi di Indonesia. Pencapaian tersebut tidak lepas dari peran UNESCO dalam memberikan pendidikan berkualitas dan membantu pemerintah menerjemahkan kurikulum, pedagogi, pengajaran, serta program yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ABK.
ADVERTISEMENT
Pendidikan Inklusi merupakan wujud implementasi dari pembangunan berkelanjutan, yang mana program tersebut dideklarasikan oleh PBB dan ditujukan oleh negara maju maupun negara berkembang. Pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki 17 tujuan, salah satunya pendidikan berkualitas. Pendidikan berkualitas harus didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, sebagai wujud implementasinya dengan adanya program pendidikan inklusi bagi ABK. Pendidikan inklusi sendiri merupakan sarana mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 guna memenuhi hak anak dan mewujudkan lingkungan yang ramah anak di seluruh Indonesia. Namun, implementasi dari pendidikan inklusi sendiri masih harus dibenahi guna pengoptimalan secara signifikan dan menyeluruh.
Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan yang menggabungkan antara anak-anak reguler dan ABK dalam satu lingkungan sekolah. Penggabungan tersebut memiliki hambatan dan tantangan tersendiri bagi pelaksana pendidikan inklusi. Salah satunya sekolah harus memiliki kurikulum, metode, dan program pembelajaran yang relevan untuk anak reguler dan ABK. Namun, beberapa sekolah inklusi belum dapat menyesuaikan kebutuhan bagi anak reguler dan ABK secara beriringan, yang mana ABK sendiri perlu adanya perlakuan khusus dalam mencapai pembelajaran yang optimal. Maka dari itu, sekolah perlu menyiapkan kurikulum, metode, dan program pembelajaran yang sistematis dan terstruktur. Pencapaian hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak sekolah, tetapi perlu adanya Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah inklusi.
ADVERTISEMENT
Guru Pembimbing Khusus memiliki peran yang masif pada sekolah inklusi, di antaranya melakukan kolaborasi bersama guru kelas ataupun guru mata pelajaran. Kolaborasi keduanya dapat dilakukan dengan melayani anak berkebutuhan khusus, mulai dari mengidentifikasi anak, mengasesmen anak, sampai menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bagi ABK. Namun, Program Pembelajaran Individual (PPI) terkadang tidak diperlukan bagi ABK, di sinilah peran penting Guru Pembimbing Khusus sebagai tempat berbagi pengalaman bagi guru kelas ataupun guru mata pelajaran, dikarenakan tidak semua guru kelas atau guru mata pelajaran mampu dan memahami cara untuk menghadapi ABK dengan berbagai kekhususannya. Di samping itu, peningkatan kualitas bagi para GPK juga diperlukan dengan mengadakan pelatihan dan sosialisasi secara rutin guna pengoptimalan pembelajaran bagi ABK.
ADVERTISEMENT
Pendidikan di sekolah inklusi belum beriringan dengan visi pendidikan yang mengedepankan keberagaman dan kesamaan hak. Seringkali, paradigma masyarakat yang menganggap ABK adalah anak yang harus diperlakukan secara khusus, sehingga perlu adanya pemisahan dengan anak reguler pada umumnya. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari ABK hidup di tengah-tengah masyarakat, yang mana menuntut keduanya untuk hidup saling berkolaborasi. Maka dari itu, perlu adanya sosialisasi guna mengubah pola pikir negatif sebagai wujud penerimaan ABK dalam pendidikan inklusi. Pencapaian tersebut membutuhkan peran antara lain, pihak sekolah, peserta didik, dan orang tua. Dengan melakukan pengoptimalan pendidikan inklusi secara masif dapat mewujudkan asas Access to Justice bagi anak berkebutuhan khusus guna mewujudkan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Direktorat Sekolah Dasar. 2021. Infografis: Pendidikan Inklusif. https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/infografis-pendidikan-inklusif#:~:text=Pendidikan%20inklusif%20adalah%20sistem%20penyelenggaraan,sama%20dengan%20peserta%20didik%20pada. 18 Oktober 2024 (07:32).
Naim, Annis. 2023. Sejarah Pendidikan Inklusi. https://www.kompasiana.com/annisna/64638ac04addee370170ecd2/sejarah-pendidikan inklusi#:~:text=Pendidikan%20Inklusi%20di%20Indonesia%20dimulai,yang%20terpisah%20dari%20siswa%20lain. 18 Oktober 2024 (08:15).
Unesco. 2024. Inklusi dalam Pendidikan. https://www-unesco-org.translate.goog/en/inclusion-education/need-know?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=wa. 18 Oktober 2024 (09:00).
Skretariat Nasional SDGs. https://sdgs.bappenas.go.id/. 18 Oktober 2024 (09:45).
Rahman, Sirajuddin, Zulkarnain, Suradi. 2023. Prinsip, Implementasi, dan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Inklusi. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal. Vol.9 No.2 Hal 1079.
Munajah, Robiatul, dkk. 2021. Implementasi Kebijakan Inklusi di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu: Research & Learning in Elementary Education. Vol.5 No.3 Hal 1184.
Nur Maw'idhotun Hasanah, Mahasiswa Hukum Universitas Diponegoro.