Konten dari Pengguna

Bahasa Slang: Senjata Gen Z untuk Kritik Pemerintah

Nurhamidah
Anak muda yang suka mengacak-acak isu pendidikan dan kebijakan. Nggak mau hanya jadi penonton, pengen jadi bagian dari perubahan! Siap bikin tulisan yang bikin orang mikir dan bergerak l Founder Inclusivity.id
16 Oktober 2024 6:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nurhamidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen milik pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen milik pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bahasa slang terus berkembang di setiap generasi, dan bagi Gen Z, ini bukan sekadar gaya, tapi juga alat buat menyampaikan kritik. Suatu hari, saya bermain sosial media melihat video cuplikan seorang anak yang baru masuk SMP. Dia menceritakan tentang pengalaman barunya, dia bilang ada temannya yang "sigma," artinya keren dan dominan. Dari situ, saya sadar banyak istilah slang baru yang bikin saya merasa kurang gaul, seperti "lit," "vibe," "flex," dan "drip."
ADVERTISEMENT
Bahasa slang muncul sebagai cara anak muda untuk menunjukkan identitas dan solidaritas di antara mereka. Ini menciptakan sekat antara "kita" dan "mereka," dengan slang yang jadi tanda bahwa mereka paham tren sosial dan budaya terkini.
Generasi muda sering menggunakan bahasa slang buat mengkritik norma dan kebijakan pemerintah. Misalnya, saat mahasiswa demo, mereka bisa bikin poster dengan tulisan, “DPR, jangan cuma pamer, tapi kerjanya juga harus keren!” atau “UU yang bikin stres, bukan solusi!” Beberapa bahkan berani menyindir dengan kalimat, “DPR, jangan jadi drama queen, fokus pada rakyat!” Ini menunjukkan bagaimana slang bisa dipakai secara kreatif buat menyuarakan pendapat.
Bahasa slang yang informal memberi kebebasan bagi Gen Z untuk berkomunikasi tanpa terjebak dalam istilah formal yang sering diasosiasikan dengan kekuasaan. Mereka bisa mengekspresikan ketidakpuasan dengan lebih segar dan langsung.
ADVERTISEMENT
Istilah seperti "toxic" juga sering muncul untuk menggambarkan lingkungan yang enggak sehat, baik di sekolah maupun dalam masyarakat. Misalnya, “Kerja keras, tapi hasilnya toxic, bro!” Ini jadi sinyal bagi pemerintah untuk mendengarkan suara mereka.
Perpaduan budaya dan globalisasi juga bikin bahasa slang semakin kaya. Di kota-kota besar, anak muda sering mencampur istilah asing dengan bahasa lokal, menciptakan komunikasi yang unik dan dinamis. Istilah "squad goals" jadi populer di kalangan remaja untuk menggambarkan harapan terhadap teman-teman mereka.
Jadi, bahasa slang bukan sekadar tren, tapi juga senjata ampuh bagi Gen Z untuk menyampaikan kritik dan aspirasi. Dengan kreativitas yang ada, mereka bisa menggunakan bahasa untuk melawan ketidakpuasan dan menuntut perubahan.