Konten dari Pengguna

Pajak Selalu Dekat, Tapi Mengapa Selalu Terasa Asing?

nurbaityjannah04
Saya Nur Baity Jannah mahasiswa aktif program studi akuntansi perpajakan D4 di universitas Pamulang
7 Mei 2025 18:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari nurbaityjannah04 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kenapa Banyak Orang Takut Pajak? Mungkin Karena Kita Tak Pernah Diajar Soal Pajak Sejak Dini
Ilustrasi Pajak Selalu Dekat, Tapi Mengapa Selalu Terasa Asing? (Sumber : Foto oleh Mikhail Nilov: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-pasangan-6963056/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pajak Selalu Dekat, Tapi Mengapa Selalu Terasa Asing? (Sumber : Foto oleh Mikhail Nilov: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-pasangan-6963056/)
Pajak Masih Dianggap Menakutkan
ADVERTISEMENT
Pajak sering kali diasosiasikan dengan hal yang rumit, memberatkan, bahkan menakutkan. Banyak orang baru “mengenal pajak” saat sudah bekerja, diminta mengisi SPT, atau malah ketika terkena sanksi. Tak jarang, muncul asumsi bahwa pajak adalah urusan orang kaya atau hanya untuk pengusaha besar.
Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menikmati hasil dari pajak: jalan, jembatan, sekolah, hingga subsidi kesehatan. Ironisnya, kita mengonsumsi hasil pajak, tapi banyak yang belum paham bagaimana dan kenapa pajak harus dibayar.
Literasi Pajak Kita Masih Rendah
Studi dari OECD (2021) menunjukkan bahwa salah satu tantangan negara berkembang seperti Indonesia adalah tingkat literasi pajak yang rendah. Banyak warga tidak tahu jenis pajak, manfaatnya, atau hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Bahkan berdasarkan Survei Direktorat Jenderal Pajak (2022), hanya 22% responden yang memahami peran pajak dalam pembangunan nasional secara komprehensif. Selebihnya, bersikap pasif atau hanya membayar karena takut sanksi.
Sekolah Tidak Mengajarkan, Rumah Pun Tak Bicara Pajak
Masalahnya bukan hanya di sistem pajak yang kompleks, tetapi juga di hilangnya edukasi pajak sejak usia dini. Kurikulum pendidikan kita belum mengajarkan literasi fiskal secara sistematis. Akibatnya, anak-anak tumbuh tanpa pemahaman dasar tentang kontribusi warga negara terhadap negara.
Di rumah, orang tua jarang bicara soal pajak. Di sekolah, topik pajak hanya sekilas dibahas di mata pelajaran Ekonomi. Padahal, jika sejak kecil anak diajarkan soal arti kontribusi dan manfaat pajak, mereka akan tumbuh dengan mindset sadar, bukan takut pajak.
ADVERTISEMENT
Solusi: Literasi Pajak Harus Masuk Sekolah dan Media Sosial
Pendidikan pajak tidak harus dimulai dari angka dan formulir. Bisa lewat cerita, permainan, infografik, atau simulasi sederhana tentang “uang publik”.
DJP sudah mulai merintis program seperti Pajak Bertutur, tapi skala dan dampaknya masih terbatas. Diperlukan kolaborasi dengan sekolah, kampus, bahkan influencer dan kreator konten edukatif untuk menyebarkan narasi bahwa “Pajak Itu Keren”.
Bayangkan Jika Masyarakat Melek Pajak...
Warga tak lagi takut datang ke kantor pajak.
UMKM paham manfaat NPWP dan insentif.
Anak muda tahu bahwa membayar pajak adalah bagian dari membangun bangsa.
Transparansi fiskal makin kuat karena rakyat tahu hak dan kewajibannya.
Penutup: Pajak Tak Akan Ditaati Jika Tak Dipahami
Masyarakat yang sadar pajak tidak terbentuk dalam sehari. Ia perlu disemai melalui edukasi jangka panjang, dimulai sejak usia sekolah. Karena jika pajak terus dianggap sebagai momok, maka sebaik apapun sistemnya, kepatuhan hanya akan lahir dari rasa takut, bukan dari rasa tanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Quote Penutup
“Pajak bukan sekadar kewajiban, tapi cerminan dari bagaimana kita ikut serta menjaga keberlangsungan bangsa.”
Nur Baity Jannah, mahasiswa Akuntansi Perpajakan Universitas Pamulang