Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kampus Merdeka: Mimpi Besar yang Berujung pada Blunder Sosial
16 Oktober 2024 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Nurhamidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kampus Merdeka, sebuah inisiatif yang dicanangkan untuk memberikan kebebasan dan fleksibilitas bagi mahasiswa dalam mengeksplorasi pendidikan mereka, seharusnya memudahkan para fresh graduate untuk memasuki dunia kerja. Namun, dalam praktiknya, program ini malah menciptakan blunder yang memperlebar kesenjangan antara lulusan dan tuntutan pasar kerja.
ADVERTISEMENT
Tujuan Mulia yang Melenceng
Kampus Merdeka dirancang untuk membekali mahasiswa dengan berbagai pengalaman dan keterampilan praktis sebelum lulus, agar mereka lebih siap bersaing di dunia kerja. Namun, seiring waktu, program ini tidak sepenuhnya mencapai tujuannya. Dalam upaya untuk memberikan kebebasan, banyak mahasiswa yang justru merasa tertekan untuk mengejar pengalaman kerja di luar kurikulum yang sudah ada. Akibatnya, perusahaan kini menuntut agar fresh graduate memiliki pengalaman kerja yang signifikan sebelum lulus, yang menjadi tantangan baru bagi mereka.
Perusahaan Menuntut Pengalaman yang Tinggi
Ironisnya, meski Kampus Merdeka seharusnya membuat lulusan lebih siap kerja, kini banyak perusahaan yang semakin demanding. Mereka mengharapkan fresh graduate untuk memiliki portofolio pengalaman yang kuat, bahkan sebelum mendapatkan gelar. Dengan kata lain, pengalaman magang yang seharusnya menjadi nilai tambah kini menjadi syarat mutlak. Hal ini menciptakan tekanan tambahan bagi mahasiswa yang masih berjuang mencari kesempatan untuk mendapatkan pengalaman tersebut.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan yang Makin Melebar
Situasi ini semakin memperlebar kesenjangan antara mahasiswa yang berasal dari universitas dengan akses ke peluang magang yang baik dan mereka yang tidak. Mahasiswa di universitas besar dengan koneksi industri yang kuat bisa lebih mudah mendapatkan pengalaman kerja, sementara mereka di kampus kecil atau daerah terpencil kesulitan untuk menemukan peluang serupa. Kesenjangan ini membuat persaingan di dunia kerja semakin ketat dan tidak adil.
Birokrasi yang Menghambat
Blunder lainnya adalah birokrasi yang masih rumit dalam proses pengajuan magang dan kegiatan luar kampus. Walaupun tujuannya adalah untuk memberikan kebebasan, mahasiswa sering kali terjebak dalam administrasi yang berbelit-belit. Proses yang lambat dan membingungkan ini dapat membuat mahasiswa kehilangan kesempatan berharga untuk mengumpulkan pengalaman yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Dari Harapan Menjadi Kekecewaan
Kampus Merdeka seharusnya menjadi langkah positif menuju pendidikan yang lebih relevan, tetapi kenyataannya malah menambah tantangan bagi fresh graduate. Alih-alih menciptakan lulusan yang siap pakai, kebijakan ini justru memperburuk kondisi dengan menambah tuntutan yang tidak realistis.
Pemerintah dan institusi pendidikan harus segera mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan ini. Harus ada sinergi antara kampus dan industri untuk memastikan bahwa mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori, tetapi juga pengalaman yang relevan dan terjangkau. Dengan begitu, kita bisa berharap bahwa Kampus Merdeka tidak hanya menjadi slogan yang menggugah semangat, tetapi benar-benar berkontribusi pada masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Indonesia.