Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Haroa: Tradisi Baca-baca yang Mempererat Keislaman di Buton
11 November 2024 13:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Nur Raudah Ismiyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wilayah Buton di Sulawesi Tenggara memiliki tradisi yang kaya, salah satunya adalah ritual keagamaan yang disebut haroa. Ritual ini unik dan memiliki makna mendalam bagi masyarakat setempat. Tradisi haroa di masyarakat Buton ini disebut "baca-baca", di mana doa-doa dan harapan dipanjatkan dalam suasana kebersamaan. Haroa mencerminkan hubungan ikatan yang kuat antara adat lokal dan ajaran Islam yang dibawa oleh para ulama sejak abad ke-16.
ADVERTISEMENT
Apa itu Haroa?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Haroa berarti hidangan berupa makanan lambang bekal bagi roh orang mati yang dianggap akan menempuh suatu perjalanan jauh. Atau hidangan berupa makanan (lauk pauk, kue tradisional) yang disiapkan untuk menyambut malam pada bulan Ramadhan.
Haroa juga disebut acara berdoa bersama. Haroa dilakukan dengan membaca doa dalam Bahasa Arab dan Buton yang dipimpin oleh seorang tokoh agama atau tetua adat, biasanya disebut dengan “Lebe”. Acara ini diadakan untuk memperingati hari-hari spesial, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, Idul Adha, serta momen penting dalam keluarga seperti kelahiran, pernikahan, dan syukuran rumah baru.
Simbol Kekeluargaan dan Gotong Royong
Simbol dari acara ini adalah tentang kebersamaan dan gotong royong. Haroa tidak hanya sebagai acara keagamaan, namun juga sebagai momen untuk menyatukan masyarakat. Biasanya setiap keluarga menyiapkan makanan untuk dibawa ke tempat haroa dan dinikmati bersama. Hidangannya bisa berupa kue tradisional, nasi, atau lauk-pauk. Tradisi ini menunjukkan semangat gotong royong dan kebersamaan yang kuat di masyarakat Buton.
ADVERTISEMENT
Dalam perayaan haroa, masyarakat saling berbagi makanan seperti ngkaowi-owi, loka yi hole, nasi dan telur goreng, baruasa, cucuru, onde-onde, lapa-lapa, waje, dan manu nasu wolio.
Setiap orang yang datang akan makan bersama dari nampan tersebut untuk menunjukkan persaudaraan. Dalam tradisi ini, orang belajar tentang pentingnya berbagi, menghormati, dan mempererat hubungan antar tetangga.
Proses Ritual Haroa
Proses Ritual Haroa dimulai dengan pembacaan doa-doa dan zikir yang dilakukan oleh pemimpin agama setempat. Doa ini sering kali disampaikan dalam bahasa Arab, tetapi juga disertai dengan bahasa lokal agar semua orang dapat merasakan khusyuknya prosesi. Setelah berdoa, semua orang duduk bersila mengelilingi hidangan yang disiapkan, dilanjutkan dengan makan bersama.
Pembacaan doa pada haroa ini disertai dengan Pembakaran dupa. Alasan dari pembakaran dupa ini tidak lain untuk menjadikan suasana berdoa menjadi khusyuk, tidak ada kaitannya dengan keyakinan agama lain dan kesyirikan.
ADVERTISEMENT
Momen haroa digunakan untuk merenungkan nilai-nilai agama dan sebagai sarana untuk berkumpul dan mempererat hubungan silaturrahmi. Orang tua mengajarkan ajaran Islam kepada anak-anak muda dan menjelaskan makna simbolik dari setiap prosesi yang dilakukan. Mereka juga mengajarkan betapa pentingnya melestarikan budaya tradisional sebagai identitas daerah.
Haroa Sebagai Media Dakwah dan Macam-macam Haroa
Haroa sebagai sebuah tradisi dan merupakan rumpun media tradisional adalah salah satu media dakwah efektif yang digunakan oleh tokoh agama (khatibi, lebe) untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah. pendekatan dengan media "Haroa" adalah salah satu yang dianggap paling efektif dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah Islam bagi masyarakat Islam Buton. Pesan-pesan dakwah tersebut bisa dilihat dari macam-macam haroa yang dilakukan:
Haroana Maludu, yaitu haroa yang dilakukan pada bulan Rabiul Awal untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Lahirnya Muhammad adalah berita gembira yang menjadi berkah bagi semesta. Muhammad adalah representasi dari sosok yang membawa jalan terang bagi manusia. Untuk itu, kelahirannya dirayakan dengan haroa dan membaca doa syukur bersama-sama. Menurut adat Buton, haroa tersebut dibuka oleh sultan pada malam 12 hari bulan. Kemudian untuk kalangan masyarakat biasa memilih salah satu waktu antara 13 hari bulan sampai 29 hari bulan Rabiul Awal. Setelah itu ditutup oleh Haroana Hukumu pada 30 hari bulan Rabul Awal. Masyarakat menjalankannya setiap tahun dengan membaca riwayat Nabi Muhammad. Kadangkala selesai haroa, dilanjutkan dengan lagu-lagu Maludu sampai selesai, yang biasanya dinyanyikan dari waktu malam sampai siang hari.
ADVERTISEMENT
Haroana Rajabu, yaitu haroa yang dilakukan untuk memperingati para syuhada yang gugur di medan perang dalam memperjuangkan Islam bersama-sama Nabi Muhammad SAW. Haroana Rajabu dilakukan pada hari Jumat pertama di bulan Rajab dengan melakukan tahlilan serta berdoa semoga para syuhada tersebut diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah.
Malona Bangua, yaitu haroa yang dilaksanakan pada hari pertama Ramadhan. Pada masa silam, hari pertama Ramadhan dimeriahkan dengan dentuman meriam. Kini, dentuman meriam itu sudah tidak terdengar. Masyarakat merayakannya dengan doa bersama di rumah serta membakar lilin di kuburan pada malam hari.
Qunua, yaitu upacara yang berkaitan dengan Nuzulul Qur’an (Qunut). Upacara ini biasanya dilaksanakan pada pertengahan bulan suci Ramadhan atau pada 15 malam puasa. Dulunya, masyarakat memeriahkannya dengan membawa makanan ke masjid keraton dan dimakan secara bersama-sama menjelang waktu sahur. Qunua dilakukan usai salat tarwih dan dirangkaian dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid.
ADVERTISEMENT
Kadhiria, yaitu upacara yang berkaitan dengan turunnya Lailatul Qadr di bulan suci Ramadhan. Upacara ini tata pelaksanannya mirip dengan Qunua, yakni setelah salat Tarwih dirangkaikan dengan sahur secara bersama-sama di dalam masjid. Biasanya dilaksanakan pada 27 malam Ramadhan karena diyakini pada malam itulah turunnya Lailatul Qadr.
Haroa dan Perpaduan Islam serta Budaya Lokal
Haroa merupakan contoh yang menarik dari perpaduan antara Islam dan budaya lokal yang seimbang. Meskipun terdengar seperti tradisi lokal, nilai-nilai haroa sangat mencerminkan keislaman. Islam di Buton telah disatukan dengan tradisi dan adat lokal tanpa menghilangkan budaya asli, tetapi justru menguatkan dan memperdalamnya. Bagi masyarakat Buton, acara tradisional ini adalah cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Allah SWT atas segala berkat yang diberikan-Nya. Melalui haroa, masyarakat juga merasakan keterikatan spiritual yang kuat, karena dalam setiap doa dan prosesi, ada rasa khusyuk yang menyatukan mereka sebagai satu komunitas.
ADVERTISEMENT
Pelestarian Haroa di Zaman Modern
Di era modern ini, tantangan untuk mempertahankan tradisi seperti haroa sangat nyata. Generasi muda sering lupa dengan adat istiadat setempat karena terpengaruh oleh budaya global melalui media sosial. Namun, banyak tokoh adat dan agama di Buton berusaha mempertahankan tradisi haroa dengan menyelenggarakan acara yang melibatkan anak muda.
Haroa merupakan tradisi unik yang menunjukkan bahwa Islam bisa ada dan berbaur dengan budaya lokal secara damai dan harmonis. Haroa tidak hanya tentang berdoa bersama, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat Buton menjaga hubungan keluarga, meningkatkan keimanan, dan mempertahankan warisan budaya. Di masa modern ini, haroa masih dianggap sebagai lambang kekuatan budaya dan nilai-nilai agama yang diwariskan dari generasi ke generasi.
ADVERTISEMENT
Sumber:
TRADISI HAROA MASYARAKAT ISLAM BUTON SEBAGAI MEDIA RESOLUSI KONFLIK DALAM MENCIPTAKAN PERDAMAIAN UMAT SEKALIGUS MEDIA INTEGRASI ANTARA SUKU BANGSA. Oleh Mahrudin
TRADISI HAROA (Dakwah Islam Dalam Masyarakat Marginal Muslim Buton). Oleh Nurdin
https://repositori.kemdikbud.go.id/10824/1/Haroa-Zakridatul-November
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, KBBI VI Daring