Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Demokrasi Mandek: Siapa Diuntungkan? Rakyat Bisa Apa?
30 April 2025 21:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fitriah Nursari Yusuf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Meski pemilu rutin diselenggarakan, demokrasi Indonesia belum sepenuhnya matang. Ketika oligarki dan elite politik menikmati status quo, bagaimana rakyat dapat mendorong perubahan?
ADVERTISEMENT
Demokrasi Indonesia hari ini tampak hidup di permukaan—dengan pemilu rutin, kebebasan berbicara yang (seolah) dijamin, dan partisipasi politik yang tampak terbuka. Namun di balik itu semua, konsolidasi demokrasi Indonesia justru mengalami kemandekan yang mencemaskan.
ADVERTISEMENT
Sejak reformasi 1998, Indonesia telah menjalani lima pemilu nasional yang relatif demokratis. Bahkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan setidaknya dua pemilu demokratis lagi—yakni 2024 dan 2029—untuk benar-benar mencapai konsolidasi demokrasi yang matang.
Meski demikian, banyak indikator menunjukkan bahwa konsolidasi ini belum kokoh, bahkan mengalami kemunduran dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa contoh meliputi dominasi oligarki politik, pelemahan lembaga independen seperti KPK, kriminalisasi kebebasan berekspresi melalui UU ITE, serta praktik politik uang dan dinasti politik yang menghambat partisipasi politik yang adil.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada awal 2025 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dianggap sebagai langkah awal menuju perbaikan sistem politik. Namun, perubahan ini baru akan berlaku pada Pemilu 2029, sehingga dampaknya belum dirasakan dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Siapa yang Diuntungkan?
Dalam kondisi demokrasi yang stagnan, pihak yang paling diuntungkan adalah elite politik dan ekonomi yang telah menguasai sistem. Mereka memiliki akses terhadap sumber daya dan kekuasaan, serta mampu memanfaatkan kelemahan institusi demokrasi untuk mempertahankan posisi mereka.
Sementara itu, masyarakat umum sering kali terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan politik. Keterbatasan akses informasi, rendahnya literasi politik, dan apatisme yang berkembang membuat rakyat sulit untuk berpartisipasi secara efektif dalam demokrasi.
Apa yang Bisa Dilakukan Rakyat?
Meskipun tantangan besar, rakyat memiliki peran penting dalam mendorong konsolidasi demokrasi yang sejati. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
Meningkatkan literasi politik: Pendidikan politik yang menyeluruh dapat membantu masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka, serta mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi.
Mendorong transparansi dan akuntabilitas: Menuntut keterbukaan informasi dan pertanggungjawaban dari para pemimpin politik dapat memperkuat institusi demokrasi.
ADVERTISEMENT
Mengorganisir gerakan sipil: Pembentukan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang aktif dapat menjadi kekuatan penyeimbang terhadap dominasi elite politik.
Memanfaatkan teknologi digital: Media sosial dan platform digital lainnya dapat digunakan untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan mengorganisir aksi kolektif.
Konsolidasi demokrasi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Namun, dengan kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat, perubahan menuju demokrasi yang lebih matang dan inklusif bukanlah hal yang mustahil. Rakyat memiliki kekuatan untuk mendorong reformasi dan memastikan bahwa demokrasi tidak hanya menjadi ritual lima tahunan, tetapi juga menjadi sistem yang benar-benar mewakili dan melayani kepentingan semua warga negara.