Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Peran Aktif Sanggar Seni Setiwang Dalam Menjaga Kelestarian Kebudayaan
31 Agustus 2023 5:48 WIB
Tulisan dari Nur Muhammad Fadhil tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebudayaan merupakan sesuatu yang berasal dari masyarakat yang mencakup berupa: pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat istiadat, dan lain sebagainya. Point-point tersebut bersifat kompleks dan membentuk suatu identitas. Kebudayaan tersebut harus dilindungi, dikembangkan, dimanfaatkan, serta dilakukan pembinaan. Secara keseluruhan, semua itu dapat dilaksanakan di sebuah tempat yaitu sanggar.
ADVERTISEMENT
Sanggar merupakan sebuah sarana atau tempat yang berfungsi sebagai tempat berkegiatan seni seperti: seni tari, seni musik, dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut dilakukan oleh sekelompok orang atau suatu komunitas. Sanggar berperan sebagai wadah berkumpulnya seni kebudayaan, dan juga sebagai tempat edukasi bagi masyarakat yang dapat mempelajari sejumlah kesenian di dalamnya.
Transmigrasi Di Lampung Barat Dan Pengaruh Terhadap Kebudayaan
Lampung dulunya menjadi pusat transmigrasi orang-orang dari Pulau Jawa, yang pertama kali dimulai pada tahun 1905 pada zaman Hindia Belanda, dengan program yang bernama kolonisatie, yaitu sebuah program perpindahan penduduk versi pemerintahan Hindia Belanda, yang mana itu dilakukan dengan latar belakang politik balas budi. Pemerintah pada saat itu menyiapkan koloni pertanian dan pemukiman untuk para penduduk jawa di sana nantinya.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan Lampung Barat, ada beberapa daerah yang didominasi oleh penduduk transmigrasi seperti: Sekincau, Pagardewang, Suwoh, dan lain sebagainya. Dan khususnya di Lampung Barat, pemukiman dominasi antara penduduk pribumi dan transmigrasi itu cukup terpisah, jadi para penduduk transmigran itu membuka lahan baru diluar pemukiman penduduk pribumi. Dan akulturasi budaya yang terjadi pun di sana cukup kecil, pribumi tetap dengan kebudayaannya dan transmigran dengan kebudayaan daerah asalnya, tetapi tidak jarang juga adanya kebudayaan luar yang masuk.
Namun fenomena yang terjadi saat sekarang ini adalah bukan lagi akulturasi budaya melainkan modernisasi budaya. Keberadaan budaya-budaya atau kesenian-kesenian tradisional yang dulunya terpendam, muncul kembali namun dengan sesuatu yang baru atau kesenian yang telah ada disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang. Kepentingannya pun sekarang juga sedikit berbeda, dulu fungsinya sebagai media dalam pergaulan dan zaman sekarang sebagai hiburan ataupun pertunjukan. Terlepas dari pengaruh transmigrasi, akulturasi, dan sekarang modernisasi, kebudayaan yang ada mesti tetap dilestarikan dan itu tidak boleh hilang sampai kapan pun.
ADVERTISEMENT
Sanggar Seni Setiwang
Di Provinsi Lampung, tepatnya di Lampung Barat, berdiri sebuah sanggar yang bernama Sanggar Seni Setiwang. Sanggar Seni Setiwang sendiri merupakan sekolah tari dan musik tradisional, di sana para peserta didiknya tidak hanya diajarkan kesenian Tari Lampung saja, melainkan juga diajarkan tari-tari tradisional nusantara lainya. Nama setiwang sendiri diambil dari nama sungai kecil di kota Liwa yang bernama Setiwang. Proses berdirinya Sanggar Seni Setiwang tidaklah berjalan mulus hingga bisa eksis seperti sekarang. Banyak fase-fase yang mereka lewati untuk membangun dan mengembangkan sanggar tersebut. Berdiri tidak lama setelah Lampung Barat diresmikan, sekitar tahun 1992-1993. Tetapi, belum diketahui tanggal pastinya. Awalnya Sanggar Seni setiwang digerakkan oleh beberapa orang senior dari luar Lampung seperti: om Hari Jaya Diningrat, bang Herman G.A (seniman asal Pesawaran), dan bang Zul (seniman asal Lampung Selatan). Mereka eksis di sanggar tersebut dengan melibatkan orang-orang penduduk lokal untuk sama-sama berproses. Akibat dari gempa yang terjadi di tahun 1994, Sanggar Seni Setiwang juga terkena dampak buruk dari gempa tersebut. Seperti banyaknya aset yang rusak, sehingga aktivitas Sanggar Seni Setiwang tidak seaktif dulu lagi.
ADVERTISEMENT
Lalu pada tahun 1997, Sanggar Seni Setiwang kembali dihidupkan oleh seniman asal Bali, yaitu Pak Nyoman Muliawan. Ia diterima sebagai PNS di Lampung dan ditugaskan di Lampung Barat. Selama hampir 20 tahun sanggar tersebut dikelola secara pribadi oleh beliau dan tidak mengubah nama sanggar tersebut, dari tahun 1997-2016 beliau memegang sanggar tersebut sebagai sanggar independen, dibawah naungan pemerintah. Ia bekerja mulai dari menjadi staff kemudian menjadi kasi dan sampai menjadi kabid di sektor kebudayaan. Dan itu membuat beliau sebagai seorang yang memimpin sanggar saling berkesinambungan, dengan pekerjaan beliau di pemerintahan.
Pada tahun 2016, pak Nyoman kembali ke kampung halaman nya, Bali. Dan Sanggar Seni Setiwang tersebut sempat vakum hampir selama 3 tahun mulai tahun 2016-2018. Lalu beberapa orang pemusik dan penari mulai mengaktifkan sanggar kembali, hingga di tahun 2018 akhir bertepatan dengan moment Liwa fair, Sanggar Seni Setiwang meminta waktu satu malam untuk menunjukan satu pertunjukan dengan menarikan beberapa karya-karya yang lahir dari Sanggar Seni Setiwang sendiri, dari era 90-an sampai era sanggar tersebut sempat vakum. Dari kegiatan tersebutlah mereka perlahan menghidupkan Sanggar Seni Setiwang kembali. Dari awal 2019 hingga sekarang, Sanggar Seni Setiwang dihidupkan kembali tetapi berbeda dengan yang dulu. Dulu Sanggar Seni Setiwang dikelola secara pribadi, dan dari tahun 2019 hingga sekarang, Sanggar Seni Setiwang dikelola dengan manajemen dengan tujuan menjadikan sanggar lebih kuat dan bertanggungjawab.
ADVERTISEMENT
Sanggar Seni Setiwang Dalam Pendidikan Seni Dan Kebudayaan
Gambar 3. Sesi latihan tari oleh anggota Sanggar Seni Setiwang dan tim Ekspedisi Arkadia Kalesang
Sebagai bentuk partisipasi dalam menjaga kebudayaan yang memang fokus di seni tari, Sanggar Seni Setiwang mengajarkan kepada peserta didiknya berbagai kesenian tari maupun musik. Mereka diajarkan tari tradisi seperti: Tari Bedana, Tari Sigeh Pengunten, Tari Batin, Tari Sakura, dan lainnya. Dan tari-tari tersebut biasa ditampilkan dalam acara penyambutan tamu, upacara adat, dan kegiatan-kegiatan budaya lainya. Selain tari tradisional daerah setempat, para peserta didik juga dikenalkan dan diajarkan berbagai tari tradisional nusantara lainya. Dan di sanggar tersebut terbagi beberapa kelas, mulai dari kelas anak-anak, remaja, dan umum. Dalam kegiatannya, Sanggar Seni Setiwang juga ikut serta dalam event-event daerah maupun nasional, dan yang spesial mereka lakukan adalah kegiatan Setiwang Nayuh yang mana kegiatan tersebut berupa kegiatan ujian bagi para peserta didik, namun dikemas dalam bentuk pertunjukan pentas.
ADVERTISEMENT
Tak heran, tidak sedikit orang-orang yang pernah berproses di Sanggar Seni Setiwang yang melanjutkan karir mereka di sektor kebudayaan maupun sektor lainnya seperti: menjadi kepala bidang kebudayaan, kepala bidang pemasaran pariwisata dan ekonomi kreatif, serta tak sedikit juga yang mendirikan komunitas kesenian secara pribadi dan menjadi guru seni di sekolah-sekolah. Sanggar Seni Setiwang mengambil langkah strategis berupa kerjasama dengan pemerintah guna mendukung kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di sanggar maupun ketika mengikuti event-event di luar. Para pengajar menanamkan kepada para peserta didik bahwa berkegiatan di sanggar merupakan sebuah aktivitas budaya, jadi mereka belajar tari bukan hanya dipersiapkan untuk kegiatan pentas ataupun perlombaan semata, melainkan mereka dibentuk dengan tujuan membangun karakter bangsa melalui media seni. Walaupun bukan lembaga pendidikan non formal, Sanggar Seni Setiwang berupaya membantu penanaman jati diri anak bangsa melalui media seni. Ricad Sambera, selaku ketua Sanggar Seni Setiwang mengatakan “akivitas di sanggar inilah nyawa dari kesenian yang ada atau nyawa dari Sanggar Setiwang, bukan eksistensi kami di luar pentas beberapa kali dalam setahun itu’’.
ADVERTISEMENT
Dari sini kita dapat memahami bahwa, pentingnya peran sanggar dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan, serta peran media seni dalam penanaman karakter bangsa yang dapat dikenalkan sejak usia dini.