Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Pengaruh Pandangan Agama Terhadap Kemajuan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
17 Juli 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Nur Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tahun 2007, penulis memimpin Kuliah Kerja Sosial sekelompok mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di satu desa di Kabupaten Bandung. Nama desanya adalah Cilame, di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung. Lokasinya tak jauh dari ibukota Kabupaten Bandung di Soreang. Desanya kerap dilewati oleh wisatawan yang hendak pergi liburan ke kawah putih atau sekedar ingin merasakan nikmatnya memakan buah strawberry di Ciwidey. Desa Cilame masih tergolong desa yang asri dan hijau. Maklum saja disana masih banyak pepohonan dan kebun sayur serta kondisi alamnya yang berbukit menjadikan desa Cilame nampak seperti sayur brokoli dari kejauhan. Udaranya yang sejuk juga menambah kesegaran suasana desa Cilame. Desa ini dapat ditempuh dengan mengendarai roda dua maupun roda empat tapi tidak untuk kendaraan berat seperti truk bahan bakar minyak atau truk-truk berbadan besar. Kehidupan warganya masih sangat sederhana dengan mata pencaharian rata-rata adalah bertani, beternak, dan berkebun, juga beberapa warga bermatapencaharian sebagai penjahit.
ADVERTISEMENT
Setiap rumahtangga di sana menggantungkan hidupnya dengan menjadi petani, peternak, dan penjahit. Lokasi yang jauh dari kota serta sulitnya akses transportasi membuat warga kesulitan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Warga di Cilame kebanyakan hanya sekolah sampai tingkat SD. Hanya keluarga mampu yang dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang sekolah menengah bahkan ke perguruan tinggi. Anak-anak ini akhirnya hanya menjadi pekerja-pekerja kasar dipabrik, buruh tani, atau ikut mengolah lahan pertanian milik keluarga. Nyaris tidak ada yang bekerja sebagai pegawai di kantor-kantor perusahaan dan perbankan.
Bekerja di perusahaan atau perbankan seperti yang biasa kita lihat di kota-kota besar tak masuk hitungan bagi anak-anak muda di Desa Cilame dalam mencari pekerjaan. Rata-rata mereka yang baru tamat SD atau SMP diminta ayah atau ibunya untuk membantu pekerjaan di kebun, sawah, atau menjahit. Hasil kebun dan bertani kemudian dijual ke pasar di Soreang atau dibawa ke pasar yang lebih besar di kota. Aktivitas ekonomi warga Cilame hanya sebatas itu. Mereka bertahan hidup dengan bertani, berkebun, menjahit dan menjual hasilnya di pasar-pasar. Ketika terjadi fluktuasi harga di pasar maka itu berdampak pada kehidupan ekonomi mereka.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang menarik adalah bahwa ketika mereka tidak sedang bertani atau berkebun mereka menerima pesanan jahitan yang dikerjakan dirumah. Ketika pesanan sudah selesai, utusan dari perusahaan konveksi mengambilnya untuk dibawa kembali. Ini menarik karena pekerjaan menjahit adalah pekerjaan yang perlu keahlian khusus yang harus dipelajari. Ketika jahitan tidak sesuai dengan arahan dari perusahaan konveksi atau salah jahitan maka pesanan tidak bisa dibawa atau dijual ke pasar dan penjahit harus mengulang jahitan dengan resiko ditanggung oleh penjahit.
Aktivitas ekonomi masyarakat desa di Cilame adalah sama dengan aktivitas ekonomi masyarakat di desa-desa lain. Tujuan aktivitas ekonomi adalah strategi bertahan hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya amat terbatas sehingga diperlukan kecakapan dalam mengolah sumber daya. Kesalahan dalam mengolah sumberdaya akan mengakibatkan kehilangan sumber mata pencaharian dan juga kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Penulis mencoba menganalisa kehidupan sosial ekonomi pedesaan dengan menggunakan perspektif Weberian tentang pengaruh keyakinan agama terhadap kemakmuran ekonomi.
Pengaruh pandangan agama terhadap kemajuan ekonomi di pedesaan
Max Weber lahir di Jerman tahun 1864 dari seorang ayah yang ahli hukum dan seorang ibu yang adalah seorang yang memiliki keturunan imigran dari Perancis. Karyanya yang khusus membahas tentang hubungan agama dengan aktivitas ekonomi adalah Protestant Ethics and Spirit of Capitalism. Dalam karya ini Weber hendak menelusuri awal mula munculnya kapitalisme di Eropa. Weber berkesimpulan bahwa Agama, terutama Calvinisme, mengandung ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang dijadikan dasar penganutnya untuk mengejar kesuksesan dunia. Tesis Weber akan penulis jadikan dasar untuk menganalisis kegiatan ekonomi di Desa Cilame.
ADVERTISEMENT
Kehidupan masyarakat di Desa Cilame, seperti yang penulis katakan di awal, adalah kehidupan yang sederhana dengan mata pencaharian sebagai petani, peternak, buruh, dan penjahit. Hasil-hasil pertanian dan peternakan tidak begitu banyak. Sementara itu masyarakatnya sangat relijius. Setiap anak diwajibkan mengaji. Hampir tiap RT ada sebuah masjid atau mushola. Masjid dan mushola ini selain dijadikan tempat sholat juga dijadikan tempat aktivitas seperti syukuran atau hajatan. Pada hari-hari besar Islam masyarakat selalu menyelenggarakan kegiatan di setiap masjid atau mushola, karena setiap masjid atau mushola mewakili satu RT. Kehidupan agama yang kuat ikut mempengaruhi cara pandang masyarakat setempat. Mereka berkeyakinan bahwa kehidupan dunia hanya sementara, yang kekal adalah kehidupan akhirat, karena itu maka kemakmuran dunia tak begitu penting bila dibandingkan dengan kebahagiaan akhirat. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa harta yang dimiliki sebanyak apapun tidak akan dibawa mati. Pandangan-pandangan seperti ini terbentuk atas dasar ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama yang di anut.
ADVERTISEMENT
Ada satu mode beragama dalam Islam yang turut mempengaruhi cara masyarakat desa memandang kehidupan dunia. Ia adalah tasawuf. Dalam sejarahnya, tasawuf adalah mode beragama yang pertama kali masuk dalam kehidupan spiritual nusantara. Ia dibawa oleh pendatang-pendatang dari Gujarat dan Persia yang kemudian mengalami akulturasi dengan budaya setempat yang pada akhirnya menghasilkan ajaran-ajaran dan praktek-praktek asketisme atau zuhud. Asketisme atau zuhud adalah cara pandang yang beranggapan bahwa untuk mendekatkan diri dengan Tuhan maka manusia harus meninggalkan kehidupan dunia yang fana dan mempersiapkan diri untuk kebahagiaan akhirat yang kekal.
Pandangan zuhud ini masih kuat mempengaruhi cara bagaimana masyarakat pedesaan memandang kehidupan dunia. Dunia adalah kotor oleh karena itu jika ingin mendekat pada Tuhan maka manusia harus memebersihkan diri dengan cara meninggalkan kemewahan dunia. Tak pelak lagi, pandangan seperti ini mempengaruhi juga aktivitas sosial-ekonomi pedesaan. Bagi masyarakat desa, tidak terkecuali di Cilame, mencari kekayaan tidak sepenting mendekatkan diri dan pasrah pada kehendak Tuhan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat muslim di desa kehilangan spirit dalam mengejar kekayaan di dunia. Mereka tertinggal jauh dengan saudara-saudara mereka yang lain. Orang-orang China, misalnya, mendominasi aktivitas ekonomi baik di desa maupun di kota. Mayoritas dari mereka mengisi bidang-bidang usaha yang strategis dan prospektif. Mudah sekali kita lihat setiap toko bangunan atau toko sembako di pinggir-pinggir jalan atau sudut-sudut kota dan desa di dominasi oleh orang-orang China. Etos kerja yang dimiliki oleh orang-orang China membuat mereka mengalami kemajuan dan kemakmuarn ekonomi. Mereka berani berspekulasi dan mengambil resiko ketika melakukan aktivitas ekonomi.
Masyarakat di desa dengan cara pandang asketis tersebut akhirnya menjadi tidak responsif ketika tersedia peluang-peluang dan kesempatan-kesempatan yang ada. Kesempatan ekonomi yang ada dibiarkan berlalu begitu saja sampai ada orang lain yang mengambil. Mereka tidak memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kemajuan ekonomi. Mereka enggan menyekolahkan anaknya sampai tingkat menengah. Bagi mereka anak yang membantu pekerjaan orang tua di ladang atau menjahit adalah bentuk kesalehan anak dan ketaatan pada agama. Oleh karena itu di desa mudah sekali menemukan anak-anak yang hanya tamat SD membantu pekerjaan orang tua sebagai petani, atau penjahit.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya Islam mengajarkan keseimbangan dunia dan akhirat. Artinya Islam tidak melarang umatnya untuk berkompetisi mengejar kekayaan dan kemajuan. Orientasi dunia dibolehkan sepanjang tidak menghalangi umat muslim untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Apakah dunia menjadi penghalang bagi kebahagiaan akhirat adalah persoalan kemampuan indvidu untuk menyeimbangkan antara keduanya.
Nilai-nilai etos kerja dalam ajaran Islam sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai etos kerja dalam ajaran Calvinisme. Islam juga, seperti etos kerja Calvinis, menganjurkan pengikutnya berkompetisi memakmurkan dunia. Sayangnya, asketisisme atau zuhud dalam ajaran tasawuf, meresapi cara pandang masyarakat di pedesaan sejak awal Islam masuk ke tanah Jawa melalui pedagang-pedagang yang juga membawa ajaran-ajaran tasawuf. Tidak ada yang salah dengan asketisisme ataupun ajaran tasawuf, hanya saja tasawuf mestinya dipahami sebagai sebuah oase di tengah kekeringan spiritual kehidupan kapitalis modern, jangan dipahami sebagai jalan meninggalkan kehidupan dunia demi mendekatkan diri pada Tuhan. Tasawuf sesungguhnya sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan pengikutnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Salah satu kebaikan adalah kesuksesan materil.
ADVERTISEMENT
Cara pandang yang sudah turun-temurun ini pada akhirnya membuat masyarakat desa tidak mampu bersaing dengan yang lain. Semua faktor produksi dan distribusi dikuasasi bukan oleh mereka. Masyarakat desa hanya berada di pinggrian sebagai konsumen dan pekerja. Pada tingkat yang lebih dalam masyarakat desa dieksploitasi secara tidak langsung oleh struktur yang lebih besar. Dimarjinalkan dan dibuat tidak berdaya di desanya sendiri. Dibiarkan terus menerus dalam keadaan bodoh dan miskin yang pada akhirnya harus keluar dari desa demi kepentingan pembangunan dan modernisasi.
Disini asumsi Marxian dan Weberian saling melengkapi. Pandangan Weberian tentang pengaruh ajaran dan nilai-nilai agama dalam aktivitas ekonomi bertemu dengan pandangan Marxian bahwa pengaruh tersebut membuat masyarakat menjadi pasrah pada keadaan dan kehilangan spirit revolusionernya.
ADVERTISEMENT
Nur Setiawan
Bogor, 16 Juli 2024